Selasa, 22 Mei 2012

pemberian ASI harus ada NIAT



KATA kunci keberhasilan memberikan ASI eksklusif kepada buah hati adalah disiplin. Hal itu tak bisa ditawar-tawar lagi mengingat banyak tantangan harus dihadapi si ibu.Hal tersebut terutama kerap dirasakan perempuan yang berkarier. Sebagai contoh, presenter Melissa Karim. Banyak kendala harus dia lewati sebelum pada akhirnya putranya, Jazz yang kini berusia 13 bulan, bisa menikmati ASI eksklusif. Saat men jalani program ASI eksklusif, Melissa sem pat mengalami mastitis, yakni peradangan di jaring an payu dara, di bulan bulan pertama setelah putranya lahir. Karena itu, ia tak bisa dengan lancar memberikan ASI kepada Jazz.

“ASI-ku enggak keluar. Mungkin karena anakku nyedotnya enggak bareng, hanya bagian atasnya aja. Jadi, bagian bawahnya numpuk. Itu rasanya sakit banget. Akhirnya, aku sempat ke klinik menyusui sama fisioterapi khusus untuk mastitis. Payudaraku dipijat sakit banget sampai kayaknya mau jedotin kepala,“ kisah Melissa di Jakarta, Kamis (3/5) lalu. Terapi tersebut tak membuahkan hasil hingga Melissa berkonsultasi kepada salah seorang dokter. Ternyata, ia hanya cukup mengompres payudaranya dengan air hangat untuk mengatasi rasa sakitnya.



Sejak itu, ia bisa memberikan ASI dengan lebih lancar.

“Aku jadi bisa menyetok susu buat anakku. Enggak banyak sih, tapi cukup buat dia. Sampai umur tujuh bulan, dia enggak mau lagi menyusu soalnya kan kalau menyusu itu harus sabar. Anaknya enggak sabaran. Mungkin karena dari kecil itu aku udah ngebiasain minum dari botol, ya? Akhirnya, sekarang minum susu formula deh,” ujar dia.

Pertama kali ia sedih karena Jazz menolak untuk disusui. Namun, ia sendiri tak bisa memaksa putranya untuk tetap minum ASI. Ia menemukan hal lain yang bisa dilakukan setelah tak lagi menyusui putranya.

Yakni, peralatan yang dimilikinya ia sumbangkan kepada adik ipar karena masih berfungsi dengan baik. Itu berarti uang yang dikeluarkan untuk membeli peralatan pendukung menyusui tak sia-sia.

“Pompa yang udah enggak kupakai aku sumbangkan ke adik ipar aku. Jadi, keliling begitu. Ngebersihin payudara juga enggak perlu pakai minyak mahal. Aku sendiri hanya pakai olive oil kok. Enggak harus yang bermerek. Jadi, ASI itu sebenarnya paling murah sedunia. Paling pengeluaran yang besar itu di makan aku. Soalnya kalau udah menyusui, bawaannya lapar melulu,” ujarnya sembari tertawa.

Hal yang sama juga dirasakan Anggi Kusumadewi, 28. Tidak ada persiapan khusus yang dilakukan Anggi saat memutuskan untuk memberikan ASI kepada putrinya, Aliyah Izar Azalia, yang kini berusia 19 bulan. Ia baru mencicil membeli peralatan setelah bayinya lahir, dengan total pengeluaran di bawah Rp1 juta. Itu harus dilakukannya karena ia akan kembali bekerja.

“Mau menyusui secara eksklusif itu harus niat. Apalagi, kalau liputan kan enggak semua tempat ada lokasi yang enak untuk memerah susu. Jadi, harus pintar-pintar,” ujar wanita yang berprofesi sebagai jurnalis ini.

Niat itu selalu ia perkuat dengan mengikuti milis untuk ibu-ibu menyusui. Dengan milis tersebut, ia selalu termotivasi untuk memberikan ASI meskipun dihadang kendala. Motivasi itu disadarinya betul setelah melihat banyak ibu berhenti di tengah jalan meski mereka sudah mempersiapkan segala alat penunjang.

“Yang perlu ditekankan itu niatnya. Di kantor saja, dari yang awalnya sekitar tujuh ibu-ibu, sekarang yang tersisa hanya dua orang yang rajin memompa. Sisanya enggak ngerti deh. Untungnya, ASI gue lancar dari awal sampai sekarang. Itu berarti rezekinya anak gue,” cetusnya sembari tertawa. (Din/M-1)

Sumber : Media Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar