Selasa, 11 September 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF KEPADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ILUNG KECAMATAN BATANG ALAI UTARA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH




FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN  STATUS PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF KEPADA BAYI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ILUNG
KECAMATAN BATANG ALAI UTARA
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH



SKRIPSI 







OLEH
AHMAD ZULFADHLI
NPM. 10105 - 08156 A-S1







SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2012







PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


Skripsi, 06 September 2012


Nama Mahasiswa      : Ahmad Zulfadhli
NPM                           : 10105-08156 AS-1

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Pemberian ASI Eksklusif Kepada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah



Abstrak


Di Indonesia ASI eksklusif sangat rendah 15,3%, 42,32% di Kalimantan Selatan serta di Kabupaten Hulu Sungai Tengah 54,10% jauh dari harapan pemerintah 80% ASI eksklusif terpenuhi.
Tujuan Mengidentifikasi jumlah ibu yang memberikan dan tidak memberikan ASI eksklusif, menganalisis hubungan faktor ketersediaan ASI dan faktor pengetahuan ibu dengan status pemberian ASI.
Metode Case Control yaitu melihat faktor resiko, case adalah ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dengan sampel 30 dan Control adalah ibu yang memberikan ASI eksklusif dengan sampel 30, faktor resikonya adalah ketersedian ASI dan Pengetahuan ibu.
Hasil ada hubungan bermakna antara ketersediaan ASI dengan status pemberian ASI eksklusif (p = 0,01) dan ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan status pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,001). Berdasarkan uji statistik chi square didapat nilai p value < 0,05 artinya ada hubungan antara kedua faktor tersebut dengan status pemberian ASI.

Kata kunci: ASI eksklusif, ketersediaan ASI dan pengetahuan ibu.
Daftar Rujukan: 23 (2002-2012)







KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwata’ala penulis haturkan atas segala rahmat, taufiq, hidayah dan karunia-Nya yang tiada pernah terhenti tercurahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan status pemberian ASI eksklusif kepada bayi di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah Shalawat dan salam selalu tercurah untuk junjungan kita Nabi besar Muhammad Shollallahu‘alaihiwa‘ala’alihiwasallam serta para pengikut beliau hingga akhir kiamat kelak. Atas segala bimbingan dan bantuan yang diberikan dari berbagai pihak peneliti mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1.      Bapak M. Syafwani SKp, M.Kep, Sp.Jiwa selaku ketua STIKES Muhammadiyah Banjarmasin,
2.      Bapak Solikin, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku ketua program studi S1 keperawatan.
3.      Ibu Wika Rispudyani R, S.Kep.Ns Selaku pembimbing I dan penguji I dalam hal materi, terima kasih atas bimbingannya yang tak pernah henti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.      Bapak Hardiono SKM. M.Kes selaku pembimbing II dan penguji II dalam hal metodelogi penelitian, yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan sarannya.
5.      Ibu Hj. Ulfah Hidayati., SST, M.Kes selaku Penguji III dalam hal wawasan, terima kasih atas petunjuk dan sarannya.
6.      Bapak Mualim, S.KM selaku kepala Puskesmas Ilung, terima kasih atas ijin  untuk penelitian sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan serta penulis dapat menyalesaikan skripsi ini.
7.      Semua dosen pengajar yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis, semoga amal ibadahnya mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari ALLAH Azza wa Jalla.
8.      Semua staf kepegawaian STIKES Muhammadiyah Banjarmasin yang terkait dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih banyak atas bantuannya.
9.      Kedua orang tua terkasih yang tiada henti berjuang dan rela berkorban demi kebahagiaan anak-anaknya, terima kasih atas dukungan moril dan materil yang tak pernah ada hentinya.
10.  Seluruh keluarga yang tak pernah berhenti berdoa demi keberhasilanku dan banyak membantu baik dalam dukungan moril maupun materil.
11.  Sahabat-sahabatku yang senantiasa mendukung, membantu dan memotivasi saat aku senang maupun sedih yang selalu menemaniku disaat aku hampir kehilangan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
12.  Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih yang tak terhingga ku ucapkan kepada kalian semua.
Tidak ada satu manusia pun yang terlepas dari segala kesalahan dan kekurangan begitu pula dalam penyusunan skripsi ini, karena segala kelebihan dan kesempurnaan hanyalah milik ALLAH Azza wa jalla. Karenanya penulis mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun dalam menyempurnakan penulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis sendiri khususnya.

Banjarmasin, 08 September 2012
                                                                                                         
                                                                                                                                     Penulis


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak rakyat terutama di bidang kesehatan. Salah satu cara untuk meningkatkan pembangunan kesehatan tersebut adalah mengembangkan sumber daya menusia mulai dari sejak dini melalui pemberian ASI eksklusif (Badriul, 2008).

Dalam terjemahan ayat 233 dalam surah Al Baqarah adalah “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Baqarah (2) : 233).

Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai dua tahun merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Depkes RI, 2005).

Pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI tanpa tambahan cairan atau makanan lain. Pemenuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui pemberian ASI eksklusif. Dengan pemberian ASI eksklusif tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru dapat dikurangi. Selain itu, ASI eksklusif juga mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran (Roesli, 2005).

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini sebelum usia enam bulan. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses menyusui ASI Eksklusif berhasil. Banyak alasan yang dikemukan ibu-ibu antara lain, ibu merasa bahwa ASInya tidak cukup, ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal itu tidak disebabkan karena ibu tidak percaya diri bahwa ASInya cukup untuk bayinya. Informasi tentang cara-cara menyusui yang baik dan benar, pemberian ASI Eksklusif belum menjangkau sebagian besar ibu-ibu (Depkes RI, 2005).

Menurut WHO setiap tahun terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif. ASI sangat bermanfaat mengurangi sakit yang berat. Bayi yang diberi susu formula berkemungkinan untuk dirawat di rumah sakit karena infeksi bakteri hampir 4 kali lebih sering dibanding bayi yang diberi ASI eksklusif (Roesli, 2005).

Umumnya komposisi ASI disesuaikan dengan kecepatan tumbuh untuk mencapai berat badan lahir sebanyak dua kali lipat pada usia 3 – 4 bulan. Bayi manusia sendiri termasuk kelompok bayi yang pada waktu lahir masih sangat belum matang sehingga tergantung penuh pada orang tua. Untuk perawatan serta untuk kelangsungan hidupnya diperlukan waktu sekitar 4 – 4,5 bulan agar berat badan dapat digandakan 2 kali berat lahirnya. Ini merupakan salah satu alasan mengapa ASI eksklusif harus diberikan pada bayi usia 0 – 4 bulan, bahkan pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) memberikan klarifikasi tentang rekomendasi, bahwa ASI eksklusif dapat diberikan sampai usia 6 bulan (Roesli, 2005).

Melihat unggulnya ASI maka sangat disayangkan bahwa pada kenyataannya penggunaan ASI belum seperti yang kita harapkan. Pemberian ASI yang dianjurkan adalah sejak bayi lahir sampai umur 0-6 bulan bayi hanya diberi ASI, kemudian pemberian ASI diteruskan sampai umur 2 tahun bersama makanan tambahan yang kuat. Untuk mencapai hal ini, World Health Organization (WHO) membuat deklarasi yang dikenal dengan deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration), deklarasi yang dilahirkan di Innocenti, Italia tahun 1990 ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan memberi dukungan pada pemberian ASI deklarasi yang juga ditanda tangani di Indonesia, salah satunya memuat hal-hal berikut, yaitu “Sebagai tujuan global untuk membantu kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan ASI eksklusif pada semua bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan, setelah berumur 6 bulan, bayi diberi makanan pendamping atau padat yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diberikan sampai 2 tahun atau lebih (Roesli, 2005).
Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) sangat penting karena dampaknya yang luas terhadap status gizi dan kesehatan Balita. Program ini berkaitan juga dengan dengan kesepakatan global antara lain: Deklarasi Innocenti (Italia) tahun 1990 tentang perlindungan, promosi, dan dukungan terhadap penggunaan ASI. Disepakati pula untuk pemberian ASI Eksklusif sebesar 80% pada tahun 2000. Konferensi Tingkat Tinggi tentang kesejahteraan anak tahun 1990 salah satu kesepakatannya adalah semua keluarga mengetahui arti penting mendukung wanita dalam tugas pemberian ASI saja untuk 6 bulan pertama kehidupan anak dan memenuhi kebutuhan makanan anak berusia muda pada tahun-tahun rawan (Roesli, 2005).
Pemerintah meningkatkan cakupan ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Kepmenkes RI No.450/MENKES/SK/VI/2004 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Dalam rekomendasi tersebut dijelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Selanjutnya, demi tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu mulai memberikan makanan pendamping ASI hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih (Depkes RI, 2005).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Masalah utama penyebab rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI). Masalah ini diperparah dengan gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan perempuan yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja seperti ruang ASI (Riskesdas, 2010).

Pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah komitmen ibu untuk menyusui, dilaksanakan secara dini (Early intiation), posisi menyusui yang benar baik untuk ibu maupun bayi, menyusui atas permintaan bayi, dan diberikan secara eksklusif (Roesli, 2005).

Rendahnya persentase pemberian ASI kemungkinan karena banyaknya faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI baik faktor internal (pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan penyakit ibu) maupun faktor eksternal (promosi susu formula bayi, penolong persalinan) yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI selama 6 bulan (Ambarwati, 2007).

Pada umumnya ibu di daerah pedesaan menyusui bayi mereka, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan yang kurang baik, seperti pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian makanan dan minuman untuk menggantikan ASI apabila ASI belum keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran. Jenis makanan tersebut antara lain air jernih dan madu dapat membahayakan kesehatan bayi dan menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk meransang produksi ASI sedini mungkin melalui isapan bayi pada ibu menyusui. Masih banyak juga ibu-ibu tidak memanfaatkan kolostrum (ASI yang keluar pada hari-hari pertama), karena dianggap tidak baik untuk makanan bayi atau susu basi (Depkes RI, 2005).

Pemberian ASI eksklusif sangat banyak manfaatnya bagi bayi dan ibu. Walaupun demikian masih banyak ibu tidak berhasil bahkan tidak memberikan ASI eksklusif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak berhasilan pemberian ASI eksklusif terdiri dari faktor internal seperti ketersediaan ASI, pekerjaan, pengetahuan, kelainan payudara, kondisi kesehatan ibu dan faktor eksternal antara lain adalah status ekonomi, petugas kesehatan, kondisi kesehatan bayi, pengganti ASI, dan  persepsi yang keliru tentang pentingnya ASI eksklusif (Roesli, 2005).

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2011 pencapaian ASI Eksklusif umur 0-6 bulan rata-rata sebesar 42,32% sangat jauh dari harapan yang ditargetkan 80% dan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pencapaian ASI Eksklusif pada tahun 2011 sebanyak 1439 orang (54,10%) dari jumlah ibu menyusui sebanyak 2660 dari target 80% (Dinkes Kalsel, 2011).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 09 Juni 2012 kepada  10 ibu yang mempunyai bayi 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah, ditemukan hanya 5 (50%) ibu menerapkan ASI eksklusif  sedangkan 5 ibu (50%)  dengan alasan ASI tidak keluar sebanyak 3 ibu (30%), pengetahuan ibu tentang pentingnya memberikan ASI sebanyak 2 ibu (20%).

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Pemberian ASI Eksklusif  Kepada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah”.
Rumusan masalah dalam penelitan ini adalah apakah ada ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Pemberian ASI Eksklusif  Kepada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah ?”.

1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikas faktor-faktor yang berhubungan dengan status pemberian ASI eksklusif kepada bayi di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

1.3.2   Tujuan Khusus
1.3.2.1       Mengidentifikasi jumlah responden yang memberikan dan yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
1.3.2.2       Menganalisis hubungan faktor ketersediaan ASI status pemberian ASI eksklusif kepada bayi di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan faktor pengetahuan ibu status pemberian ASI eksklusif  kepada bayi di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Dapat menjadi sarana belajar dalam rangka menambah pengetahuan,wawasan serta pengalaman dan juga sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap permasalahan kesehatan yang terjadi, khususnya mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif yang sangat berguna bagi kecerdasan anak sehingga akan terbentuk generasi bangsa yang unggul dan cerdas.

1.4.2 Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan ibu menyusui pada khususnya tentang pentingnya ASI yang merupakan salah satu bentuk keperdulian dalam meningkatkan kesehatan anak dan bayi.

1.4.3 Bagi Institusi
Sebagai acuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang ASI Eksklusif. Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi kepada tenaga pendidik untuk memberikan penekanan materi sesuai dengan masalah yang ada di klinik, puskesmas, rumah sakit dan masyarakat terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan ibu tidak memberikan ASI eksklusif.

1.4.4 Bagi petugas kesehatan (Puskesmas)
Untuk menjadi bahan masukan dalam meningkatkan kegiatan dalam program pemberian ASI eksklusif.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sudah ada, tidak ada penelitian yang sama persis dengan penelitian yang saya buat dengan judul ”faktor-faktor yang berhubungan dengan status pemberian ASI eksklusif kepada bayi di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kalaupun ada yang memiliki hubungan atau sedikit kemiripan itu hanya pada bagian atau konsep-konsep tertentu saja. Penelitian yang dianggap mempunyai sedikit kemiripan itu di antaranya adalah sebagai berikut:
1.5.1   Salasiah, 2005. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Program S1 Keperawatan Ners B dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di Puskesmas S. Parman Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, usia, jenis pekerjaan di Puskesmas S. Parman Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan adalah crossectional. Populasinya adalah ibi-ibu menyusui di Puskesmas S. Parman Banjamasin Desain penelitian analitik. Sebagai sempel ditetapkan 30 ibu –ibu menyusui yang memenuhi inklusi.
1.5.2   Akhmad Syaifullah, 2009. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Program S1 Keperawatan Ners B dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan status pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sungai Karias Kecamatan Amuntai Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sungai Karias Kecamatan Amuntai Tengah. Jenis penelitian ini berupa stadi analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study. Sampel pada penelitian ini adalah pada ibu menyusui yang mempunyai bayi 6 bulan sampai 1 tahun sebanyak 70 sampel, yang ditemukan secara proporsip sampling. Analisis data yang digunakan adalah chi square dan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dengan instrument penelitian kuesioner.
1.5.3   Hayati, 2008. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Program S1 Keperawatan Ners A dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Kepercayaan dengan Perilaku Pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Haur Gading Amuntai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan kepercayaan dengan perilaku pemberian pemberian Asi eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Haur Gading Amuntai. Desain penelitian yang digunakan adalah crossectional. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi di wilayah kerja Puskesmas Haur Gading Amuntai. Sebagai sampel ditetapkan 64 ibu menyusui.
1.5.4   Marwati, 2011. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul faktor- faktor yang mempengaruhi praktik pemberian ASI eksklusif pada ibu-ibu tidak bekerja di Desa Tempurejo Kemiri Mojosongo Boyolali. Tujuan penelitian mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi praktik pemberian ASI eksklusif pada ibu-ibu tidak bekerja di Desa Tempurejo Kemiri Mojosongo Boyolali. Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode indept interview dan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak umur 6-12 bulan dan yang tidak bekerja. Subjek terdiri dari lima orang dan Informan ada tujuh orang. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tempurejo Kemiri Mojosongo Boyolali.
Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini pada variabel dan tempat penelitian, penelitian ini tempatnya di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jenis penelitian ini berupa stadi analitik dengan rancangan penelitian cese control study. Sampel pada penelitian ini adalah pada ibu menyusui yang mempunyai bayi 6 bulan sampai 12 bulan sebanyak 60 sampel, yang ditemukan secara purposive sampling (non random). Analisis data yang digunakan adalah chi square dan teknik pengumpulan data dengan cara observasi dengan instrument penelitian kuesioner.





2.1.1   Pengertian ASI eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja kepada bayi tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2005).

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman pendamping (termasuk air jeruk, madu, air, gula), yang dimulai sejak bayi baru lahir sampai dengan usia 6 bulan (Sulityawati, 2009)

ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral, dan obat (Prasetyono, 2009)

ASI merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya ASI bagi bayi mengakibatkan pemberian ASI Ekskusif tidak berlangsung secara optimal (Prasetyono, 2009).

Sebagai tujuan global untuk meningkatkan kesehatan dan mutu makanan bayi bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan ASI Eksklusif dan semua bayi diberi ASI Eksklusif sejak lahir sampai berusia 6 bulan. setelah berumur 6 bulan bayi dapat diberi makanan pendamping atau padat yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia dua tahun atau lebih. Pemberian makanan untuk bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara menciptakan pengertian serta dukungan dari lingkungan sehingga para ibu dapat menyusui secara Ekslusif (Roesli, 2005).

2.1.2   Manfaat ASI Eksklusif
Bagi ibu dan bayi ASI Eksklusif menyebabkan mudahnya terjalin ikatan kasih sayang yang mesra antara ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan keuntungan awal dari menyusui secara ekslusif. Bagi bayi tidak ada perbedaan yang lebih berharga dari ASI. Hanya seorang ibu yang dapat memberikan makanan terbaik bagi bayinya. Selain dapat meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial memiliki perkembangan sosial yang baik (Roesli, 2005).
2.1.2.1  Manfaat ASI Bagi Bayi
Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dapat dirasakan yaitu:
a.     ASI sebagai nutrisi
b.    ASI meningkatkan daya tahan tubuh,
c.    Meningkatkan kecerdasan.
d.   Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang.
e.    Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia selama enam bulan.
f.     Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk untuk pertumbuhan otak sehingga bayi yang diberi ASI Eksklusif potensial lebih pandai.
g.    Mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak dan mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.
h.    Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih cepat bisa jalan.
i.      Menunjang perkembangan kepribadian emosional, kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik (Roesli, 2005).

2.1.2.2  Manfaat ASI Bagi Ibu
Manfaat ASI bagi ibu adalah:
a.    Mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Apabila bayi segera disusui segera setelah dilahirkan, maka kemungkinan terjadinya pendarahan setelah melahirkan akan berkurang karena kadar oksitosin meningkat sehingga pembuluh darah menutup dan perdarahan akan lebih cepat berhenti.
b.    Mengurangi terjadinya anemia.
c.    Menjarangkan kehamilan. Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI Eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil pada enam bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia 12 bulan.
d.   Mengecilkan rahim. Kadar oksitosin ibu yang menyusui akan membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil.
e.    Menurunkan resiko kanker payudara.
f.     Pemberian ASI membantu mengurangi beban kerja ibu karena ASI tersedia kapan dan di mana saja. ASI selalu bersih, sehat dan tersedia dalam suhu yang cocok.
g.    Lebih ekonomis dan murah.
h.    ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan, memasak air dan tanpa harus mencuci botol.
i.      Memberi kepuasan bagi ibu. Ibu yang berhasil memberikan ASI Eksklusif akan merasakan kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli, 2005).

2.1.2.3  Manfaat ASI Bagi Negara
Manfaat ASI bagi negara adalah:
a.    Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatan lainnya
b.    Bayi sehat membuat negara lebih sehat.
c.    Penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit hanya sedikit.
d.   Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan angka kematian.
e.    Melindungi lingkungan karena tidak ada pohon yang digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu, dan peralatannya.
f.     Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara, karena anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal (Prasetyono, 2009).

2.1.3   Alasan Pemberian ASI Eksklusif
Bayi normal sudah dapat disusui segera sesudah lahir. Lamanya disusui hanya untuk satu atau dua menit pada setiap ibu yang melahirkan karena :
2.1.3.1  Air yang pertama atau kolostrum mengandung beberapa benda penangkis yang dapat mencegah infeksi pada bayi.
2.1.3.2  Bayi yang minum ASI jarang menderita gastroenteritis.
2.1.3.3  Lemak dan protein ASI mudah dicerna dan diserap secara lengkap dalam saluran pencernaan. ASI tidak menyebabkan bayi menjadi gemuk berlebihan.
2.1.3.4  ASI merupakan susu buatan alam yang lebih baik dari pada susu buatan manapun oleh karena mengandung benda penangkis, suci hama, segar, dan tersedia setiap waktu (Wiknjosastro, 2009).
ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan, diantaranya ialah menurunkan resiko terjadinya penyakit infeksi, misalnya infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernafasan dan infeksi telinga. Sebagian besar pertumbuhan dan perkembangan bayi ditentukan oleh ASI Eksklusif. ASI mengandung zat gizi yang tidak terdapat di dalam susu formula. Komposisi zat dalam ASI antara lain 88,1% air, 3,8% lemak, 0,9% protein, 7% laktosa serta 0,2 % zat gizi lainnya yang berupa DHA, DAA dan shypnogelin, (Prasetyono,2009).

2.1.4   Langkah-langkah menyusui yang benar adalah :
2.1.4.1  Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sehingga desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
2.1.4.2  Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara.
2.1.4.3  Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu saja atau areolanya saja.
2.1.4.4  Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
2.1.4.5  Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi.
2.1.4.6  Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI ke luar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola.
2.1.4.7  Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI ke luar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola.
2.1.4.8  Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu disanggah lagi (Perinasia, 2003).

2.1.5   Produksi ASI
Berdasarkan waktu diproduksi ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
2.1.5.1  ASI stadium I (kolostrum)
Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ke empat yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang mendapat ASI pada minggu pertama sering defekasi dan feses berwarna hitam (Hubertin, 2003).
2.1.5.2  ASI stadium II (ASI peralihan)
ASI ini diproduksi pada hari ke empat sampai hari ke sepuluh. Komposisi protein semakin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang semakin tinggi dan jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal in I merupakan pemenuhan terhadap aktifitas bayi yang semakin aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan (Hubertin, 2003).



2.1.5.3  ASI stadium III (ASI matur)
ASI yang disekresi pada hari ke sepuluh sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI. Dimulai dengan makanan yang lunak, kemudian padat, dan makanan biasa sesuai makanan biasa (Hubertin, 2003).

2.1.6   Volume ASI
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dan jumlah akan terus bertambah sehingga mencapai 400-450 ml pada waktu mencapai usia minggu kedua. Dalam keadaan produksi ASI telah normal volume susu terbanyak yang dapat diperoleh adalah 5 menit pertama pengisapan oleh bayi biasanya berlangsung selama 15-25 menit (Hubertin, 2003).
2.1.6.1  Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI beberapa kriteria sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak yaitu:
a.    ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting.
b.    Sebelum disusukan payudara terasa tegang.
c.    Jika ASI cukup, setelah bayi menyusu bayi akan   tertidur\tenang selama 3-4 jam.
d.   Bayi BAK 6-8 kali dalam satu hari.
e.    Bayi BAB 3-4 kali sehari.
f.     Bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam.
g.    Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI.
h.    Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai menyusu.
i.      Urin bayi biasanya kuning pucat (Soetjiningsih, 2002).

2.1.6.2  Pengukuran volume ASI dapat juga dilakukan dengan cara lain yaitu:
a.    Memerah ASI dengan pompa
Cara menabung atau mengukur ASI yang paling baik dan efektif dengan menggunakan alat pompa ASI elektrik. Harganya relatif mahal. Ada cara lain yang lebih terjangkau yaitu piston atau pompa berbentuk suntikan. Prinsip kerja alat ini memang seperti suntikan, hingga memiliki keunggulan, yaitu setiap jaringan pompa mudah sekali dibersihkan dan tekanannya bisa diatur.
Pompa-pompa yang ada di Indonesia jarang berbentuk suntikan, lebih banyak berbentuk squeeze and bulb. Bentuk squeeze and bulb tidak dianjurkan banyak ahli ASI. Karena pompa seperti ini sulit dibersihkan bagian bulb-nya (bagian belakang yang bentuknya menyerupai bohlam) karena terbuat dari karet hingga tak bisa disterilisasi. Selain itu, tekanannya tak bisa diatur, hingga tak bisa sama/ rata (Rahayu, 2008).
b. Memerah ASI dengan tangan
Memerah ASI dengan tangan disebut juga dengan teknik Marmet. Dengan pijitan dua jari sendiri, ASI bisa keluar lancar dan membutuhkan waktu sekitar masing-masing payudara 15 menit. Cara ini sering disebut juga dengan back to nature karna caranya sederhana dan tidak membutuhkan biaya (Rahayu, 2008)
Caranya, tempatkan tangan ibu di salah satu payudara, tepatnya di tepi areola. Posisi ibu jari terletak berlawanan dengan jari telunjuk. Tekan tangan ke arah dada, lalu dengan lembut tekan ibu jari dan telunjuk bersamaan. Pertahankan agar jari tetap di tepi areola, jangan sampai menggeser ke puting. Ulangi secara teratur untuk memulai aliran susu. jari tetap di tepi areola, jangan sampai menggeser ke puting. Ulangi secara teratur untuk memulai aliran susu. Putar perlahan jari di sekeliling payudara agar seluruh saluran susu dapat tertekan. Ulangi pada sisi payudara lain, dan jika diperlukan, pijat payudara di antara waktu-waktu pemerasan. Ulangi pada payudara pertama, kemudian lakukan lagi pada payudara kedua. Letakan cangkir bermulut lebar yang sudah disterilkan di bawah payudara yang diperas, kemudian diukur dengan menggunakan gelas ukur (Rahayu, 2008).

Menurut (Jane Moody,dkk:2006) kekhawatiran besar yang muncul di minggu-minggu dan bulan-bulan awal menyusui adalah ”Apakah bayi saya mendapatkan cukup susu?” atau “Apakah ia mengalami kenaikan berat yang cukup ?”.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, kiatnya antara lain:
1)        Makan sebanyak yang anda butuhkan untuk memuaskan rasa lapar. Sering makan selama 24 jam dan makan makanan kecil ketika bayi menyusu.
2)        Minum untuk memuaskan dahaga, tetapi jangan memaksakan diri untuk minum lebih banyak dari yang anda inginkan, karena ini justru bisa mengurangi pasokan air susu.
3)        Memeriksa posisi bayi di payudara anda. Jika terasa nyeri, carilah bantuan.
4)        Hubungi konselor menyusui dan mintalah bantuannya.
5)        Meluangkan waktu untuk memusatkan perhatian dan memberi respons terhadap kebutuhan mengisap dari bayi: menyusui berdasarkan permintaan bayi.
6)        Berikan pula sesi menyusu yang tidak diminta oleh bayi. Mungkin ada baiknya membangunkan bayi untuk menyusu di malam hari jika ia sudah tidur terlalu lama.
7)        Kurangi sumber isapan lainnya termasuk dot atau botol berisi sari buah atau air.
8)        Untuk sementara waktu jangan mengadakan pesta-pesta besar dirumah anda.
9)        Pilah-pilah tugas rumah tangga dan terimalah semua bantuan yang ditawarkan.
10)    Jangan gunakan perisai puting atau memberikan susu formula, karena ini akan mengganggu pasokan air susu anda.
11)    Matikan telepon selama beberapa jam dan istirahat.
12)    Jika ini bukan anak pertama anda, mintalah bantuan dari teman atau anggota keluarga.
13)    Memompa keluar air susu untuk meningkatkan rangsangan pada payudara.

2.1.7  Komposisi ASI
ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5 %, oleh karena itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat yang suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada bayi yang mendapat susu formula.
a.    Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hamper dua kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. (Badriul, 2008).

b.    Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula. Protein dalam ASI dan susu formula terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi., sedangkan susu formula lebih banyakmengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI hanya 30% dibanding susu formulayang mengandung protein ini dalam jumlah yang tinggi (80%). (Badriul, 2008).

c.    Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Zat besi dan kalsium di dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diit ibu. Garam organik yang terdapat di dalam ASI terutama adalah kalsium, kalium, sedangkan kadar Cu, Fe, dan Mn yang merupakan bahan untuk pembuat darah relatif sedikit. Ca dan P yang merupakan bahan pembentuk tulang kadarnya dalam ASI cukup (Soetjiningsih, 2002).

d. Vitamin
1) Vitamin K
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan. Kadar vitamin K di dalam ASI hanya seperempatnya kadar dalam susu formula. Bayi yang hanya mendapat ASI berisiko untuk mengalami perdarahan, walaupun angka kejadian perdarahan ini kecil. Oleh karena itu pada bayi baru lahir perlu diberikan vitamin K yang umumnya dalam bentuk suntikan (Badriul, 2008).

2) Vitamin D
Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. hal ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur bayi pada pagi hari maka bayiakan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari. Sehingga pemberian ASI eklusif ditambah dengan membiarkan bayi terpapar pada sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena kekurangan vitamin K (Badriul, 2008).

3) Vitamin A
Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A, tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten (Badriul, 2008).

4) Vitamin yang larut dalam air
Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B, asam folat, vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folatmungkin rendah pada ibu dengan gizi kurang (Badriul, 2008).

5) Vitamin E
Salah satu fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya kekurangan darah (anemia hemolitik). Keuntungan ASI adalah kandungan vitamin E nya tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal (Badriul, 2008).

2.1.8   Faktor-faktor yang mempengaruhi ASI
Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung dari stimulasi pada kelenjar payudara. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan produksi ASI antara lain:
2.1.8.1     Faktor makanan ibu
Dalam penelitian Arifin (2006) mengatakan ibu yang kekurangan gizi akan mengakibatkan menurunnya jumlah ASI dan akhirnya berhenti. Hal ini menyebabkan pada masa kehamilan jumlah pangan yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui.
2.1.8.2     Faktor isapan bayi
Isapan mulut bayi akan menstimulus hipotalamus pada bagian hipofisis anterior dan posterior. Hipofisis anterior menghasilkan rangsangan (rangsangan prolaktin) untuk meningkatkan sekresi prolaktin. Prolaktin bekerja pada kelenjar susu (alveoli) untuk memproduksi ASI. Isapan bayi tidak sempurna atau puting susu ibu yang sangat kecil akan membuat produksi hormon oksitosin dan hormon prolaktin akan terus menurun dan ASI akan terhenti (Hubertin, 2003)
2.1.8.3     Frekuensi penyusuan
Pada studi 32 ibu dengan bayi premature disimpulkan bahwa produksi ASI akan optimal dengan pemompaan 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukan bhwa frekuensi penyusuan 10 lebih kurang 3 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI. Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara (Arifin, 2004).
2.1.8.4     Riwayat penyakit
Penyakit infeksi baik yang kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi ASI (Elly, 2007).
2.1.8.5     Faktor psikologis
Gangguan psikologi pada ibu menyebabkan berkurangnya produksi dan pengeluaran ASI. Laktasi memerlukan ketenangan, ketentraman, perasaan aman dari ibu, kecemasan, kesedihan, dapat menyebabkan ketegangan yang mempengaruhi saraf, pembuluh darah dan sebagainya (Arifin, 2004).
Dukungan suami maupun keluarga lain dalam rumah akan sangat membantu berhasilnya seorang ibu untuk menyusui. Perasaan ibu yang bahagia, senang, perasaan menyayangi bayi, memeluk, mencium dan mendengar bayinya menangis akan meningkatkan pengeluaran ASI (Hubertin, 2003).
2.1.8.6     Berat badan lahir
Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan inti yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho (1982) menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI (Elly, 2007).
2.1.8.7     Perawatan payudara
Perawatan payudara yang dimulai dari kehamilan bulan ke 7-8 memegang peranan penting dalam menyusui bayi. Payudara yang terawat akan memproduksi ASI yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan dengan perawatan payudara yang baik, mka putting tidak akan lecet sewaktu diisap bayi (Soetjiningsih, 2002).
Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan mengurut selama 6 minggu terakhir masa kehamilan. Pengurutan tersebut diharapkan apabila terdapat penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan lancar (Arifin, 2004).
2.1.8.8    Jenis persalinan
Pada persalinan normal proses menyusui dapat segera dilakukan setelah bayi lahir. Biasanya ASI sudah keluar pada hari pertama persalinan. Sedangkan pada persalinan tindakan sectio ceasar seringkali sulit menyusui bayinya segera setelah lahir, terutama jika ibu diberikan anestesi umum. Ibu relatif tidak dapat bayinya di jam pertama setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi di bagian perut membuat proses menyusui sedikit terhambat (Sinsin, 2012).
2.1.8.9     Umur kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah dari pada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ (Arifin, 2004).
2.1.8.10   Konsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormone prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin (Arifin, 2004).
2.1.8.11   Konsumsi Alkohol
Menurut Matheson (1989), meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal (Elly, 2007).
2.1.8.12   Cara menyusui yang tidak tepat
Teknik menyusui yang kurang tepat, tidak dapat mengosongkan payudara dengan benar yang akhirnya akan menurunkan produksi ASI (Hubertin, 2003).
2.1.8.13   Rawat gabung
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, dimana bayi mendapatkan nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui, maka akan timbul refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim. Di samping itu akan timbul refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI (Soeningsih, 2006).
2.1.8.14   Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986 dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral Contraceptives, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi (Elly, 2007).

2.1.9 Masalah-Masalah Dalam Menyusui Menurut PERINASIA (2003)
2.1.9.1 Masa Antenatal
Pada masa antenatal masalah yang sering timbul adalah kurang atau salah informasi dan puting susu datar atau terbenam
a.  Kurang atau salah informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang. Petugas kesehatan juga masih banyak yang tidak memberikan informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayi. Sebagai contoh banyak ibu atau petugas kesehatan yang tidak mengetahui bahwa:
1) Bayi pada minggu-minggu pertama defekasinya encer, sehingga dikatakan bayi menderita diare dan seringkali petugas kesehatan menyuruh menghentikan menyusui. Padahal sifat defekasi bayi yang mendapat kolostrum memang demikian karena kolostrum bersifat laksans.
2) ASI belum keluar pada hari pertama sehingga bayi dianggap perlu diberikan minuman lain, padahal bayi yang lahir cukup bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan yan dapat mempunyai persediaan kalori dan cairan yang dapat mempertahankannya tanpa minuman selama beberapa hari.
3)    Karena payudara berukuran kecil dianggap kurang menghasilkan ASI padahal ukuran payudara tidak menentukan apakah produksi ASI cukup atau tidak.
b. Puting Susu Datar atau Terbenam
Puting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya tidak selalu menjadi masalah. Yang paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah hisapan langsung bayi yang kuat
c. Masa Pasca Persalinan Dini
Pada masa ini kelainan yang sering terjadi adalah: Puting susu datar atau terbenam, puting susu lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat dan mastitis atau abses
1)   Puting Susu Lecet
Pada keadaan ini sering kali ibu menghentikan menyusui karena puting susu sakit. Yang perlu dilakukan adalah:
a) Olesi puting susu dengan ASI akhir, jangan sekali-kali memberikan obat lain seperti krim, salep dan lain-lain.
b) Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu kurang lebih 24 jam, dan biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu sekitar 2x24 jam.
c) Selama putting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan, dan tidak dianjurkan alat pompa karena nyeri.
d) Cuci payudara sekali saja sehari dan tidak dibenarkan untuk menggunakan sabun
2) Payudara Bengkak
Pada payudara bengkak tampak payudara udem, sakit, puting kencang, kulit mengkilat walau tidak merah dan bila diperiksa atau diisap ASI tidak akan keluar. Untuk mencegah hal itu terjadi maka diperlukan
a) Menyusui dini.
b) Perlekatan yang baik.
c) Menyusui bayi harus lebih sering
3) Mastitis atau Abses Payudara
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak yang diikuti nyeri dan panas serta suhu tubuh meningkat. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI diisap atau dikeluarkan atau penghisapan yang tidak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena tekanan baju atau BH.
4) Masa Pasca Persalinan Lanjut
Yang termasuk dalam masa pasca persalinan lanjut adalah sindrom ASI kurang dan ibu bekerja.
a)  Sindrom ASI Kurang
Ibu merasa ASI-nya kurang, padahal sebenarnya cukup, hanya saja ibu yang kurang yakin dapat memproduksi ASI yang cukup.
b) Ibu Bekerja
Seringkali alasan pekerjaan membuat ibu berhenti menyusui. Ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang bekerja:
(1) Susui bayi sebelum bekerja.
(2)ASI dikeluarkan untuk persediaan di rumah sebelum berangkat bekerja.
(3) ASI dapat disimpan di lemari pendingin dan dapat diberikan pada bayi dengan menggunakan cangkir pada saat ibu bekerja.
(4) Pada saat ibu di rumah, sesering mungkin bayi disusui dan jadwal menyusui diganti sehingga banyak menyusui di malam hari.
(5) Keterampilan mengeluarkan ASI dan merubah jadwal menyusui sebaiknya telah dimulai sejak satu bulan sebelum kembali bekerja.
 (6) Minum dan makan makanan yang bergizi selam  bekerja dan menyusui.
2.1.10  Faktor Penyebab Berkurangnya ASI
2.1.10.1 Faktor Menyusui
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak melakukan inisiasi, menjadwal pemberian ASI, bayi diberi minum dari botol atau dot sebelum ASI keluar, kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui
2.1.10.2 Faktor Psikologi Ibu
Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui. Ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI umunya produksi ASI akan berkurang. Stress, khawatir, ketidak bahagiaan ibu pada periode menyusui sangat berperan dalam mensukseskan pemberian ASI ekslusif. Peran keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat besar.
2.1.10.3 Faktor Bayi
Ada beberapa faktor kendala yang bersumber pada bayi misalnya bayi sakit, prematur, dan bayi dengan kelainan bawaan sehingga ibu tidak memberikan ASI-nya menyebabkan produksi ASI akan berkurang

2.1.10.4 Faktor Fisik Ibu
Ibu sakit bukan merupakan alasan untuk berhenti menyusui. Justru dengan tetap menyusui, ASI akan melindungi bayi dari penyakit. Perlu diperhatikan, pada saat ibu sakit diperlukan bantuan dari orang lain untuk mengurus bayi dan rumah tangga dengan harapan, ibu tetap mendapatkan istirahat yang cukup (Ambarwati, 2009).
Menurut (Ambarwati, 2009) adapun penyakit-penyakit pada ibu antara lain adalah:
a. Ibu Penderita HIV/AIDS (+) dan Hepatitis (HbsAg +)
Masih ada perbedaan pandangan mengenai penularan penyakit HIV/AIDS atau Hepatitis melalui ASI dari ibu penderita kepada bayinya. Ada yang berpendapat bahwa ibu penderita HIV/AIDS atau Hepatitis tidak diperkenankan untuk menyusui. Namun demikian, WHO berpendapat: ibu penderita tetap dianjurkan memberikan ASI kepada bayinya dengan berbagai pertimbangan. Antara lain: alasan ekonomi, aspek kesehatan ibu.
b. Ibu Penderita TBC Paru
Pada ibu penderita TBC paru tetap dianjurkan untuk menyusui, karena kuman TBC tidak ditularkan melalui ASI. Ibu tetap diberikan pengobatan TBC paru secara adekuat dan diajarkan cara pencegahan pada bayi dengan menggunakan masker. Bayi diberikan INH sebagai profilaksis. Pengobatan pada ibu dilakukan kurang lebih 3 bulan kemudian dilakukan uji Mantoux pada bayi. Bila hasil negatif terapi INH dihentikan dan imunisasi bayi dengan vaksinasi BCG.
c. Ibu Penderita Diabetes.
Bayi tetap diberikan ASI, namun kadar gula darahnya tetap dimonitor.
d. Ibu yang Memerlukan Pengobatan.
Banyak dijumpai pada ibu menyusui yang meminum obat-obatan dikarenakan sakit menghentikan pemberian ASI nya. Dengan alasan, obat-obatan yang ibu minum mengganggu bayi dan kadar ASI. Namun demikian, ada jenis obat-obatan tertentu yang sebaiknya tidak diberikan pada ibu menyusui. Apabila ibu memerlukan obat, berikan obat yang masa paruh obat pendek dan mempunyai rasio ASI-plasma kecil atau dicari obat alternatif yang tidak berakibat pada bayi maupun ASI. 
e. Ibu Hamil.
Pada saat ibu masih menyusui, terkadang hamil lagi. Dalam hal ini tidak membahayakan bagi ibu maupun bayi, asalkan asupan gizi pada saat menyusui dan hamil terpenuhi. Namun demikian, perlu dipertimbangkan adanya hal-hal yang dapat dialami antara lain: puting susu lecet, keletihan, ASI berkurang, rasa ASI berubah dan dapat terjadi kontraksi uterus dari isapan bayi. Ibu sakit, lelah, menggunakan pil kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain yang mengandung hormon, ibu menyusui yang hamil lagi, peminum alkohol, perokok atau ibu dengan kelainan anatomis payudara dapat mengurangi produksi ASI.

2.1.11    Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam menentukan tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasarkan oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007)

Kurangnya pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi bahkan lebih akan menyebabkan banyak ibu masa kini mendapati bahwa ibu dan nenek mereka rendah pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan terhadap pemberian ASI sehingga pemberian ASI tidak dapat dilakukan (Welford, 2008).

Menurut Heri (2009) Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
2.1.11.1    Tahu
Tahu berarti mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengatahuan yang paling rendah Kata kerja yang digunakan untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu bahwa ia dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, dan menyatakan. Misalnya, ibu tahu tentang arti ASI eksklusif.
2.1.11.2   Memahami (Comprehension)
Memahami berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari. Misalnya, ibu dapat menjelaskan pentingnya pemberian ASI eksklusif.


2.1.11.3   Aplikasi (Application)
Aplikasi berarti kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan rumus, hukum-hukum, metode dan prinsip dalam konten atau situasi nyata. Misalnya, ibu dapat mengaplikasikan cara menyusui yang benar.
2.1.11.4   Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau objek di dalam bagian-bagian yang kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.
  2.1.11.5   Sintesis (Synthesis)
Sintesisi merupakan kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyususn formula baru dari formulasi yang sudah ada. Contohnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, dan menyesuaikan terhadap teori atau rumusan yang ada.
  2.1.11.6   Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi digunakan dengan menggunakan kriteria sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.



2.2 Kerangka Konsep


Variabel Independen

 

Variabel Dependen

 

                                                                               


Ketersediaan ASI

 
 


ASI Eksklusif
 

Pengetahuan Ibu
 
                                                    
                                                    
Text Box: Kesehatan Ibu
Kesehatan Bayi

                                                                             
                                                  




Ketersediaan ASI

 

Pengetahuan Ibu
 

Tidak ASI Eksklusif
 
Text Box: Kesehatan Ibu
Kesehatan Bayi







Keterangan:                        Diteliti    
                                                  Tidak Diteliti
                                                  Berhubungan
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian

2.3 Hipotesis
2.8.1 Ada hubungan antara faktor Ketersediaan ASI dengan status pemberian ASI eksklusif kepada bayi di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara kabupaten Hulu Sungai Tengah.

2.8.2 Ada hubungan antara faktor pengetahuan ibu dengan  status pemberian ASI eksklusif kepada bayi di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara kabupaten Hulu Sungai Tengah.





 
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan tujuan penelitian untuk menganalisa hubungan faktor-faktor (ketersediaan ASI dan  pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif ) dengan status pemberian ASI eksklusif di wilayah  kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Adapun rancangan penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah rancangan case control.

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi operasional
Parameter
Alat Ukur
Skala
Hasil Ukur

Kategori

1










2













Variabel Dependen
ü  Status pemberian    ASI eksklusif.







Variabel Independen
ü  Ketersediaan ASI













ü pengetahuan       Ibu .

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan atau minuman lain sejak bayi baru lahir sampai usia 6 bulan.





Kecukupan ASI yang dihasilkan payudara ibu untuk bayinya setelah melahirkan.










Pengetahuan
adalah segala
sesuatu yang
diketahui ibu
tentang ASI
eksklusif.

1.                     ASI Eksklusif.
2.                    Tidak ASI Eksklusif










1.   Jikabayi sering menyusu sekitar 8 kali dalam 24 jam..
2.   Jika lama menyusuibayi  ≥10 menit.
3.   Jika dalam seharibayi kencing  ≥8 kali..




1.     Pengertian ASI eksklusif.
2.     Kandungan dalam ASI.
3.     Manfaat ASI eksklusif.

Observasi











kuesioner














kuesioner


Ordinal











Ordinal














Ordinal

1.    Ya =2
2.    Tidak =1








1.     Ya =2
2.    Tidak =1













1.     Ya =2
2.    Tidak =1


Melakukan = 2
Tidak melakukan = 1






Ø Cukup = 4­-6
Ø Kurang = 1-3










Ø Baik =
(76-100%)

Ø Cukup = (56-75%)
Ø   Kurang = (<56 span="span">

3.3   Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi 6 - 12 bulan pada bulan Juli-Agustus 2012 di wilayah kerja Puskesmaes Ilung Kecamatan Batang Alai Utara kabupaten Hulu Sungai Tengah, sebanyak 154 orang.
3.3.2   Sampel
Pada penelitian ini peneliti menentukan sampel setelah mengadakan studi pendahuluan. Sampel pada penelitian ini berjumlah 60 orang diantaranya:
Case (tidak memberikan ASI eksklusif) berjumlah 30 orang sedangkan Control (memberikan ASI eksklusif) berjumlah 30 orang.
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (non random) dimana pengambilan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria sampel :
3.3.2.1       Kriteri inklusi
Adalah kriteri dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel, yaitu:
a.    Ibu  yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Batang Alai Utara
b.     Ibu yang  mempunyai bayi  6-12 bulan.
c.     Sehat jasmani dan rohani
d.    Ibu yang bersedia berpartisipasi menjadi responden .
e.     Ibu yang dapat ditemui di tempat penelitian.
3.3.2.2       Kriteria eksklusi
Subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yaitu:
a.    Ibu yang tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas Batang Alai Utara serta tidak bersedia menjadi responden.

4.4.1 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara kabupaten Hulu Sungai Tengah.
4.4.2 Waktu
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Juli sampai 10 Agustus 2012.

3.5 Jenis Data dan Sumber Data
3.5.1 Jenis Data
a.    DataPrimer
Data primer diperoleh dari responden yang terpilih menjadi subyek penelitian dengan cara observasi dan pengisian kuesioner yang telah disiapkan, sebelum pengisian kuesioner, responden telah di minta persetujuan untuk menjadi sampel dan mengisi kuesioner penelitian dan dimana di dalam pertanyaan kuesioner ditanyakan tentang  pengertian ASI eksklusif.
b.    Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui data-data umum lokasi penelitian yang berasal dari Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara. Data tersebut yaitu semua data bayi umur 6-12 bulan. Dan data ASI eksklusif dan  tidak ASI eksklusif.
3.5.2   Sumber Data
Sumber data didapat dari responden dan berasal dari wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
3.6  Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.6.1 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen atau alat ukur dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan dan pernyataan tentang ASI eksklusif.
Kuesioner A berisi tiga pertanyaan mengenai ketersediaan ASI, pertanyaan terdiri dari jawaban ‘’ya’’ dan ‘’tidak’’. Pertanyaan yang bernilai positif, pilihan jawaban ‘’ya’’ di beri nilai ‘’2’’ sedangkan yang bernilai negatif pilihan jawaban ‘’ tidak’’ di beri nilai ‘’1’’. Jika menjawab dengan skor 4-6 dikategorikan cukup dan kalau menjawab dengan skor 1-3 dikategorikan kurang.
Kuesioner B berisi sepuluh pernyataan tentang pengetahuan responden mengenai ASI eksklusif terdiri dari jawaban ‘’ya’’ dan ‘’tidak’’. Pertanyaan yang bernilai positif, pilihan jawaban ‘’ya’’ di beri nilai ‘’2’’ sedangkan yang bernilai negatif pilihan jawaban ‘’ tidak’’ di beri nilai ‘’1’’. Jika menjawab dengan baik di beri nilai (76-100%), jika jawabannya cukup di beri nilai (56-75%), jika jawabannya kurang di beri nilai (< 56%), selanjutnya instrumen akan dilakukan uji validitas.

Patokan untuk menentukan validitas instrumen tersebut valid adalah dengan menentukan nilai r. Bila r hitung (α) > r tabel (α tabel) maka instrumen dinyatakan valid dan sebaliknya bila r hitung (α) < r tabel (α tabel) maka instrumen dinyatakan tidak valid dan perlu diperbaiki.
Setelah melakukan uji validitas instrumen dengan sampel yang diambil 10 ibu di BPS Mutiara Pekauman, pengumpulan data pada tanggal 16 Juli 2012. Data tersebut diuji kevalidannya menggunakan program komputer, dari 10 pernyataan untuk kuesioner pengetahuan ibu semua hasilnya valid, didapatkan hasil (Corrected item-total correlation) pada setiap soal yaitu: soal (1). 0,643, (2). 0,892, (3). 0,843, (4). 0,643, (5). 0,843, (6). 0,892, (7). 0,892, (8). 0,843, (9). 0,892, (10). 0,843, dari hasil r hitung kuesioner pengetahuan ibu jumlah responden 10 orang didapatkan nilai r tabel 0,632 dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai r hitung . dari r tabel yang artinya 10 soal untuk pengetahuan ibu semuanya adalah valid.
Patokan untuk membaca reliabilitas pernyataan adalah apabila r alpha > r tabel maka artinya reliabel. Hasil uji reliabilitas dari kuesioner pengetahuan ibu didapatkan r alpha 0,956, yang artinya dari pernyataan kuesioner tersebut r alpha > r tabel, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pernyataan kuesioner tersebut adalah reliabel.
3.6.2 Pengumpulan Data
Teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah  observasi dan kuesioner, yang berisi pertanyaan yang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan dan pernyataan yang dibagikan  kepada  responden dan responden tinggal memberikan  jawaban  atas pertanyaan yang ada di kuesioner dengan tanda cek list (√ ) dilembar yang diajukan oleh peneliti.

3.7 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut :
3.7.1.1 Editing
Peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuisioner dari responden.
3.7.1.2  Coding
Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk mempermudah mengolah data.
3.7.1.3 Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian ke dalam tabel kemudian diolah dengan bantuan komputer.
3.7.1.4 Entering
Memasukkan data kedalam komputer untuk selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan program komputer.
3.7.1.5  Cleaning
Memastikan bahwa seluruh data yang dimasukkan kedalam komputer sudah sesuai dengan sebenarnya atau proses pembersihan data.
3.7.2 Analisis Data
Analisis data digunakan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, yaitu:
3.7.2.1  Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang mendeskripsikan setiap variabel (variabel independen dan variabel dependen), sehingga tergambar fenomena yang berhubungan dengan variabel yang diteliti meliputi variabel independen yaitu ketersediaan ASI, pengetahuan Ibu dan variabel dependen status pemberian ASI eksklusif.
3.7.2.2 Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan  terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo 2010). Analisis statistik yang digunakan adalah Chi Square,

Jika analisis data dengan menggunakan uji Chi Square terpenuhi yaitu dengan syarat apabila pada tabel 2x2 dan tidak ada nilai expected count < 5 maka yang dibaca adalah continuity correction, apabila pada tabel lebih dari 2x2 maka yang diguanakan adalah uji pearson chi square dan apabila pada tabel 2x2 dijumpai nilai expected count < 5 lebih dari 20%, maka uji yang digunakan adalah Fisher`s Exact Test dengan taraf signifikansi yaitu 95% dan nilai kemaknaan 5% (α = 0,05).
Jika nilai p < α maka Ho ditolak berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen sedangkan jika nilai p > α maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

3.8 Etika Penelitian
Masalah etika penelitian meliputi:
3.8.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, jika responden bersedia diteliti maka responden harus mendatangani lembaran persetujuan tersebut, apabila responden tersebut menolak untuk di teliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati responden tersebut.
3.8.2 Tanpa Nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberikan nomer kode pada masing-masing lembar tersebut.
3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiallity)
Kerahasian responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau di laporkan sebagai hasil penelitian.


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data/Fakta
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1.1  Geografis
Puskesmas Ilung terletak di kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah, letak 2.38º – 2.46º LS 11512º – 11523º BT, jarak dari ibu kota kabupaten ± 10 km, dengan nama ibu kota kecamatan adalah Ilung, sedangkan batas-batas wilayah kerja Puskesmas Ilung adalah sebagai berikut :
a.    Sebelah Timur                : Wilayah Kerja Puskesmas Birayang             
   Kecamatan Batang Alai Selatan.
b.    Sebelah Barat                 : Wilayah Kerja Puskesmas Kambat
  Utara Kecamatan Pandawan.
c.    Sebelah Selatan              : Wilayah Kerja Puskesmas Barabai
  Kecamatan Barabai.
d.   Sebelah Utara                 : Wilayah Kerja Puskesmas Limpasu
  Kecamatan Limpasu.

4.1.1.2 Demografi
 Luas wilayah kerja Puskesmas Ilung 70,2 km², meliputi 14 (empat belas) desa, dengan jumlah 17.974 jiwa, jumlah KK 4.458 dan jumlah rumah 3772 buah.
Mayoritas penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ilung adalah beragama Islam dan memiliki sarana tempat ibadah yaitu Mesjid 22 buah dan 71 buah Langgar dan Mushola. Untuk sarana pendidikan yang tersedia terdiri dari 21 buah TK, 25 buah SD/MI, 4 buah SMPMTs, dan 1 buah SMAN.
Di wilayah Puskesmas Ilung mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani dan sebagian kecil adalah pedagang, pegawai negeri, buruh dan TNI/Polri.
Dalam rangka melaksanakan kegiatan Puskesmas Ilung mempunyai sarana dan prasarana :
a.    Satu buah Puskesmas induk yang bertempat di desa Ilung Kecamatan Batang Alai Utara dan tiga buah Puskesmas pembantu berlokasi di desa Sumanggi Seberang, Muara Rintis dan Dangu, serta 10 buah POSKESDES.
b.    Sarana Transportasi
Alat transportasi yang digunakan dalam rangka menunjang pelayanan di Puskesmas Ilung adalah roda empat pusling 1 buah dan roda dua sebanyak 4 buah.

4.1.2 Karakteristik Responden
Jumlah ibu yang mempunyai bayi 6-12 bulan dalam penelitian ini adalah 60 orang, dengan karakteristik sebagai berikut :
4.1.2.1 Karakteristik Responden Menurut Umur
Tabel 4.1 Umur Responden Di Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara

No
Umur
Jumlah (orang)
Persentase
1
<20 p="p" tahun="tahun">
6
10
2
20 – 30 tahun
35
58,3
3
>30 tahun
19
31,7
Total
60
100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui umur terbanyak adalah 20 – 30 tahun dengan jumlah 35 orang (58,3%) dan umur terkecil < 20 tahun sebanyak 6 orang (10%).

4.2 Analisa Data
4.2.1 Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran data distribusi frekuensi masing-masing variabel, yaitu variabel independen (ketersediaan ASI dan pengetahuan ibu) dan variabel dependen (ASI eksklusif dan tidak ASI eksklusif).
4.2.1.1 Gambaran Status pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara

No
Status Pemberian
Jumlah
Persentase
1
Tidak ASI Eksklusif
30
50
2
ASI Eksklusif
30
50
Total
60
100

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa status pemberian ASI eksklusif 1 : 1 atau 50 : 50 artinya seimbang 30 orang (50%) yang tidak ASI eksklusif dan 30 orang (50%) yang ASI eksklusif.
4.2.1.2 Gambaran Ketersediaan ASI
Tabel 4.3Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan ASI yang melakukan dan tidak melakukan pemberian ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara

Ketersediaan ASI
Status pemberian ASI
Total
Melakukan
Tidak  Melakukan
n
%
n
%
n
%
Cukup
21
70
11
36,7
32
53,3
Kurang
9
30
19
63,3
28
46,7
Total
30
100
30
100
60
100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa yang melakukan serta ketersediaan ASI cukup 21 orang (70%) dan yang kurang 9 orang (30%) serta yang tidak melakukan dengan ketersediaan ASI cukup 11 orang (36,7%) dan yang kurang 19 orang (63,3%).
.
4.2.1.3 Gambaran Pengetahuan Ibu
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang ASI eksklusif yang melakukan dan tidak melakukan pemberian Di Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara


Status Pemberian ASI
Pengetahuan Ibu

Total

Baik
Cukup
Kurang
n
%
n
%
n
%
n
%
Melakukan
19
63,3
9
30
2
6,7
30
100
Tidak Melakukan
7
23,3
10
33,3
13
43,4
30
100
Total
26
43,3
19
31,7
15
25,0
60
100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui yang melakukan pemberian ASI dengan Pengetahuan Ibu baik 19 orang (63,3%), cukup 9 orang (30%), dan kurang 2 orang (6,7%) serta yang tidak melakukan pemberian ASI  dengan Pengetahuan Ibu baik 7 orang (23,3%), cukup 10 orang (33,3%), dan kurang 13 orang (43,4%).

4.2.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen (ketersediaan ASI dan pengetahuan ibu) dan variabel dependen (ASI eksklusif dan tidak ASI eksklusif).
4.2.2.1       Hubungan antara faktor ketersediaan ASI dengan status pemberian ASI eksklusif.
Tabel 4.5 Hubungan antara faktor ketersediaan ASI dengan status pemberian ASI eksklusif DI Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara




Ketersediaan
ASI

Status Pemberian ASI




Total



%
Melakukan
%
Tidak Melakukan
%
Cukup
21
65,6
11
34,4
32
100
Kurang
9
32,1
19
67,9
28
100
Total
30
50
30
50
60
100
χ2 = 6,696                                                                                           p = 0,01
  
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dari 60 responden yang memiliki ketersediaan cukup namun status pemberian ASInya melakukan 21 orang (65,6%) dan yang tidak melakukan 11 orang (34,4%). Kemudian responden yang ketersediaan ASInya kurang namun melakukan 9 orang (32,1%) dan yang tidak melakukan 19 orang (67,9%) dan dari hasil analisis uji chi square diperolah nilai p = 0,01 < alpha 0,05. Berdasarkan keputusan dapat dikatakan ada hubungan bermakna antara faktor ketersediaan ASI dengan status pemberian ASI eksklusif.

4.2.2.2       Hubungan antara faktor ketersediaan ASI dengan status   pemberian ASI eksklusif
Tabel 4.6 Hubungan antara faktor ketersediaan ASI dengan status   pemberian ASI eksklusif DI Wilayah Kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara




Pengetahuan

Status Pemberian ASI




Total



%
Melakukan
%
Tidak Melakukan
%
Baik
19
73,1
7
26,9
26
100
Cukup
9
47,4
10
52,6
19
100
Kurang
2
13,3
13
86,7
15
100
Total
30
50
30
50
60
100
χ2 = 13,658                                                                                         p = 0,001

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dari 60 responden yang memiliki pengetahuan baik namun melakukan pemberian ASI 19 orang (73,1%) dan yang tidak melakukan 7 orang (26,9%) dan yang memiliki pengetahuan cukup namun melakukan pemberian ASI 9 orang (47,4%) yang tidak melakukan pemberian ASI 10 orang (52,6%) kemudian yang memiliki pengetahuan kurang namun melakuakan pemberian ASI 2 orang (13,3%) dan yang tidak melakukan 13 orang (86,7%) dari data diatas diketahui nilai p = 0,001 < alpha = 0,05 berarti ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan status pemberian ASI.

4.3 Pembahasan
4.3.1   Gambaran ketersedian ASI dengan status pemberian ASI
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukan bahwa yang melakukan pemberian ASI dan ASInya cukup (35%) dan ketersediaan ASInya cukup dan status pemberiannya tidak melakukan (18,3%) hasil ini didapatkan dari jawaban kuesioner yang di bagikan kepada ibu tentang ketersediaan ASI itu dapat dilihat dari durasi waktu menyusu bayi dan BAK bayi tersebut.
Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI beberapa kriteria sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak dapat diketahui dengan ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui putting, sebelum disusukan payudara terasa tegang, jika ASI cukup setelah bayi menyusu bayi akan   tertidur/tenang selama 3-4 jam, bayi BAK 6-8 kali dalam satu hari, bayi BAB 3-4 kali sehari, bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam, ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI, ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai menyusu, urin bayi biasanya kuning pucat (soetjiningsih, 2002). Berdasarkan uraian tersebut cara mudah mengetahui ASI itu cukup atau tidak dengan cara melihat BAK maupun BAB bayi serta durasi menyusunya.

4.3.2   Gambaran pengetahuan ibu dengan status pemberian ASI
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukan pengetahuan ibu baik serta melakukan (31,7%) dan yang tidak melakukan (11,6%) serta kurang (21,7%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa yang berpengetahuan baik lebih cenderung memberikan ASI eksklusif dibanding yang berpengetahuan cukup sedangkan yang berpengetahuan kurang lebih dominan tidak memberikan ASI eksklusif, dengan kata lain ada keterkaitan antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa. Sebagai besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan uraian tersebut bahwa pengetahuan seseorang tergantung bagaimana orang tersebut dapat memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi terhadap suatu objek tersebut begitu juga yang dalam pemberian ASI eksklusif.

4.3.3   Hubungan antara ketersediaan ASI dengan status pemberian ASI eksklusif
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa dari 60 ibu di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah ketersediaan ASInya cukup dan melakukan pemberian ASI (65,6%) sedangkan yang tidak melakukan (34,4%) dan ketersediaan ASInya kurang (67,9%).
Hal ini menggambarkan bahwa ibu yang memberikan ASI kepada bayinya kebanyakan ASInya cukup dan yang tidak memberikan ASInya kurang, ada juga ibu yang ASInya cukup tetapi tidak memberikan sebagian di karenakan pengetahuannya yang kurang tentang pentingnya ASI untuk tumbuh kembang bayinya.
Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI beberapa kriteria sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak dapat diketahui dengan ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui putting, sebelum disusukan payudara terasa tegang, jika ASI cukup setelah bayi menyusu bayi akan   tertidur/tenang selama 3-4 jam, bayi BAK 6-8 kali dalam satu hari, bayi BAB 3-4 kali sehari, bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam, ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI, ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai menyusu, urin bayi biasanya kuning pucat (soetjiningsih, 2002). dan dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik chi square diperolah nilai p = 0,01 < alpha 0,05 berarti Ho ditolak dapat dikatakan ada hubungan bermakna antara faktor ketersediaan ASI dengan status pemberian ASI eksklusif.

4.3.4  Hubungan antara pengetahuan ibu dengan status pemberian ASI   eksklusif
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa dari 60 ibu di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah tentang pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif didapatkan hasil ibu yang pengetahuannya baik dan melakukan pemberian ASI (73,1%) sedangkan ibu yang pengetahuannya cukup (47,4%) dan yang kurang dan tidak melakukan pemberian ASI (86,7%) dapat dilihat disini bahwa ibu yang berpengetahuan baik cenderung memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dibanding ibu yang berpengetahuan cukup maupun kurang serta tidak melakukan pemberian ASI. Pengetahuan tentang ASI, ini dikarenakan ibu tidak mengetahui pentingnya ASI, zat-zat yang terkandung didalam ASI dan juga ibu yang berpengetahuan cukup dan kurang ini terpengaruh dengan gencarnya iklan produk susu formula sehingga sebagian besar ibu ini tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

Menurut teori Notoatmodjo (2007) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa. Sebagai besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dalam hal ini pengetahuan seseorang mempunyai tingkatan-tingkatan, sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin baik pula dalam melaksanakan suatu prosedur yang dikerjakannya sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang maka akan menyebabkan ketidakmampuan dalam melakukan suatu prosedur dan menyebutkan juga bahwa, individu atau masyarakat yang telah mencapai tingkat pengetahuan aplikasi akan mampu melaksanakan suatu prosedur dengan baik. Tingkat pengetahuan aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajarinya pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
Dapat dirasionalkan bahwa responden dengan dengan pengetahuan yang baik mereka lebih cendrung dapat mengaplikasi, menganalisis, dan mengevaluasi mana yang menurut mereka ASI eksklusif sangat baik untuk tumbuh kembang bayinya. Mereka yang berpengetahuan yang cukup dan kurang sangat banyak berkemungkinan tidak melakukan pemberian ASI eksklusif dikarenakan bisa dari ketersediaan ASInya yang kurang jadi ibu tahu tentang baiknya pemberian ASI tersebut tetapi dari ketersediaan ASInya kurang.
Berdasarkan tabel diatas dari 60 responden yang memiliki pengetahuan baik namun melakukan pemberian ASI 19 orang (73,1%) dan yang tidak melakukan 7 orang (26,9%) dan yang memiliki pengetahuan cukup namun melakukan pemberian ASI 9 orang (47,4%) yang tidak melakukan pemberian ASI 10 orang (52,6%) kemudian yang memiliki pengetahuan kurang namun melakuakan pemberian ASI 2 orang (13,3%) dan yang tidak melakukan 13 orang (86,7%) dari data diatas diketahui nilai p = 0,001 < alpha = 0,05 berarti ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan status pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Ilung Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menemukan berbagai keterbatasan penelitian :
4.4.1 Dalam pengumpulan data atau untuk membagikan kuesioner peneliti kesulitan menemukan tempat tinggal ibu atau responden yang terpencar di desa yang sebagian tidak diketahui oleh peneliti, sehingga peneliti meminta bantuan orang yang lebih mengetahui tempat tinggal sasaran penelitian ini.
4.4.2 Dalam pengumpulan data untuk pertanyaan serta pernyataan peneliti tidak menambahkan kata-kata tentang saat anak ibu umur 0-6 bulan, karena dalam penelitian yang menggunakan rancangan penelitian case control peneliti harus memutar ingatan responden beberapa bulan kebelakang dan ditakutkan terjadi bias recall.
4.4.3 Peneliti hanya meneliti tentang hubungan antara ketersediaan ASI dan pengetahuan ibu saja, tanpa melihat secara spesifik faktor-faktor lain yang berhubungan dengan status pemberian ASI, serta data yang didapatkan adalah data sekarang.

4.5  Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan
Sebagai bahan masukan bagi ibu untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif serta bisa mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif ini pada bayinya serta sangat banyak manfaat maupun kandungan zat-zat untuk tumbuh kembang  bayinya, dan bagi profesi keperawatan sangat penting karena peran perawat untuk memberi informasi tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif ini pada bayi sampai 6 bulan, serta buat ibu jangan malu dan jangan sungkan untuk bertanya apalah lagi masalah ilmu pengetahuan di bidang keperawatan yang semakin berkembang.



BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, makadapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
5.1.1 Jumlah responden yang memberikan ASI eksklusif  30 responden (50%) dan yang tidak memberikan ASI eksklusif 30 responden (50%).
5.1.2 Sebagian besar responden yang tidak melakukan pemberian ASI  eksklusif  karena ketersediaan ASInya kurang 67,9%.
5.1.3 Sebagian besar responden yang tidak melakukan pemberian ASI eksklusif  karena pengetahuannya kurang tentang ASI eksklusif 86,7%.
5.1.4 Ada hubungan bermakna antara ketersediaan ASI dengan status pemberian ASI.
5.1.5 Ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan status pemberian ASI.

5.2    Saran
5.2.1   Bagi Masyarakat
Diharapkan sebagai bahan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan ibu menyusui pada khususnya tentang pentingnya ASI eksklusif yang merupakan salah satu bentuk keperdulian dalam meningkatkan kesehatan anak dan bayi.
5.2.2   Bagi petugas kesehatan (Puskesmas)
Untuk menjadi bahan masukan dalam meningkatkan kegiatan dalam program pemberian ASI eksklusif.
5.2.3   Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data bagi peneliti lainnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.






DAFTAR RUJUKAN

Ambarwati, (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.

Departemen Kesehatan RI, (2005).  Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI eksklusif: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. (2011). Laporan Hasil Tentang ASI Eksklusif 2011. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. (2011). Profil Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2011. Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Elly. (2007). Produksi ASI dan faktor yang mempengaruhinya. (Internet). <http://creasoft.wordpress.com/2008/05/08/produksi-asi-dan-faktor-yang-mempengaruhinya/> (Diakases 25 Maret 2012)

Hubertin, S,P (2003). Konsep penerapan ASI Eksklusif. Buku Saku untuk Bidan. Jakarta: BukuKedokteran EGC.

Moody, Jane, dkk. (2006). Menyusui Cara Mudah, Praktis, & Nyaman. Jakarta: Arcan.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Prasetyono, (2009). Buku Pintar ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda.

Perinasia. (2003) Manajemen Laktasi: Menuju Persalinan Aman dan Bayi Baru Lahir Sehat. Jakarta. Perinasia.

Riskesdas.(2010) Data Riset Kesehatan Dasar (Internet). Tersedia dalam <http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf>(Diakases 25 Maret 2012)

Roesli, U. (2005a), Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Tubulus Agriwidya.

Roesli, U. (2005b),  Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif, makanan Pendamping Tepat dan Imunisasi Lengkap, Jakarta: PT Elek Media Komputindo.

Roesli, U. (2009), Panduan Praktis Menyusui, Jakarta: Pustaka Bunda

Sinsin. (2012). Agar ASI lancar diawal masa menyusui (Internet). Tersedia dalam <http://keluargasehat.com/ keluarga-ibu-isi-php?news.id=924> (Diakses 08 Januari 2012).

Siregar, A. (2004). Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor–faktor yang          Mempengaruhinya. Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara (Internet). Tersedia dalam: < www.library.usu.co.id > (Diakses 25 Maret 2012)

Sulistyawati, (2009). Buku ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Soetjiningsih, (2002),  ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

STIKES Muhammadiyah Banjarmasin, (2012). Buku Panduan Skripsi Program Studi S1. Keperawatan. Banjarmasin: STIKES Muhammadiyah Banjarmasin.

Wiknjosastro, G. H. (2009). Fisiologi Janin. Jakarta : PT Bina Pustaka.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar