Sabtu, 04 Februari 2012

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian asi eksklusif

Banyak hal yang menyebabkan ASI Eksklusif tidak diberikan khususnya bagi ibu-ibu di Indonesia, hal ini bisa dipengaruhi oleh:

1. Adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga.
Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi renggang setelah keluarga pindah ke kota.
Pengaruh orang tua seperti nenek, kakek, mertua dan orang terpandang di lingkungan keluarga secara berangsur menjadi berkurang, karena mereka itu umumnya tetap tinggal di desa sehingga pengalaman mereka dalam merawat makanan bayi tidak dapat diwariskan.
2. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi, susu buatan bayi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan olahan lain.
3. Iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi menyebabkan ibu beranggapan bahwa makanan-makanan itu lebih baik daripada ASI.
4. Para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugas-tugas sosial, maka susu sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan dirumah.
5. Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman.
6. Ibu takut bentuk payudara rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan hilang.
7. Pengaruh melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin. Belum semua petugas paramedis diberi pesan dan diberi cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta praktek yang keliru dengan memberikan susu formula botol kepada bayi yang baru lahir.



Sering juga ibu tidak menyusui bayinya karena terpaksa, baik karena faktor intern dari ibu seperti terjadinya bendungan ASI yang mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya menyusu, luka-luka pada puting susu yang sering menyebabkan rasa nyeri, kelainan pada puting susu dan adanya penyakit tertentu seperti tuberkulosis, malaria yang merupakan alasan untuk tidak menganjurkan ibu menyusui bayinya, demikian juga ibu yang gizinya tidak baik akan menghasilkan ASI dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan ibu
yang sehat dan gizinya baik. Disamping itu juga karena faktor dari pihak bayi seperti bayi lahir sebelum waktunya (prematur) atau bayi lahir dengan berat badan yang sangat rendah yang mungkin masih telalu lemah apabila mengisap ASI dari payudara ibunya, serta bayi yang dalam keadaan sakit. Memburuknya gizi anak dapat juga terjadi akibat ketidaktahuan ibu mengenai cara – cara pemberian ASI kepada anaknya. Berbagai aspek kehidupan kota telah membawa pengaruh terhadap banyak para ibu untuk tidak menyusui bayinya, padahal makanan pengganti yang bergizi tinggi jauh dari jangkauan mereka.
Kurangnya pengertian dan pengertahuuan ibu tentang manfaat ASI dan menyusui menyebabkan ibu – ibu mudah terpengaruh dan beralih kepada susu formula.


Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI adalah sikap ibu terhadap lingkungan sosialnya dan kebudayaan dimana dia dididik. Apabila pemikiran tentang menyusui dianggap tidak sopan, maka “let down reflex” (reflex keluar) akan terhambat. Sama halnya suatu kebudayaan tidak mencela penyusuan, maka pengisapan akan tidak terbatas dan “on demand” (permintaan) akan menolong pengeluaran ASI.

Kendala lain yang dihadapi dalam upaya peningkatan penggunaan ASI eksklusif adalah sikap sementara petugas kesehatan dari berbagai tingkat yang tidak bergairah mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan. Konsep baru tentang pemberian ASI dan mengenai hal – hal yang berhubungan dengan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui dan bayi baru lahir. Disamping itu juga sikap sementara penanggung jawab ruang bersalin dan perawatan dirumah sakit, rumah bersalin yang berlangsung memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada
bayinya, serta belum diterapkannya pelayanan rawat gabung di sebagian besar rumah sakit /klinik bersalin.


Oleh sebab itu upaya yang dapat dilakukan antara lain :
- Motivasi untuk menyusui.
Di daerah pedesaan menyusui anak terlihat sebagai suatu proses yang normal,
dan tidak dilakukan sembunyi-sembunyi. Ibu-ibu tidak malu menyusui bayinya. Kebiasaan itu dapat diciptakan suatu kondisi dan gairah bagi para gadis yang melihatnya, sehingga ada kemauan naluriah melakukan hal yang sama. Bila tumbuh menjadi besar dan punya anak mereka ingin melakukan hal yang serupa. Sebaliknya, kebiasaan ibu-ibu di kota yang malu-malu serta sembunyi-sembunyi menyusui bayinya, tentu akan banyak mempengaruhi tabiat gadis-gadis di sekitarnya untuk berbuat sama, dan menyusui anak merupakan sesuatu hal
yang harus dihindarkan.
Ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya untuk menyusui anaknya, terutama sebelum melahirkan. Dan bila menyusui, hendaknya ditingkatkan pada masyarakat, pengertian tersebut harus ditanamkan pada anak-anak gadis sejak masih usia muda, bahwa menyusui anak merupakan bagian dari tugas biologis seorang ibu.
Didaerah perkotaan, sasaran yang harus diberi pendidikan adalah para gadis remaja. Didaerah pedesaan, pendidikan harus diarahkan untuk tujuan mencegah marasmus. Perkembangan teknologi yang telah dapat menciptakan “humanized milk” menyebabkan nilai ASI dan kebiasaan menyusui yang pada hakekatnya memberikan fasilitas kemudahan pengadaan susu, murah serta praktis semakin kurang diminati dan dihindari. Kemajuan dibidang kesehatan lingkungan dan industri makanan sapihan membuat segalanya menjadi sangat praktis sehingga para ibu lebih cenderung menggunakan susu formula. Untuk
mengatasi masalah tersebut, ibu-ibu yang mampu harus dihimbau dan diberi motivasi agar kembali pada praktek menyusui anak sendiri. Karena hal itu mendatangkan keuntungan bagi hubungan ibu dan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar