Sabtu, 07 April 2012

TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN

KONSEP DASAR
TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN



A.          Pengertian

Trauma pada saluran perkemihan adalah adanya benturan pada saluran perkemihan ( ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra ). Pada laki-laki dapat pula mengenai scrotum, testis dan prostat.


B.           Jenis-jenis trauma

1.      Trauma Ginjal
Ginjal dilindungi oleh tulang-tulang iga dan otot-otot abdomen posterior yang kuat. Beratnya trauma berbeda, dapat contosio, robekan pankhim sebagian dan seluruhnya, atau bahkan ruptur pedikal ginjal.

a.       Etiologi
-    Trauma tumpul ( tersering ).
Perkelahian, terjatuh, olah raga dengan kontak, kecelakaan lalu lintas.

-    Trauma tembus
Tembakan, ruda paksa tusukan, senjata tajam.

-    Akselerasi / Deselerasi
Kecelakaan lalu lintas yang mengenai pedical ginjal.

-    Tatrogenik
Biopsi ginjal, koliktomi.

-    Ginjal patologis
Ginjal patologis lebih mudah terjadi trauma sehubungan dengan lemahnya pertahanan ginjal ( seperti : Ginjal polikistik, hidronefrosis, ginjal ektopik. ).

b.      Patofisiologi
Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah yang terlindung oleh lapisan lemak, tulang rusuk dan otot abdomen. Karena benturan yang keras, maka benturan ini akan diteruskan kesemua tekanan hidrostatik dan capsula fibrosa parenkhim ginjal yang selanjutnya menyebabkan kerusakan.

c.       Tanda dan gejala
-    Rasa sakit / nyeri daerah trauma ---- ginjal ---- bahkan sampai syok.
-    Hematuri.
-    Hematom pada pinggang.
-    Teraba masa pada pinggang.
-    Nyeri tekan pada daerah trauma.

d.      Pemeriksaan laboratorium / diagnostik
-    Hematokrit menurun ( karena perdarahan ).
-    HB menurun.
-    Pemeriksaan IVP : Memperlihatkan suatu daerah berwarna abu-abu didaerah trauma karena hematom dan ekstravasi urine.
-    Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasi urine pada sisi yang terkena.
-    CT Scan                   : Untuk mendeteksi hematom retroperineal dan konfigurasi ginjal.

e.       Diagnosa banding
-                                                    Fraktur vertebra / iga dan hematom retroperineal.
-                                                    Trauma traktus urogenitalis lain.

f.       Penatalaksanaan
-                                                    Konservatif
·         Istirahat total.
·         Transfusi.
·         Obat-obat konservatif.

-                                                    Operatif
·         Operasi untuk penjahitan suatu laserasi bila fungsi ginjal masih baik.
·         Nefrotomi.

g.      Komplikasi
- Awal    : Infeksi, perdarahan.
- Lanjut  : Stenosis fibrotik dari arteri ginjal, hipertensi, hidronefrosis.


2.      Trauma Ureter
Trauma ureter jarang sekali terjadi karena struktunya fleksibel dan terlindung oleh tulang dan otot.
a.       Etiologi
-    Operasi daerah punggung dan abdomen, dimana ureter terpotong.
-    Tindakan kateterisasi : ujung kateter menembus dinding ureter.
-    Pemasukan zat alkali terlalu kuat.

b.      Tanda dan gejala
-    Anuria / oliguria berat setelah pembedahan didaerah pelvis dan abdomen.
-    Nyeri daerah panggul.
-    Ekstravasase urine.
-    Drainase urine melalui luka operasi.
-    Ileus terus menerus.

c.       Pemeriksaan laboratorium / diagnostik
-    Tes fungsi ginjal : abnormal bila traumanya bilateral.
-    Urografi ekskresi : ekstravasase urine.
-    Urografi retrogad : menentukan sifat dan tempat trauma.

d.      Diagnosa banding
-                                                    Vesikovagina dan uretrovaginal.
-                                                    Kausa oliguri dan anuria pre renal.

e.       Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke vesika urinaria. Apabila terjadi trauma pada ureter, maka akan terjadi gangguan aliran atau terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis yang dihubungkan gangguan tersebut.
f.       Komplikasi
-                                                    Fistula ureter.
-                                                    Infeksi retroperitoneal.
-                                                    Pyelonefritis.
-                                                    Obstruksi ureter karena stenosis.

g.      Penatalaksanaan
-    Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter sebelum dilakukan operasi pada daerah ginjal dan abdomen untuk identifikasi.
-    Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :
·         Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat ditanamkan ke buli-buli.
·         Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
·         Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.
-    Terapi konservatif berupa analgetik dan antibiotik.

3.      Trauma Vesika Urinaria
a.       Etiologi
-          Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
-          Trauma tembus.
-    Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral Resection ( TUR )

b.      Patofiisiologi
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan  tekanan intravesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal.

c.       Tanda dan gejala
-    Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.
-    Hematuria.
-    Ketidakmampuan untuk buang air kecil.
-    Regiditas otot.
-    Ekstravasase urine.
-    Suhu tubuh meningkat.
-    Syok.
-    Tanda-tanda peritonitis.

d.      Pemeriksaan laboratorium / diagnostik
-    Hematokrit menurun.
-                                              Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pinddah atau tertekan.

e.       Diagnosa banding
Ruptur uretra atau ginjal.

f.       Komplikasi
-                                                    Urosepsis.
-                                                    Klien lemah akibat anemia.

g.      Penatalaksanaan
-    Atasi syok dan perdarahan.
-    Istirahat baring sampai hematuri hilang.
-    Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria intra peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.

4.      Trauma Uretra
Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya ruptur terjadi pada pars membranesea. Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering dialami pria.

a.       Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah peritonium dan pelvis.

b.      Tanda dan gejala
-    Perdarahan dari uretra.
-    Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
-    Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
-    Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat dan keadaan umum memburuk.

c.       Klasifikasi
-                                                    Trauma Grade I ( ringan ).
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan per uretra ( darah langsung keluar dari uretra ).

-                                                    Trauma Grade II ( sedang ).
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus dan kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.

-                                                    Trauma Grade III ( berat ).
Pada tingkat ini uretra mengalami ruptur, bulbus cavernosus hancur dan vesika buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit, perdarahan mula-mula pada daerah peritoneum terus ke scrotum selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.

d.      Pemeriksaan diagnostik
-                                              Rectal Toucher
Bila ruptur terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba, sebaliknya akan teraba hematome berupa masa lunak dan kenyal.

-                                              Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi ruptur.

e.       Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan strictura ureter.
f.       Penatalaksanaan
-    Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian antibiotika.
-    Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi perineostomi ) untuk mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang DC.
-    Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada tidaknya striktura.

g.      Prognosis
Baik, bila dilakukan dengan cepat.

5.      Trauma Penis
Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut karet atau penyempit lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat menyebabkan necrosis. Kadang-kadang terjadi kerusakan jaringan penis pada kecelakaan industri dalam hal ini mungkin diperlukan skin graf.

6.      Trauma Scrotum
Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan syok bila testis mengalami kontosio, laserasi / ruptur total, mungkin diperlukan eksplorasi scrotum. Penyembuhan setelah trauma hebat biasanya disertai atropi testis.







ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
TRAUMA GINJAL


A.          Pengkajian

1.      Data Subjektif
-    Klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang yang terkena.
-    Klien mengatakan kencingnya bercampur darah.
-    Klien mengatakan ada luka memar pada daerah pinggang setelah dia terjatuh.

2.      Data Objektif
-    Nyeri tekan pada daerah trauma.
-    Teraba masa pada pinggang yang terkena / trauma.
-    Hematuri.
-    HT menurun.
-    HB menurun.
-    Pada pemeriksaan IVP :
·         Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna abu-abu di daerah trauma.
·         Memperlihatkan ekstravasasi urine.
-    Urogram ekskresi  :
Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi urine pada sisi yang terkena.
-    CT Scan  :
Memperlihatkan adanya hematom retroperineal dan konfigurasi ginjal.

B.           Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) s/d Kerusakan jaringan ( trauma ) pada daerah ginjal, ditandai dengan :
-          Klien mengeluh nyeri  pada daerah pinggang yang terkena.
-          Adanya nyeri tekan pada daerah pinggang yang terkena.
-          Ekspresi wajah meringis / tegang

Intervensi

a.       Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan karakteristiknya.
( rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan adanya komplikasi ).
b.      Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler.
( rasional : Mmemudahkan drainase cairan / luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan ).
c.       Berikan tindakan kenyamanan, misalnya nafas dalam, tekhnik relaksasi / visualisasi.
( rasional : Meningkatkan kemampuan koping dengan memfokuskan perhatian pasien ).
d.      Kolaborasi untuk pemberian analgesik.
( rasional : Menurunkan laju metabolisme yang membantu menghilangkan nyeri dan penyembuhan ).

2.      Gangguan eliminasi urine s/d robeknya ginjal ditandai dengan hematuria.

Intervensi

a.       Kaji pola berkemih seperti frekwensi  dan jumlahnya.
( rasional : Mengidentifikasi fungsi kandung kemih, fungsi ginjal dan keseimbangan cairan ).
b.      Observasi adanya darah dalam urine.
( rasional : Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan / ginjal dapat menyebabkan sepsis ).
c.       Istirahat baring sekurang-kurangnya seminggu sampai hematuri hilang.
( rasional : Menurunkan metabolisme tubuh agar energi yang tersedia difokuskan untuk proses penyembuhan pada ginjal ).
d.      Lakukan tindakan pembedahan bila perdarahan terus berlangsung.
( rasional : Tindakan yang cepat / tepat dapat meminimalkan kecacatan ).

3.      Gangguan pemenuhan aktifitas s/d kelemahan fisik sekunder terhadap trauma, ditandai dengan :
-          Klien tampak lemah.
-          Aktifitas dibantu oleh orang lain / keluarga.

Intervensi

a.       Kaji kemampuan fungsional dengan skala 0 – 4.
( rasional : Untuk menentukan tingkat aktifitas dan bantuan yang diberikan ).
b.      Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.
( rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh tubuh  dan mencegah penekanan pada daerah tubuh yang menonjol ).
c.       Lakukan rentang gerak aktif dan pasif.
( rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma dan mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus ).
d.      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.
( rasional : Bantuan yang memberikan sangat bermanfaat  untuk menghemat energi  yang dapat digunakan untuk membantu proses penyembuhan luka ).

4.      Potensial syok hipovolemia s/d pemutusan pembuluh darah

Intervensi

a.       Observasi tensi, nadi, suhu, pernafasan dan tingkat kesadaran pasien.
( rasional : Terjadinya perubahan tanda vital merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hypovolemia dan penurunan curah jantung).
b.      Berikan cairan IV sesuai kebutuhan.
( rasional : Perbaikan volume sirkulasi biasanya dapat memperbaiki  curah jantung ).
c.       Berikan O2 sesuai kebutuhan.
( rasional : Kadar O2 yang maksimal dapat membantu menurunkan  kerja jantung ).
d.      Kolaborasi  pemberian obat-obatan anti perdarahan.
( rasional : Untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan yang sedang berlangsung ).
e.       Bila perdarahan tetap berlangsung dan KU memburuk pikirkan tindakan bedah.
( rasional : Tindakan yang segera dapat menghindarkan keadaan  yang lebih memburuk ).

5.      Potensial infeksi s/d adanya luka trauma.

Intervensi

a.       berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tekhnik cuci tangan yang baik.
( rasional : Cara pertama untuk menghindari infeksi nasokomial ).
b.      Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti adanya inflamasi.
( Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya ).
c.       Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam dan menggigil.
( rasional : Dapat mengindikasikan  perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera ).
d.      Berikan antibiotik sesuai indikasi.
( rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma / perlukaan ).

6.      Potensial gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan

Intervensi

a.       Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktifitas perawatan.
( rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen )
b.      Pantau frekwensi dan irama jantung, perhatikan disritmia.
( rasional : Bila terjadi tachikardi, mengacu pada stimulasi sekunder sistem syaraf simpatis untuk menekan respons dan menggantikan kerusakan pada hypovolemia relatif dan hipertensi ).
c.       Perhatikan kualitas / kekuatan dari denyut perifer.
( rasional : Pada awal nadi cepat / kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat menjadi lemah dan lambat karena hipotensi terus menerus ).
d.      Berikan O2 sesuai kebutuhan.
( rasional : Memaksimalkan oksigen yang tersedia untuk masukan seluler ).









DAFTAR  PUSTAKA



Junaidi, purnawan, dkk kapita selecta kedokteran, edisi kedua, FKUI.1982.
Depkes RI, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan / Penyakit Sistem Urogenital, Jakarta.1996.
Purwadijanto, Agus, Kedaruratan Medik, edisi ketiga, P.T Bina Rupa Aksara, Jakarta.1981.
Doengoes,Merilynn, E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga, penerbit buku kedokteran. EGC.1999.
Schrock, Theodore R. Ilmu Bedah, EGC. Jakarta.
Scholtmeijer.R.J. 1987. Urologi. EGC. Jakarta.
Badenoch, david 1989. Urologi, Bina Rupa Aksara. Jakarta














Tidak ada komentar:

Posting Komentar