Kamis, 10 Januari 2013

LAPORAN PENDAHULUAN CA NASSSOFARING





LAPORAN PENDAHULUAN CA NASSSOFARING







KARSINOMA NASOFARING






1. KONSEP DASAR


1. PENGERTIAN


Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada faring bagian atas (nasofaring)


2. ANATOMI


Nasofaring merupakan suatu ronga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Kea rah posterior dinding nasofaring melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sphenoid, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralisdan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius diamana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehinga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Kearah posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding posterior-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan edenoid. Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause(kelenjarReuviere).








3. INSIDEN


Insidens karsinoma nasofaring tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina bagian selatan. Khususnya suku Kanton di propinsi Guang Doang dengan angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk pertahun. Insidens karsinoma nasofaring juga banyak pada daerah yang banyak dijumpai imigran Cina, misalnya di Hongkong, Amerika serikat, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insidens yang terendah pada bangsa kaukasian, Jepang dan India.


Penderita Karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria disbanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif ( 30-60 tahun). Dengan usia terbanyak adalah 40-50 tahun.


Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Survey yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathologi based”mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000-8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.


4. ETIOLOGI


Kaitan antara virus Epstein-Barr dan komsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbunya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk kedalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk mengkomsumsi ikan asin secara terus menerus muali dari masa kanak-kanak, merupakan mediator uatama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.


Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :


1. Nitrosamin yang banyak terdapat pada ikan asin, makanan yang diawetkan


2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup


3. Sering kotak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti :


1. Benzopyrenen


2. Benzoanthracene


3. Gas kimia


4. Asap industry


5. Asap kayu


6. Beberapa ekstrak tumbuhan


7. Ras dan keturunan


8. Radang kronis daerah nasofaring


9. Provil HLA


10. HISTOPATOLOGI


Klasifikasi gamabaran histopatologi yang direkomendasikan oleh organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sbelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :


1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Tipe ini daoat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.


2. Karsinoma non –keratinisasi (Non keratinizing Carcinoma)


Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.


3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undiffrentiated Carcinoma)


Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.


4. MANIFESTASI KLINIK


Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :


1. Gejala nasofaring


Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)


2. Gangguan pada telinga


Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)


3. Gangguan mata dan syaraf


Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.


4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.


5. DIAGNOSIS


Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring, protol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor :


1. Anamnesis/ Pemeriksaan fisik


2.Pemeriksaan Nasofaring


3.Biopsi Nasofaring


4.Pemeriksaan Patologi Anatomi


5.Pemeriksaan kranial x-ray


6.Pemeriksaan neuro-olfalmologi


7. Pemeriksaan serologi


Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :


T : Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan prluasannya


T0 : Tidak tampak Tumor


T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring


T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi , tetapi masih di dalam rongga nasofaring


T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring


T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak


N : Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional


N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar


N1 : terdapat Pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan


N2 : terdapat Pembesaran kelenjar kontralateral/bilateral yang masih dapat digerakkan


N3 : terdapat Pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral/bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar.


M : Metastase, menggambarkan metastase jauh


M0 : Tidak ada metastase jauh


M1 :terdapat metastase jauh


Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :


Stadium I : T1 N0 M0


Stadium II: T2 N0 M0


Stadium III: T3 N0 M0


T1 T2 T3 N1 M0


Stadium IV: T4 N0 N1 M0


Tiap T N2, N3 M0


Tiap T Tiap N M1,2,3,9-13


Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :


Tis : Carcinoma in situ


T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil rania


T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding posterior-superior dan dinding lateral


T3 : Perluasan tomur sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring


T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial.


8. PENATALAKSANAAN


1. Radioterapi


Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi


2. Kemoterapi


Kemoterapi sebaga terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternya dapat meningkatan hasil terapi, terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.


3. Operasi


Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.


4. Imunoterapi


Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.


5. PENCEGAHAN


Pemberian vaksin pada penduduk dengan resiko tinggi dapat dilakukan untuk mengurangi angka kejadian penyakit ini pada daerah tersebut



6. KONSEP KEPERAWATAN


1. Aa


2. Aa


3. Aa


4. Aa


5. Aa


6. 





DAFTAR PUSTAKA






Doenges M E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta


Effiaty Arsyad S,Dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi 3. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta


http :///www.medicastore.com. Kanker Nasofaring. Diakses tanggal 9 Pebruari 2009


http :///www.orientumor.com/id/indeks.htm. Kanker Nasofaring setelah Terapi Konvensional Gagal. Bagaimana Terapinya ? Diakses tanggal 9 Pebruari 2009


http://suaramerdeka.com/smcetak/. Hati-hati Benjolan di Leher
Gejala Kanker Nasofaring. Diakses 9 Pebruari 2009


http://www.gizi.net/. Kebanyakan Ikan Asin Bisa Kanker Nasofaring. Diakses 9 Pebruari 2009.


Sjamsuhidayat,R & Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta


Smeltzer, Suzanne C and Brenda. 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar