Sabtu, 07 April 2012

Gagal jantung

BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

      Gagal jantung terjadi jika curah jantung  tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan O2. kondisi ini sangat letal dengan mortalitas berkisar antara 15-50% pertahun, bergantung pada keparahan penyakitnya. mortalitas sebanding dengan usia dan risiko pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan. Dari penggalapenjelasan diatas kami akan mencoba menguraikan tetntang pengobatan tentang gagal jantung yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup seseorang dengan diagnosis penyakit gagal jantung.


  1. Tujuan Penulisan

  1. Untuk menambah wawasan tentang pengobatan Gagal jantung melalui mekanisme pengaruh obat-obatan didalam tubuh manusia dan efek sampingnya.
  2. Untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Farmakologi oleh dosen pengampu Bapak Dr. Subhan Yudhi.


  1. Sistematika Penulisan
      Bab I               : Pendahuluan
      Bab II              : Isi
      Bab III            : Penutup.






BAB II
ISI

Obat Kardiovaskular

  1. Obat Gagal Jantung
  1. Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal Jantung adalah suatu Sindrom Klinik yang kompleks akibat kelainan struktural dan fungsional jantung yang menggangu kemampuan ventrikel untuk diisi dengan darah atau untuk mengeluarkan darah. Manifestasi gagal jantung yang utama :
-          Sesak nafas dan rasa lelah, yangmembatasi kemampuan melakukan kegiatan fisik.
-          Retensi cairan, yang menyebabkan kongesti paru dan edema perifer.
Kedua abnomalitas tersebut mengganggu kapasitas fungsional dan kualitas hidup klien, tetapi tidak selalu ditemukan bersama pada seorang klien. Pada disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik, relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang. Berkurangnya curah jantung inilah yang menimbulkan gejala-gejala gagal jantung, sebagai kaibat langsung atau kompensasinya. Disfungsi sistolik biasanya terjadi akibat infark miokard yang menyebabkan kematian sebagian sel otot jantung, sedangkan disfungsi diastolik biasanya terjadi akibat hipertensi yang menyebakan kompensasi miokard berupa hipertrofi dan kekakuan dinding ventrikel.
New York Hearth Association (NYHA) membuat gradasi keparahan gagal jantung dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktifitas fisaik yang diperlukan untuk menimbulakan gejalanya :
-          Kelas I : tidak ada limitasi aktivitas fisik. Tidak timbul sesak nafas, rasa lelah atau palpitasi dengan aktifitas fisik biasa.
-          Kelas II : Sedikit limitasi aktifitas fisik, timbul rasa lelah dan sesak nafas dengan aktifitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu istirahat.
-          Kelas III : Aktifitas fisik sangat terbatas, aktifitas fisik kurang dari biasa sudah menimbulkan gejala tetapi nyaman sewaktu istirahat.
-          Kelas IV : gejala – gejala sudah ada sewaktu istirahat, dan aktifitas fisik sedikit saja akan memperberat gejala.
  1. Pengobatan Gagal Jantung
Tujuan primer pengobatan  adalah mencegah terjadinya gagal jantung dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung, terutama hipertensi dan penyakit arteri koroner. Jika disfungsi miokard sudah terjadi, tujuan pertama adalah mengobati penyebab dasarnya, jika mungkin (misalnya : iskemia, penyakit tiroid, alkohol, obat dll). Jika penyebab dasar tidak dapat diatasi, pengobatan ditujukan untuk :
1.            Mencegah memburuknya fungsi jantung, dengan perkataan lain memperlambat progresi remodelling miokard, sehingga dapat mengurangi mortalitas.
2.            Mengurangi gejala-gejala gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup klien.
Terapi gagal jantung dibagi atas terapi nonfarmakologik dan terapi farmakologik. Terapi nonfarmakologik terdiri atas :
1.            Diet : Klien gagal jantung dengan diabetes, displipdemia atau obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat badannya. Asuhan NaCL harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk gagal jantung berat.
2.            Merokok harus dihentikan.
3.            Aktofitas fisik : Olah raga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk klien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang nyaman bagi klien.
4.            Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau stabil.
5.            Bepergian : Hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau lembab dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek.
Disamping itu ada obat-obat harus dihindari atau digunakan dengan hati-hati, yakni : Antiinflamasi nonsteroid (AINS) dan coxib; antiaritmia kelas I:antagonis kalsium, (non-dihidropidin dan dihidropiridin kerja isngkat); antidepresi trikslik; kortikostreoid dan litium.
  1. Obat – Obat Gagal Jantung
Terapi farmakologik terdiri dari :
1.            Penghambat ACE
Pengahambat ACE menghambat konversi angiostensin I (Ang I) menjadi angiostensin II (Ang II). Tetapi Angostensin II juga dibentuk oleh enzim-enzim non ACE, misalnya kinase yang banyak terdapat dijantung. Kebanyak efek biologik Ang II diperantarai oleh reseptor Angiostensin tipe I (AT). Stimulasi AT1 menyebabkkan vasokontriksi, stimmulasi dan penglepasan aldosteron, peningkatan aktifitas simpatis dan hipertrofi miokard. Aldosteron menyebabkan reabsorbsi Na dan air ditubulus ginjal, sedangkan aktifitas simpatis menyebabkan sekresi renin dari sel jukstaglomenular diginjal.
Reseptor AT2 memperantarai stimulasi apoptosis dan antiproliferasi. Penghambat ACE dengan mengurangi pembentukan Ang II akan menghambat aktifitas Ang II direseptor AT1 maupun AT2. Pengurangan hipertropi miokard dan penurunan prelod jantung dakan menghambat progresi remodeling jantung. Disamping itu, penurunan aktivasi neurohormonal endogen akan mengurangi efek langsungnya dalam menstimulasi remodeling jantung. Enzim ACE adalah kinase II, maka penghambat ACE akan menghambat degradasi bradikinin sehingga kadar bradikinin yang terbentuk lokal diendotel vaskular akan meningkat. Bradikinin bekerja lokal pada reseptor BK2 disel endotel dan menghasilkan Nitrit Oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2), keduanya merupakan vasodilator, antiagresi antitrombosit dan antiproleferasi. Penghambat ACE merupakan terapi lini utama untuk klien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun, yakni dengan fraksi ejeksi dibawah normal (< 40-45%), dengan atau tanpa gejala.
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan angioedema. Klien yang tidak dapat mentoleransi obat ini karena batuk dapat menggunakan AT1-Bloker sebagai alternatif yang efektif. Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan difilterasi sampai dosis target. Dosis target adalah dosis pemeliharaan yang telah terbukti efektif untuk mengurangi mortalita/hospitalisasi dalam uji klinik yang besar.
Untuk memulai pengobatan gagal jantang dengan penghambat ACE atau AT1-Bloker, dianjurkan prosedur berikut :
a.             Jika klien telah menggunakan diuretik, turunan dosisnya atau hentikan selama 24 jam.
b.            Pengobatan dimulai dipetang hari, sewaktu berbaring, untuk menghindari kemungkinan terjadinya hipotensi.
c.             Pengobatan dimulai dengan dosis rendah dan titrasi sampai dosis target, biasanya dengan peningkatan 2 kali lipat setiap harinya.
d.            Jika fungsi ginjal memburuk bermakna, hentikan pengobatan.
e.             Diuretik hemat kalium harus dihindari selama awal terapi.
f.             Penggunaan AINS dan coxib harus dihindari.
g.            Tekanan darah fungsi gunjal dan kadar K harus diperiksa 1-2 miinggu setelah pengobatan dimulai dan tiap peningkatan dosis, pada 3 bulan dan selanjutnya setiap 6 bulan.

2.            Antagonis Angiostensin II
Antagonis Angiotensin II (Ang II) menghambat aktifitas Ang II hanya direseptor AT1 dan tidak direseptor AT2, maka disebut juga AT1-Bloker. Tidak adanya hambatan kininase II menyebabkan bradikinin dipecah menjadi kinin inaktif, sehingga vasodilator NO dan PGI2 tidak terbentuk. Karena itu AT1-Bloker tidak menimbulkan efek samping batuk kering.
            Untuk klien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri :
  1. AT1-bloker dapat digunakan sebagai alternatif penghambat ACE pada klien gagal jantung sistolik dengan fraksi ejeksi ≤ 40% yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE (batuk) untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
  2. AT1-Bloker dan penghambat ACE mempunyai efikasi yang sebanding pada gagal jantung sistolik dengan fraksi ejeksi ≤ 40% terhadap mortalitas dan mordibitas. Pada infark miokard akut dengan gejala-gejala gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri, AT1-Bloker dan penghambat ACE mempunyai efek yang sebanding terhadap mortalitas.
  3. AT1-Bloker dapat dipertimbangkan dalam kombinasi dengan penghambat ACE pada klien yang masih simtomatik, untuk mengurangi mortalitas dan hospitalisasi karena gagal jantung.

3.            Diuretik
Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. Penggunaan diuretik dengan cepat menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan melakukan aktifitas fisik. Pada klien ini diuretik mengurangi restensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstra sel, alir balik vena, dan tekanan pengisian ventrikel (preload). Dengan demikian edema perifer dan kongesti paru akan berkurang / hilang, sedangkan curah jantung tidak berkurang.
Oleh karena penggunaan diuretik tidak mengurangi mortalitas pada gagal jantung (kecuali spirolonakton), maka douretik harus selalu diberikan dalam kombinasi dengan pemhambat ACE. Oleh karena penurunan curah jantung karena deepresi cairan akan meningkatkan aktifitasi neuro hormonal yang yang akan memacu progresi gagal jantung maka diuretik tidak boleh diberikan pada gagal jantung yang asimktomatik maupun yang tidak ada overload cairan. Juga penggunaan diuretik tidak boleh berlebihan tetapi dalam dosis minimal.
Diuretik tiazid pada pengobatan gagal jantung tidak pernah diberikan sendiri (karena efek diuresisnya lemah), tetapi dalam kombinasi dengan diuretik kuat (akan menunjukan efek sinergistik: natriusesisnya melebihi jumlah dan efek masing-masing komoponennya). Kombinasi ini diberikan pada klien yang refrakter terhadap diuretik kuat.
Diuretik hemat kalium : triamteren, amilorid. Diuretik hemat kalium adalah diuretik lemah, karena itu tidak efektif untuk mengurangi volume. Obat-obat ini digunakan untuk mengurangi pengeluaran K atau Mg oleh ginjal dan atau memperkuat respon diuresis terhadap obat lain. Pada pengobatan gagal jantung, obat-obat ini hanya digunakan jika hipokalemia menetap setelah awal terapi dengan penghambat ACE dan diuretik. Pemberian diuretik hemat kalium dimulai dengan dosis rendah selama 1 minggu, ukur kadar K dan kreatinin serum setelah 5-7 hari.
4.            Antagonis Aldosteron
Pada klien aggal jantung, kadar plasma aldosteron meningkat (akibat aktivasi sistem angiostensin-aldosteron), bisa sampai 20 x kadar normal. Aldosteron menyabkan retensi Na dan air menyebabkan edema dan peningkatan preload jantung. Aldosteron memacu remodeling dan disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi fibroblas. Karena itu antagonisasi efek aldosteron akan mengurangi progresi remodeling jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan mordibitas akibat gagal jantung. Pada saat ini ada 2 antagonis aldosteron, yakni spironolakton dan eplerenon.
Antagonis aldosteron direkomendasikan untuk ditambahkan pada :
  1. Penghambat ACE dan diuretik kuat pada gagal jantung lanjut dengan disfcungsi sistolik (fraksi ejeksi ≤ 35 %) untuk mengurangi mortalitas dan mordibitas (terbukti untuk spironolakton).
  2. Penghambat ACE dan β-Bloker pada gagal jantung setelah infark miokard dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri (fraksi ejeksi ≤ 40%) dan tanda-tanda gagal jantung atau diabetes untuk mengurangi mortalitas dan mordibitas (terbukti eplerenon).
Obat diberikan dengan dosis awal yang rendah : spironolakton 12,5 mg, eplerenon 25 mg sehari, kemudian dosis dapat ditingkatkan menjadi spironolakton 25 mg, eplerenon 50 mg, jika diperlukan. Risiko hiperkalemia meningkat dengan dosis penghambat ACE yang lebih tinggi (katropil ≥ 57 mg/hari, enalapril atau lisinopil ≥ 10 mg/hari).

5.            β-bloker
β-bloker bekerja terutama dengan menghambat efek merugikan dari aktifasi simatis pada klien gagal jantung dan efek ini jauh dari menguntungkan dibandingkan dengan efek inotrofik negatifnya. Stimulasi adrenergik pada jantug memang pada awalnya meningkatkan kerja jantung, akan tetapi aktifasi siamptis yang berkepanjangan pada jantung yang telah mengalami disfungsi akan merusak jantung dan hal ini dapat dicegah oleh β-bloker.
Aktivasi simpatis akan mengaktifkan sistem renin-angiostensin-aldosteron (RAA). Renin disekresi oleh sel jukstaglomerular diginjal melalui stimulasi reseptor adrenergik β1. selanjutnya aktifitas sistem simpatis maupun sistem RAA akan mengakibatkan hipertrofi miokard melalui efek vasokontriksi perifer dan retensi Na dan air oleh ginjal. Sedangkan vasokontriksi koroner akan mengurangi pasokan darah pada dinding ventrikel yang hipertrofi sehingga terjadi iskemia miokard. Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokard juga akan menybabkan iskemia miokard relatif karena peningkatan kebutuhan O2 miokard disertai dengan berkurangnya pasokan O2 miokard. Iskemia miokard akan menyebabkan perlambatan konduksi jantung, yang akan memicu terjadinya aritmia jantung.
Norefineprin juga meningkatkan automatisitas sel-sel automatik jantung sehingga terbentuk fokus-fokus ektopik yang akan menimbulkan aritmia jantung. Angiostensin II juga akan bekerja langsung pada jantung untuk menstimulasi pertumbuhan sehingga terjadi hipertrofi miokard. Selanjutnya hipertrofi miokard yang terjadi strees hemodinamik maupun yang terjadi secara langsung akan memicu apoptosis dan fibrosis miokard sehingga terjadi remodelling miokard, yeang berlangsung secara progresif dan dengan demikian terjadi progresi gagal jantung.
Pemberian β-bloker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung dan dengan demikian mengurangi resiko terjadinya kematian mendadak. β-bloker juga enghambat penglepasan renin sehingga menghambat aktifasi sistem RAA. Akibatnya terjadinya penurunan hipertrofi miokard, apoptosis dan fibrosis miokard dan remodelling miokard, sehingga progresi gagal jantung akan terhambat, dan dengan demikian memburuknya klinik juga akan terhambat.
Pemberian β-bloker harus dimulai dengan dosis sangat rendah, biasanya < 1/10 dosis target, dan ditingkkatkan perlahan-lahan dengan supervisi yang ketat sampai dicapai dosis target, yakni dosis pemeliharaan yang terbukti efektif pada uji klinik yang besar. Pada awal terapi dengan β-bloker dapat terjadi :
a.       Retensi cairan dan memburuknya gejala-gejala, maka ditingkatkan dosis diuretik.
b.      Hipotensi, maka kurangi dosis penghambat ACE atau β-bloker.
c.       Bradikardia, maka kurangi dosis β-bloker.
d.      Rasa lelah, maka kurangi β-blokersetelah kondisi klien stabil, tingkatkan kembali dosis β-bloker.

6.            Vasolidator lain
Vasoilator lain yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung adalah :
  1. Hidralazin-isosorbid dinitrat. Diantara vasodilator lain, hanya kombinasi ini yang telah terbukti dapat mengurangi mortalitas pada klien gagal jantung akibat disfunngsi sistolik. Karena itu kombinasi ini dapat diberikan pada klien gagal jantung sistolik yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE dan antagonis AII, untuk mengurangi mortalitas dan mordibitas dan memperbaiki kualitas hidup. Hidralazin merupakan vasodilator arteri sehingga menurunkan afterload, sedangkan isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga menurunkan preload jantung.
  2. NA Nitroprusid I.V. merupakan prodrug dari Nitrit Oxide (NO), suatu vasodilator kuat, kerjanya diarteri maupun vena, sehingga menurunkan afterload maupun preload jantung. Mula kerjanya cepat karena cepat dimetabolisme membentuk NO yang aktif. Masa kerjanya singkat sehingga dosisnya dapat dititrasi cepat untuk mencapai efek hemodinamik yang diinginkan. Karena itu obat ini biasa dipakai untuk mengatasi gagal jantung akut di IGD.
  3. Nitrogliserin I.V. obat ini juga prodrug dari NO. Pada kecepatan infus yang rendah, obat ini hanya mendilatasi vena dan dengan demikian hanya menurunkan preload jantung. Pada klien aggal jantung, obat ini digunakan untuk pengobatan gagal jantung kiri akibat iskemia miokard akut, gagal jantung kiri noniskemik yang memerlukan penurunan preload dengan cepat, dan pada klien dengan overload cairan yang simtomatik dan belum mencapai diuresis yang cukup. Pada kecepatan infus yang lebih tinggi, obat ini juga mendilatasi arteri sehingga menurunkan afterload jantung. Obat ini menimbulkan efek samping sakit kepala. Jika terjadi toleransi, dapat diatasi denga meningkatkan dosisnya.
  4. Nesiritid I.V. merupakan rekombinan dari peptida natriuetik otak (BNP) manusia dan diindikasikan untuk gagal jantung akut dengan sesak napas saat istirahat atau dengan aktifitas minimal. Pada klien ini, nestiridit yang diberikan sebagai infus selama 24-48 jam menurunkan tekanan kepiler paru (PCWP) dan mengurangi sesak napas. Mekannisme kerjanya melalui peningkatan siklik GMP menyebabkan dilatasi vena dan arteri. Pada klien gagal jantung, nesiritit mengantoganisasi efek agniotensin dan norepinefrin dengan menimbulkan vasodilatasi, natriuresis dan diuresis.

7.            Glikosida Jantung.
Saat ini hanya digokin yang digunakan untuk terapi gagal jantung, sedangkan digitoksin dan folia digitalis tidak digunakan lagi. Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung :
a.       Inotropik Positif
b.      Kronotrofik Negatif (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardie atau fibrilasi atrium).
c.       Mengurangi aktifivasi saraf simpatis.
Mekanisme (a) inotrofik positif : digoksin menghambat pompa NA-K-ATPase pada membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar NA+ - Ca++ selama repolarisasi dan relaksasi otot jantung sehingga CA2+ tertahan didalam sel, kadar Ca2+ intra sel meningkat dan ambilan Ca2+ kedalam retikulum sarkoplasmik (SR) meningkat. dengan demikian, Ca2+ yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan kedalam sitosol untuk kontraksi meningkat, sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat.
Mekanisme (b) dan (c) : pada kadar terafi (1-2 ng/mL), digoksin meningkatkan tonus vagal dan mengurangi aktifitas simpatis dinodus SA maupun AV, sehuiingga dapat menimbulkan bradikardia sinus sampai henti jantung dan perpanjangan konduksi AV sampai meningkatnya blok AV. Efek pada nodus AV inilah yang mendasari penggunan digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium.
Digoksin sekarang ini hanya diindikasikan untuk : (a) Klien gagal jantung dengan fibrilasi atrium. (b) Klien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih simtomatik, terutama yang disertai takikardia, meskipun telah mendapat terafi maksimal dengan pengobatan ACE dan β-bloker. hal ini disebabkan karena pada (a) digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel (akibat hambatan pada nodus AV), sedangkan pada (b) Digoksin tidak mengurangi mortalitas sehingga tidak lagi dipakai sebagai obat lini pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala-gejala dan mengurangi hospitalisasi karena memburuknya gagl jantung. sebaiknya kadar digoksin dipertahankan < 1 ng/Ml karena pada kadar yang lebih  tinggi, resiko kematian meningkat.
Bioavabilitas digoksin tablet sekitar 70-80% . kira-kira 10% populasi mempunyai bakteri usus Eubacterium lentum yang akan memcah digoksin menjadi metabolit tidak aktif, sehingga pada mereka ini diperlukan peningkatan dosis karena dosis standar digoksin tidak efektif. waktu paruhnya berkisar antara 36-48 jam, sehingga diberikan seklai sehari dan kadar mantab dicapai setelah 1 minggu. digoksin dieliminasi melalui ginjal, sehingga waktu paruhnya akan memanjang pada gangguan fungsi ginjal. volume distribusi 4-7 L/kg, akumulasi obat terutama diotot skelet dan dosis tidak perlu diganti setelah hemodialisis. Volume distribusi dan klirens obat menurun pada usia lanjut. Karena itu  dosis digoksin harus diturunkan pada gangguan fungsi ginjal pada usia lanjut.
Beberapa interaksi yang penting adalah :
a.       Kunidin, verapamil, amiodaron akan menghambat P-glikoprotein, yakni transporter diusus dan ditubulus ginjal, sehingga terjadi peningkatan absorpsi dan penurunan sekresi digoksin, akibatnya kadar plasma digoksin meningkat 70-100%.
b.      Rifampisin menginduksi transporter P-glikoprotein diusus sehingga tyerjadi penurunan kadar plasma digoksin.
c.       Aminoglikosida, siklosplorin, amfoterisin B menyebabkan gangguan fungsi ginjal, sehingga eksresi digoksin melalui ginjal terganggu, akibatnya terjadi peningkatan kadar palsma digoksin.
d.      Kolestiramin, kaolin-pektin, antasida akan mengabsorbsi digoksin, sehingga absorbsi digoksin menurun.
e.       Diuretik tiazit, furosemid menyebabkan hipokalemia sehingga meningkatkan toksisitas digoksin.
f.       β-bloker, verapamil, diltiazem, aditif dengan digoksin dalam memperlambat kondusksi AV dan mengurangi efek inotrofik digoksin.
            Kondraindikasi penggunaan digoksin meliputi bradikardia, blok AV derajat 2 dan 3, sindroma sick sinus, sindroma wolff-parkinson-white, kardiomiopati obstruksi hipertrofik, hipokalekemia.
            Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari jika fungsi ginjal normal. digoksin tersedia dalam bentuk trablet 0,25 mg.

8.            Obat Inotropik lain
            Inotrofik lain yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung adalah
  1. Dopamin dan Dobutamin I.V. merupakan obat inotropik yang paling sering digunakan untuk menunjang sirkulasi dalam jangka pendek pada gagal jantung yang parah. kerjanya melalui stimulasi reseptor dopamin D1 dan reseptor β adrenergik disel otot jantung.
  2. Penghambat Fosfodiesterase I.V. Inamrinon dan milrinon merupakan penghambat fosfodiesterase kelas III (PDE3) yang digunakan sebagai penunjang sirkulasi jangka pendek pada gagal jantung yang parah.

9.            Antitrombotik
Warfarin diindikasikan pada gagal jantung dengan fibrilasi atrial, riwayat kejadian tromboembolitik sebelumnya atau adanya trombus diventrikel kiri, untuk mencegah stroke atau tromboembolisme. Setelah infark miokard, aspirin dan warfarin direkomendasikan sebagai profilaksis sekunder.

10.        Anti Aritmia
Anti aritmia yang digunakan dalam gagal jantung hanyalah β-bloker dan amiodaron. β-bloker mengurangi kematian mendadak gagal jantung. amiodaron digunakan pada gagal  jantung hanya jika disertai dengan fibrilasi atrial dan dikehendaki ritme sinus. amiodaron adalah satu-satunya obat antiaritmia yang tidak disertai dengan efek inotrofik negatif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar