Sabtu, 11 Februari 2012

ASI EKSKLUSIF


Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak rakyat terutama di bidang kesehatan. Salah satu cara untuk meningkatkan pembangunan kesehatan tersebut adalah mengembangkan sumber daya menusia mulai dari sejak dini melalui pemberian ASI eksklusif (Badriul, 2008).


Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai dua tahun merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Depkes RI, 2005).


Pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI tanpa tambahan cairan atau makanan lain. Pemenuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui pemberian ASI eksklusif. Dengan pemberian ASI eksklusif tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru dapat dikurangi. Selain itu, ASI eksklusif juga mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran (Baby & Children World 2005).


Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini sebelum usia enam bulan. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses menyusui ASI Eksklusif berhasil. Banyak alasan yang dikemukan ibu-ibu antara lain, ibu merasa bahwa ASInya tidak cukup, ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal itu tidak disebabkan karena ibu tidak percaya diri bahwa ASInya cukup untuk bayinya. Informasi tentang cara-cara menyusui yang baik dan benar, pemberian ASI Eksklusif belum menjangkau sebagian besar ibu-ibu (Depkes RI, 2005).


Menurut WHO setiap tahun terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif. ASI sangat bermanfaat mengurangi sakit yang berat. Bayi yang diberi susu formula berkemungkinan untuk dirawat di rumah sakit karena infeksi bakteri hampir 4 kali lebih sering dibanding bayi yang diberi ASI eksklusif (Utami Roesli, 2005;3).


Umumnya komposisi ASI disesuaikan dengan kecepatan tumbuh untuk mencapai berat badan lahir sebanyak dua kali lipat pada usia 3 – 4 bulan. Bayi manusia sendiri termasuk kelompok bayi yang pada waktu lahir masih sangat belum matang sehingga tergantung penuh pada orang tua. Untuk perawatan serta untuk kelangsungan hidupnya diperlukan waktu sekitar 4 – 4,5 bulan agar berat badan dapat digandakan 2 kali berat lahirnya. Ini merupakan salah satu alasan mengapa ASI eksklusif harus diberikan pada bayi usia 0 – 4 bulan, bahkan pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) memberikan klarifikasi tentang rekomendasi, bahwa ASI eksklusif dapat diberikan sampai usia 6 bulan (Utami Roesli, 2005;4).


Melihat unggulnya ASI maka sangat disayangkan bahwa pada kenyataannya penggunaan ASI belum seperti yang kita harapkan. Pemberian ASI yang dianjurkan adalah sejak bayi lahir sampai umur 0-6 bulan bayi hanya diberi ASI, kemudian pemberian ASI diteruskan sampai umur 2 tahun bersama makanan tambahan yang kuat. Untuk mencapai hal ini, World Health Organization (WHO) membuat deklarasi yang dikenal dengan deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration), deklarasi yang dilahirkan di Innocenti, Italia tahun 1990 ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan memberi dukungan pada pemberian ASI deklarasi yang juga ditanda tangani di Indonesia, salah satunya memuat hal-hal berikut, yaitu : “Sebagai tujuan global untuk membantu kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan ASI eksklusif pada semua bayi sejak lahir sampai usia 1-6 bulan, setelah berumur 1-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping atau padat yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diberikan sampai 2 tahun atau lebih (Utami Roesli, 2005;3).

Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) , karena dampaknya yang luas terhadap status gizi dan kesehatan Balita. Program ini berkaitan juga dengan dengan kesepakatan global antara lain: Deklarasi Innocenti (Italia) tahun 1990 tentang perlindungan, promosi, dan dukungan terhadap penggunaan ASI. Disepakati pula untuk pemberian ASI Eksklusif sebesar 80% pada tahun 2000. Konferensi Tingkat Tinggi tentang kesejahteraan anak tahun 1990 salah satu kesepakatannya adalah semua keluarga mengetahui arti penting mendukung wanita dalam tugas pemberian ASI saja untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan anak dan memenuhi kebutuhan makanan anak berusia muda pada tahun-tahun rawan (Utami Roesli, 2005;2).


Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Masalah utama penyebab rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI). Masalah ini diperparah dengan gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan perempuan yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja (seperti ruang ASI) (http://sehatnews.com ,diakses 05 Februari 2012).

Pemerintah meningkatkan cakupan ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Kepmenkes RI No.450/MENKES/SK/VI/2004 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Dalam rekomendasi tersebut dijelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Selanjutnya, demi tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu mulai memberikan makanan pendamping ASI hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih (Depkes RI, 2005)


Pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah: 1) komitmen ibu untuk menyusui, 2) dilaksanakan secara dini (Early intiation), 3) posisi menyusui yang benar baik untuk ibu maupun bayi, 4) menyusui atas permintaan bayi, dan 5) diberikan secara eksklusif (Roesli, 2005).

Rendahnya persentase pemberian ASI kemungkinan karena banyaknya faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI baik faktor internal (pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan penyaakit ibu) maupun eksternal (promosi susu formula bayi, penolong persalinan) yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI selama 6 bulan (Ambarwati, 2007).

Di daerah pedesaan, pada umumnya ibu menyusui bayi mereka, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan yang kurang baik, seperti pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian makanan dan minuman untuk menggantikan ASI apabila ASI belum keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran. Jenis makanan tersebut antara lain air jernih dan madu dapat membahayakan kesehatan bayi dan menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk meransang produksi ASI sedini mungkin melalui isapan bayi pada ibu menyusui. Masih banyak juga ibu-ibu tidak memanfaatkan kolostrum (ASI yang keluar pada hari-hari pertama), karena dianggap tidak baik untuk makanan bayi atau susu basi (Depkes RI,2005).

Pemberian ASI eksklusif sangat banyak manfaatnya bagi bayi dan ibu. Walaupun demikian masih banyak ibu tidak berhasil bahkan tidak memberikan ASI eksklusif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak berhasilan pemberian ASI eksklusif terdiri dari faktor internal seperti: ketersediaan ASI, pekerjaan, pengetahuan, kelainan payudara, kondisi kesehatan dan faktor eksternal antara lain : status ekonomi, petugas kesehatan, kondisi kesehatan bayi, pengganti ASI, keyakinan yang keliru

Menurut data Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan tahun 2010 pencapaian ASI Eksklusif umur 0-6 bulan sebesar 35,9% sangat jauh dari harapan yang ditargetkan 80% dan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pencapaian ASI Eksklusif pada tahun 2010 sebanyak 957 orang (39%) dari jumlah ibu menyusui sebanyak 2620 dari target 80% (Dinkes Kalsel, 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar