Jumat, 06 April 2012

Sistem Hematologi

Pendahuluan

Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus  yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.  Darah merupakan suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit.  Peranannya adalah sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki  sifat-sifat protektif terhadap organisme  sebagai suatu keseluruhan, khususnya terhadap darah sendiri.
Volume darah manusia sekitar 8% dari berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah bersirkulasi dalam sistem vaskuler dan berperan sebagai penghubung antara organ tubuh, membawa oksigen yang diabsorbsi oleh traktus gastrointestinal ke sel tubuh  untuk metabolisme sel.
Untuk menjalankan fungsinya, darah harus tetap  berada dalam keadaan cair yang normal.
Komposisi darah manusia terdiri atas komponen cair darah yang di sebut plasma. Plasma terdiri atas 91% air yang berperan sebagai medium transpor, dan 9% terdiri atas elemen lain berupa zat padat. Zat-zat protein seperti : albumin, globumin, dan fibrinogen sekitar 7% dari protein. Dan 2% cairan lainnya merupakan unsur anorganik berupa ion-protein, urea, asam urat, xantin, keratin, asam amino, lemak netral, fosfolipid, kolesterol, glukosa, dan berbagai enzim seperti amylase, protease, dan lipase.
Fibrinogen yang jumlahnya hanya 4%, penting untuk pembekuan darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit (sel darah merah), nilai normalnya 4,2 – 6,2 juta/mm­3 darah dan  Leukosit (sel darah putih), yang nilai normalnya 5.000 sampai 10.000/mm3 darah.
Terdapat sekitar 500 sampai 1.000 eritrosit tiap satu leukosit. Leukosit dapat berada dalam beberapa bentuk, yaitu : eosinofil, basofil, monosit, neutrofil, dan limfosit. Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 45% volume darah. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak, dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah.
Pada gangguan dengan Hematologi Anak terdapat beberapa kelainan, diantaranya :
~   Leukimia Akut
~   Anemia defisiensi besi
~   Anemia Aplastik
~    Purpura Trombositopenia Idiopatik
~    Talasemia
~    Hemofilia



Hematologi Anak

Leukemia

Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jarinagn tubuh lain.

Etiologi
Belum diketahui jelas, diduga karena virus. Penyebab, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a.           Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell Leukemia – Lhymphoma Virus/ HLTV).
b.          Radiasic.Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.d.Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.e.Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.


Manifestasi Klinis
Pucat (mendadak), panas, perdarahan (ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan gusi), hepatomegali, limfadenopati, sakit sendi, sakit tulang, splenomegali, lesi purpura, efusi pleura, kejang pada leukimia serebral.



Insiden
ALL (Acute Lymphoid Leukemia) adalah insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 3 dan 5 tahun. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik daripada anak laki-laki. Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit dan angka kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata yang juga lebih rendah. ANLL (Acute Nonlymphoid Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Resiko terkena penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan seperti Sindrom Down. Lebih sulit dari ALL dalam hal menginduksi remisi (angka remisi 70%). Remisinya lebih singkat pada anak-anak dengan ALL. Lima puluh persen anak yang mengalami pencangkokan sumsum tulang memiliki remisi berkepanjangan. (Betz, Cecily L. 2002. hal : 300).

Patofisiologi
c.       Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia.
d.      Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
e.       Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
f.       Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.(Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175)


Pemeriksaan Penunjang
Gambaran darah tepi berupa pansitopenia, limfositosis, dan didapatkan sel blas (sel muda beranak inti). Pemeriksaan sumsum tulang memberikan gambaran monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
            Pada leukimia serebralis terjadi peningkatan jumlah sel (sel patologis) dan protein cairan serebrospinalis. Keadaan ini dapat terjadi baik pada keadaan remisi ataupun keadaan kambuh.

Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan sumsum tulang yang ditunjukkan adanya penggantian sebagian ataupun keseluruhan sumsum tulang oleh sel-sel leukimia. adanya Infiltasi ke organ lain, misalnya ke susunan saraf pusat ditandai dengan ditemukannya sel-sel leukemia dalam cairan serebrospinalis, infiltrasi tulang tampak pada pemeriksaan radiologis berupa pita radiolusen pada juksta epifiseal tulang panjang.


Diagnosis Banding
Purpura trombositopenia idiopatik (PTI), anemia aplastik

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memberantas/eradikasi sel-sel leukemia dengan obat anti leukemia. Prinsip sistem pengobatannya adalah melakukan induksi, konsolidasi, rumatan, dan reinduksi,
       Transpusi darah diberi bila kadar Hb<6g%. Trombosit diberi bila terjadi trombositopenia berat dan pendarahan masif.
       Kortikosteroid
       Sitostatik
       Hindari infeksi sekunder, penderita diisolasi
       Imunoterapi
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang diberikan pada anak. Proses induksi remisi pada anak terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai agens kemoterapeutik untuk menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2 sampai 3 minggu selama fase konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem saraf pusat dan organ vital lain. Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia anak-anak adalah prednison (antiinflamasi), vinkristin (antineoplastik), asparaginase (menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk pertumbuhan tumor), metotreksat (antimetabolit), merkaptopurin, sitarabin (menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik akut), alopurinol, siklofosfamid (antitumor kuat), dan daunorubisin (menghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia akut). (Betz, Cecily L. 2002. : 302).


























Asuhan Keperawatan
Pada Leukemia

Konsep Dasar Keperawatan
      Menurut American Nursing Association (ANA) proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis yang diberikan kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan berfokus pada respon unik dari individu, keluarga, dan masyarakat terhadap masalah kesehatan yang potensial maupun aktual. ( Marilynn E. Doengoes, dkk .2000 : 6 ).Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau langkah-langkah proses keperawatan yaitu ; pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

1.      Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi Anna Keliat, 1994)Pengkajian pada leukemia meliputi :
A.        Riwayat Penyakit
1.      Kaji adanya tanda-tanda anemia :Pucat,Kelemahan,Sesak,Nafas cepat.
2.      Kaji adanya tanda-tanda leukopenia:Demam,Infeksi.
3.      Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :Ptechiae,Purpura,Perdarahan membran mukosa.
4.      Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula:Limfadenopati,Hepatomegali,Splenomegalif.
5.      Kaji adanya pembesaran testis.
6.      Kaji adanya :HematuriA,Hipertensi,Gagal ginjal,Inflamasi disekitar rektal&Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 17)

B.         Patofisiologi dan Penyimpangan KDM
Proliferasi sel kanker yang bersaing dengan sel normal Untuk mendapatkan nutrisi,Infiltrasi Sel normal digantikan dengan Sel kanker.

C.        Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004 :331) Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah :
  1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.
  2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
  3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit.
  4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
  5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi.
  6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis.
  7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
  8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
  9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
  10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
  11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.


D.        Rencana keperawatan
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut (Wong,D.L,2004 )

1.          Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan              : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi        :
a)          Pantau suhu dengan telitiRasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi.
b)          Tempatkan anak dalam ruangan khususRasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi.
c)          Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik.
Rasional :
a)      untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif.Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif.
b)      untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi.
c)      untuk intervensi dini penanganan infeksif Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik.
d)     rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organismeg)Berikan periode istirahat tanpa gangguan.
e)      menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler.
f)       Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia.
g)      untuk mendukung pertahanan alami tubuh Berikan antibiotik sesuai ketentuan.
h)      diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus.


Evaluasi: keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
2.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
a)          Intervensi :Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
b)          Intervensi   : Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan.
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan.
c)          Intervensi  : Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan.
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi.
d)         Intervensi  :  Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi.
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri.


3.  Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit.
Tujuan             : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
Intervensi        :
a)          Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis.
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia
b)          Cegah ulserasi oral dan rektalRasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
c)          Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi.
d)         Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
e)          Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
f)           Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
g)          Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar untuk mengontrol perdarahan hidung
Rasional : untuk mencegah perdarahan

4.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan :
    * Tidak terjadi kekurangan volume cairan
    * Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
a)          Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi,
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
b)          Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
c)          Kaji respon anak terhadap anti emetik
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
d)         Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
e)          Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f)           Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi


5.  Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
Tujuan             :     pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi        :
a)      Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
b)      Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
c)      Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
d)     Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
e)      Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
f)       Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
g)      Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
h)      Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
i)        Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
j)        Hindari penggunaan swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
k)      Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
l)        Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri


6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis.
Tujuan             :  pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi        :
a)          Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan.
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi
b)          Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
c)          Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
d)         Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
e)          Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f)           Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat.
g)          Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal.


8.    Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan        : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak.
Intervensi :
a)          Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5.
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi.
b)          Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena.
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman.
c)          Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi.
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat.
d)         Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat.
Rasional : sebagai analgetik tambahan.
e)          Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur.
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri.

9.  Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan
Tujuan             : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi        :
a)          Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok.
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut
b)          Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
c)          Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
d)         Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru
e)          Dorong hygiene, berdandan, dan alat-alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan


10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia
Tujuan             : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik atau terapi
Intervensi        :
a)          Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu           
b)          Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
c)          Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak menjalani kehidupan yang normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
d)         Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis

e)          Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
f)           Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga.


11.   Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak
Tujuan      : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak
Intervensi  :
a)          Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional : pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya
b)          Berikan kontak yang konsisten pada keluarga
Rasional : untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi
c)          Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal
Rasional : untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
d)         Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain.
Rasional : memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami


E.         Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).

F.         Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang diharapkan pada klien dengan leukemia adalah :
a.           Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b.          Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.
c.           Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d.          Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah.
e.           Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak nyaman.
f.            Masukan nutrisi adekuat.
g.          Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
h.          Kulit tetap bersih dan utuh.
i.            Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut, anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan rambut dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan berpakaian menarik.
j.            Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga menunjukkan pengetahuan tentang penyakit anak dan tindakannya. Keluarga mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan meluangkan waktu bersama anak.
k.          Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga dan anak mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan mereka pada tahap terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat.



ANEMIA

Anemia  Defesiensi  Besi

Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang siperlukan untuk pematangan eritrosit.

Etiologi
·         Asupan besi yang berkurang pada jenis makanan Fe  non-heme, muntah berulang pada bayi, dan pemberian makanan tambahan yang tidak sempurna.
·         Malabsorpsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM)
·         Kehilagan / pengeluaran besi berlebihan pada perdarahan saluran cerna kronis seperti pada divertikulum meckel, poliposis usus, alergi susu sapi, dan infestasi cacing.
·         Kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan yang cepat pada bayi dan anak, infeksi akut berulang, dan infeksi menahun.
·         Depo besi yang kurang seperti pada berat badan lahir rendah, kembar.
·         Kombinasi dari etiologi diatas.

Faktor Predisposisi
·         Status hematologik wanita hamil.
·         Berat badan lahir rendah.
·         Partus , di mana terjadi kelahiran abnormal dan pengikatan tali pusat terlalu dini.
·         Pemberian makanan yang tidak adekuat karena ketidak tahuan ibu, prilaku pemberian makanan, keadaan sosial, jenis makanan.
·         Infeksi menahun dan infeksi akut berlangsung.
·         Infestasi parasit, seperti ankilostoma, Trichuris trichiura, dan amuba.



Manifestasi klinis
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit kepala, atau iritabel. Pucat terlihat pada mukosa bibir, faring, telapak tangan, dasar kuku, dan konjungtiva, papil lidah atrofi, jantung agak membesar. Tidak ada pembesaran laimpa dan hati, serta tidak terdapat iastesis hemoragik.

Pemerikasaan Penunjang
Kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl, mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target, serum iron (SI) rendah dan iron binding capacity (IBC) meningkat.
            Hasil pemeriksaan sumsum tulang sistem eritropoetik hiperaktif dengan sel normoblas poikromatofil yang predominan.

Diagnosis
Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab difesiansi besi dari anamnesis dan secara klinis didapatkan pucat tanpa organomegali, gambaran eritrosit mikrositik hipokrom, SI rendah, dan IBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang, dan bereaksi baik Terhadap pengobatan dengan prepat besi.

Penatalaksanaan

ü  Pengobatan kausal.
ü  Makanan yang adekuat.
ü  Pemberian prepat besi (sulfas ferosus) 3 x 10 mg/kgBB/hari. Agar penyerapan di usus meningkat diberikan vitamin C dan penambahan protein hewani. Diharapkan kenaikan Hb 1 g/dl setiap 1-2 minggu.
ü  Tranfusi darah diberikan bila Hb < 5 g/dl dan disertai dengan keadaan umum buruk. Prinsip pemberiannya makin rendah kadar Hb, makin sedikit, makin lambat, dan makin sering transfusi darah yang diberikan.



Anemia Aplastik

Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti aritrosit, leukosit, dan trombosit akibat terhentinya pembentukan  sel hemopoetik dalam sumsum tulang.

Etiologi
·         Faktor kongeital : sindrom Fanconi yang biasanya disertai  kelainan bawaan lain seperti mikrosefalia, starabismus, anomali jari, kelainan ginjal, dsb.
·         Faktor didapat : bahan kimia ( benzana, insektisida, senyawa As, Au, Pb ), obat  ( Kloramfenikol, mesantoin, piribenzamin, obat sitostatik ), radiasi, faktor indavidu (Alergi obat, bahan kimia, dll), infeksi (tuberkolosis milier, hepatitis, dll), keganasan, penyakit ginjal, gangguan endoktrin, dan idiopatik

Manifestasi Klinis
Pucat, lemah, perdarahan yang tak normal, demam, tanpa organomegali.

Pemeriksaan Penunjang
Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relatif. Dari pemeriksaan  sumsum tulang didapatkan yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak jariangan penyokong dan jariangan lemak, aplasia sistem eritropoietik, dan rtombopoetik. Diantara sel sumsum tulang yang sedikit, banyak ditemukan limposit, sel sistem retikuloendotelial (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel).

Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan sumsum tulang.

Diagnosis Banding
Purpur trombositopenia idiopatik (PTI). Autoimun trombositopenia purpura (ATP), leukemia akut aleukemik. Leukimia akut stadium  praleukemik.
Penatalaksanaan
·         Medikamentosa : kombinasi prednison (2-5 mg/kgBB/hari peroral) dan testosteron (1-2 mg/kgBB/hari parenteral) memberikan angka mortalitas 40-50 %, sedangkan angka ini dengan pemberian kombinasi prednison dengan oksimetolon (1-2 mg/kgBB/hari peroral) adalah 30-40%. Pada pemberianmetolon perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati secara berkala. Pengobatan biasanya berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahuh-tahun. Bila terjadi remisi, dosis diberikan separuhnya dan jumjah sel darah diawasi setiap minggu . bila terjadi relaps, dosis harus dikembalikan penuh  kembali.
·         Transfusi darah hanya diberikan bila diperlukan karena transfusi darah yang terlampau sering dapat menekan sumsum tulang  atau menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik.
·         Pengobatan infeksi skunder : sebaiknya anak di isolasi dalam ruang suci hama, pilih antibiotik  yang tidak mendefresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
·         Makanan : disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan lunak. Hati-hati pada pemberian makanan melalui pipa lambung karena mungkin menimbulkan luka/perdarahan saat pipa dimasukkan.
·         Istirahat : untuk mencegah perdarahan, terutama perdarahan otak.
·         Menghindari bahan kimia yang diduga sebagai penyebab.

Prognosis
Prognosis yang lebih baik ditunjukkanoleh kadar HbF yang lebih dari 200mg%, jumlah granulosit lebih dari 2.000/mm­­­­3, dam pencegahan infeksi skunder yang baik. Gambaran sumsum tulang yang dihiposelular memberikan prognosis lebih baik dibandingkan yang aselular.
            Remisi biasanya terjadi pada beberapa bulan setelah pengobatan, mula-mula pada sistem eritropoetik, granulopoetik, kemudian trombopoetik. Sebaiknya pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah jumlah trombosiy mencapai 50.000 – 100.000/mm3.




























ASUHAN KEPERAWATAN
PADA  ANEMIA

A.    PENGKAJIAN.
1.      Aktifitas / Istirahat
·         Keletihan, kelemahan, malaise umum.
·         Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
·         Toleransi terhadap latihan rendah.
·         Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2.      Sirkulasi
·         Riwayat kehilangan darah kronis,
·         Riwayat endokarditis infektif kronis.
·         Palpitasi.
3.      Integritas ego
·         Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah.
4.      Eliminasi
·         Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal.
·         Flatulen, sindrom malabsobsi.
·         Hematemesi, melana.
·         Diare atau konstipasi
5.      Makanan / cairan
·         Nafsu makan menurun
·         Mual/ muntah
·         Berat badan menurun
6.      Nyeri / kenyamanan
·         Lokasi nyeri  terutama di daerah abdomen dan kepala.
7.      Pernapasan
·         Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
8.      Seksualitas
·         Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore
·         Menurunnya fungsi seksual
·         Impotent



B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN.
  1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel.
·         Ditandai dengan:
-        Palpitasi,
-        kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh,
-        ekstremitas dingin
-        perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat
-        ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi
·         Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
  1. Intoleran aktifitas  berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
·         Ditandai dengan:
-        Kelemahan dan kelelahan
-        Mengeluh penurunan aktifitas /latihan
-        Lebih banyak memerlukan istirahat /tidur
-        Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan darah,
·         Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas.
  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan.
·         Ditandai dengan:
-        Penurunan berat badan normal
-        Penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut.
-        Nafsu makan menurun, mual
-        Kehilangan tonus otot
·         Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.
  1. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat
·         Ditandai dengan :
-        Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses
-        Mual, muntah, penurunan nafsu makan
-        Nyeri abdomen
-        Ganguan peristaltik
·         Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya


  1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder yang tidak adekuat.
·         Ditandai dengan  tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala- gejala yang membuat diagnosa actual
·         Tujuan: terjadi  penurunan resiko infeksi

C.    INTERVENSI
·         Diagnosa 1
1.      Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku
2.      Beri posisi semi fowler
3.      Kaji  nyeri dan adanya palpitasi
4.      Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien
5.      Hindari penggunaan penghangat atau air panas
Kolaborasi:
1.      Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM
2.      Berikan SDM darah lengkap /pocket
3.      Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi
·         Diagnosa 2
            1  Kaji kemampuan aktifitas pasien
            2  Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas
3. Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan
4. Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi
5 Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.
·         Diagnosa 3.
1  Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
2  Observasi  dan catat masukan makanan pasien
3. Timbang berat badan tiap hari
4  Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
5  Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang   berhubungan
6. Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik
Kolaborasi:
1.      Konsul pada ahli gizi
2.      Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen.
3.      Berikan suplemen nutrisi
·         Diagnosa 4
1.      Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi  dan jumlah.
2.      Kaji bunyi usus
3.      Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
4.      Hindari makan yang berbentuk gas
5.      Kaji kondisi kulit perianal
Kolaborasi
1.      Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang
2.      Beri laksatif
3.      Beri obat anti diare
·         Diagnosa 5.
1.      Tingkatkan cuci tangan dengan baik
2.      Pertahan kan tehnik aseptik ketat pada setiap tindakan
3.      Bantu perawatan kulit perianal dan oral dengan cermat
4.      Batasi pengunjung
Kolaborasi
1.      Ambil spesemen untuk kultur
2.      Berikan antiseptic topikak, antibiotic sistemik.
D. EVALUASI
Hasil akhir yang diharapkan, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.      Terhindar dari risiko penurunan perfusi perifer.
2.      Bebas dari nyeri
3.      Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
4.      Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
5.      Menunjukkan penurunan kecemasan :
ü   Memahami penyakit dan tujuan perawatannya.
ü   Mematuhi semua aturan medis.
ü   Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap atau sifatnya berubah.





















Purpura Trombositopenia Idiopatik

            PTI ialah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagaijaringn dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. PTI pada anak yang tersering terjadi antara umur 2-8 tahun, lebih sering pada wanita.

Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Kemungkinan akibat hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat [asetosal, para amino salisilat (PAS), fenibutazon, diamoks, kina, sedormid] atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravaskular diseminata (KID), autoimun.

Manisfestasi Klinis
Awitan PTI biasanya akut dengan gambaran ekimosis multipel, petekie, epistaksis, atau gejala perdarahan lain. Biasanya secara klinis tidak dijumpai kelainan lain.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan trobositopenia, anemia normositik, bila lama dapat berjenis mikrositik hipokrom. Leukosit biasanya normal, dapat terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri bila terdapat perdarahan hebat. Pada keadaan yang lama dapat ditemukan limpositosis relatif dan leukopenia ringan.
      Gambaran sumsum tulang biasanya normal, tetapi jumlah megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.
      Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi bekuan abnormal, prothrombin consumption time memendek. Tes Rumple-Leed positif.

Penatalaksanaan
1. PTI akut
       Pada yang ringan hanya dilakukan observasi tanpa pengobatan karena dapat sembuh secara spontan.
       Bila estela 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, berikan kortikosteroid.
       Pada trombositopenia akibat KID dapat diberikan heparin intravena. Pada pemberian heparin sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat.
       Bila keadaan sangat gawat (terjadi perdarahan otak atau saluran cerna), berikan transfusi suspensi trombosit.
2. PTI menahun
       Kortikosteroid diberikan selama 6 bulan® prednison 2-5 mg/kgBB/hari peroral.
       Imunosupresan® 6-merkaptopurin 2,5-5 mg/kgBB/hari peroral® azatioprin 2-4 mg/kgBB/hari peroral® siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari peroral.
       Splenektomi, bila® resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran sedang sampai berat, atau pasien menunjukkan respons terhadap kortikostiroid namun memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa perdarahan.
Kontraindikasi splenektomi® usia sebelum 2 tahun karena fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain, seperti hati, kelenjar getah bening, dan timus.












ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PURPURA TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK

A. PENGKAJIAN
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
o Petekie terjadi spontan.
o Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
o Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
o Menoragie.
o Hematuria.
o Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d. Aktivitas / istirahat.
Gejala : – keletihan, kelemahan, malaise umum.
      - toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda : – takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
              - kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
Gejala : – riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,                                                         menstruasi berat.
                 - palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : – TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f. Integritas ego.
Gejala : keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan transfuse darah.
Tanda : DEPRESI.
g. Eliminasi.
Gejala : Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda : distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
Gejala : – penurunan masukan diet.
              - mual dan muntah.
Tanda : turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
Gejala : – sakit kepala, pusing.
              - kelemahan, penurunan penglihatan.
Tanda : – epistaksis.
              - mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda : takipnea, dispnea.

k. Pernafasan.
Gejala : nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, dispnea.
l. Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
e. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan:
o Menghilangkan mual dan muntah
Criteria standart:
o Menunjukkan berat badan stabil
Intervensi keperawatan:
o Berikan nutrisi yang adekuat secara kualitas maupun kuantitas.
Rasional : mencukupi kebutuhan kalori setiap hari.
o Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai dengan kalori.
o Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional : anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang serius.
o Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
o Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi.
Rasional : meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
Tujuan:
o Tekanan darah normal.
o Pangisian kapiler baik.
Kriteria standart:
o Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.
Intervensi keperawatan:
o Awasi TTV, kaji pengisian kapiler.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
o Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
o Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangasang.
Rasional : dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia.
o Awasi upaya parnafasan, auskultasi bunyi nafas.
Rasional : dispne karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Tujuan:
o Mengurangi distress pernafasan.
Criteria standart:
o Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif
Intervensi keperawatan:
o Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama.
Rasional : perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya intervensi.
o Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.
Rasional : memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
o Beri posisi dan Bantu ubah posisi secara periodic.
Rasional : meningkatkan areasi semua segmen paru dan mobilisasikan sekresi.
o Bantu dengan teknik nafas dalam.
Rasional : membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan:
o Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas.
Criteria standart:
o Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi keperawatan:
o Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi.
o Awasi TD, nadi, pernafasan.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk emmbawa jumlah oksigen ke jaringan.
o Berikan lingkungan tenang.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
o Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Rasional : hipotensi postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
e. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
Tujuan:
o Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
Criteria standart:
o Menyatakan pemahaman proses penyakit.
o Faham akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan.
Intervensi keperawatan:
o Berikan informasi tntang ITP. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya ITP.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga keluarga / pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
o Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ketidak tahuan meningkatkan stress.
o Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP.
Rasional : merupakan kekwatiran yang tidak diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas pasien / keluarga.

D. IMPLEMENTASI   KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).
E. EVALUASI
Penilaian sesuai dengan criteria standart yang telah ditetapkan dengan perencanaan.













Talasemia

            Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.

Patofisiologi
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel erotrositintramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, betambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.
      Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
      Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.

Manifestasi klinis
            Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
      Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epitaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme.
            Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menars dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).
Pemeriksaan Penunjang
Anemaia biasanya berat, dengan kadar hemoglobin (Hb) berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat. Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca spelenektomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitive ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan HbH. Pada talasemia berat kadar HbF bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
Penatalaksanaan
Atasi anemia dengan transfuse PRC (packed red cell). Transfusi hanya diberikan bila saat diagnosi ditegakkan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya, sekali diputuskan untuk diberi transfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan diatas 12g/dl dan tidak melebihi 15.5g/dl. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfuse diatas 5 g/dl, diberikan 10-15 mg/kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20ml/kgBB dalam waktu 3 - 4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantug, atau Hb <5g/dl,dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/jam. Pendeita dengan tanda gagal jantung harus dirawat, diberikan oksigen dengan kecepatan 2 -4 l/menit,transfusi darah dan diuretika. Kemudian, bila masih diperlukan, diberi digitalisasi setelah Hb > g/dl bersama-sama dengan transfusi darah secara perlahan sampai kadar Hb > 12g/dl. Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian transfuse terakhir.
            Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu desferal secara im atau iv.
            Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalami ruptur. Hipersplenisme dini ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 ml/kgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi limfa dalam sistemimun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
            Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah.
            Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan talasemia mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil (100-250 mg) pada saat dimulainya pemberian kelasi besi dan dihentikan pada saat pemberian kelasi selesai (vitamin C dapat meningkatkan efek desferioksamin). Diberikan asam folat 2 – 5 mg/hari  untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasien talasemia, khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah.
            Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati, endokin termasuk kadar glukosa darah,gigi, telinga, mata, dan tulang.







ASUHAN  KEPERAWATAN
PADA TALASEMIA

A. Pengkajian

1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti t    urki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.

8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:

1) Keadaan umum
 Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak   seusianya yang normal.

2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.

3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

5) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik

6) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).

7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.

9) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

10. Penegakan diagnosis
1) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut:
o Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
o Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
o Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
o Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta     kadar Fe dalam serum tinggi
2) Kadar haemoglobin hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam pembuluh rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100 darah).

11. Penatalaksanaan

1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang

2. Perawatan khusus :
1) Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
 3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.


B. Diagnosa keperawatan

I. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
 Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria :
• Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
• Ektremitas hangat
• Warna kulit tidak pucat
• Sclera tidak ikterik
• Bibir tidak kering
• Hb normal 12 – 16 gr%

INTERVENSI

1. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
2. Atur Posisi Semi Fowler
3. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
4. Pemberian O2 kapan perlu

RASIONAL

1. Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam Menentukan Intervensi Yang Tepat
2. Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
3. Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat.
4. Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat


II. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali, produksi urine kurang.

 Tujuan : deficit volume cairan dan elektrolit teratasi dengan kriteria:

• Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
• Mukosa mulut lembab
• Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detiK



INTERVENSI

1. Onservasi Intake Output Cairan
2. Observasi Tanda Vital
3. Beri pasien minum sedikit demi sedikit
4. Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan instruksi dokter

RASIONALISASI

1.   Mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran cairan
2. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takcikardi
3.  Dengan minum sedikit demi sedikit tapi sering dapat menambah cairan dalam tubuh secara bertahap
4.  Pemasukan cairan secara parenteral sehingga cairan menjadi adekuat



III. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristaltic usus 10 x/m

 Tujuan : gannguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :
• Nyeri abdomen hilang atau kurang
• Abdomen timpani (perkusi)
• Perut tidak distensi
• Peristaltic usus normal


INTERVENSI

1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya
2. Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit
3. Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit
4. Kolaborasi pemberian obat analgetik


RASIONALISASI

1. Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat
2. Hangat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah tersebut
3. Membantu mengurangi tegangan otot
4. Mengurangi rasa nyeri dengan menekan system syaraf pusat (SSP)












HEMOFILIA
Hemofilia adalah kelainan koagulasai darah bawaan yang paling sering dan serius, berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX atau XI. Biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif.
HEMOFILIA A
Merupakan hemophilia klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII. Sekitar 80% kasus hemofilia adalah hemofilia A.
Manifestasi Klinis
Karena faktor VIII tidak melewati plasenta, kecenderungan perdarahan dapat terjadi dalam periode neonatal. Kelainan diketahui bila pasien mengalami perdarahan setelah mendapat suntikan atau setelah tindakan sirkumsisi. Setelah pasien memasuki usia kanak-kanak aktif sering terjadi memar atau hematoma yang hebat sekalipun trauma yang mendahuluinya. Laserasi kecil, seperti luka di lidah atau bibir, dapat berdarah sampai berjam-jam atau berhari-hari. Gejala khasnya adalah hemartosus (perdarahan sendi) yang nyeri dan menimbulkan keterbatasan gerak, dapat timbul spontan maupun akibat trauma ringan.
Pemeriksaan Penunjang
Masa pembekuan (MP) dan masa tromboplastin parsial (PTT) memanjang. Jumlah trombosit, masa perdarahan, dan masa protrombin normal.
Penatalaksanaan
Pada tata laksana umum perlu dihindari trauma.pada masa bayi, lapisi tempat tidur dan bermain dengan busa. Awasi anak dengan ketat saat belajar berjalan. Saat anak semakin besar, perkenalkan dengan aktivitas fisik yang tidak berisiko trauma. Hindari obat yang mempengaruhi fungsi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan seperti aspirin,dll
            Terapi pengganti dilakukan dengan memberikan kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII.

HEMOFILIA B
Terjadi karena defisiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi hati dan merupakan salah satu faktor pembekuaan dependen vitamin K. Hemofilia B merupakan 12-15% kasus hemofilia
Manifestasi klinis
Ø Perdarahan hebat setelah suatu trauma ringan
Ø Hematom pada jaringan lunak
Ø Hemartrosis dan kontraktur sendi
Ø Hematuria
Ø Perdarahan serebral
Ø Kematian

Pemeriksaan penunjang
Sama dengan hemofilia A. Kadar faktor IX diperiksa untuk membedakan dengan hemofilia A.
Penatalaksanaan
Tata laksana umum sama dengan hemofilia A.
            Terapi pengganti dilakukan dengan memberikan fresh frozen plasma (FFP) atau konsentrat faktor IX
Patofisiologi
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada
jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal. Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) ---- darah keluar dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil ---- Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh----Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna ---- darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh ---- perdarahan (normalnya: Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

Diagnosa

Jika seorang bayi / anak laki-laki mengalami perdarahan yang tidak biasa, maka diduga dia menderita hemofilia. Pemeriksaan darah bisa menemukan adanya perlambatan dalam proses pembekuan. Jika terjadi perlambatan, maka untuk memperkuat diagnosis serta menentukan jenis dan beratnya, dilakukan pemeriksan atas aktivitas faktor VII dan faktor IX.

Pemeriksaan Khusus
Ø Riwayat keluarga dan riwayat perdarahan setelah trauma ringan

Ø Kadar faktor VIII dan faktor IX
Ø PTT diferensial


















ASUHAN  KEPERAWATAN
PADA  HEMOFILIA


A. Pengkajian
¤ Aktivitas
Gejala :Kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas.
Tanda :Kelemahan otot, somnolen

¤ Sirkulasi
Gejala :Palpitasi
Tanda :Kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan serebral
¤ Eliminasi

Gejala :Hematuria
¤ Integritas ego
Gejala :Persaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda :Depresi, menarik diri, ansietas, marah

¤ Nutrisi
Gajala :Anoreksia, penurunan berat badan

¤ Nyeri
Gejala :Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda :Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel

¤ Keamanan
Gejala :Riwayat trauma ringan, perdarahan spontan.
Tanda :Hematom



B. Diagnosa Keperawatan

1.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif
Tujuan/Kriteria hasil:
Tidak terjadi penurunan kesadaran, pengisian kapiler baik, perdarahan dapat teratasi

Intervensi:
i. Kaji penyebab perdarahan
ii. Kaji warna kulit, hematom, sianosis
iii. Kolaborasi dalam pemberian IVFD adekuat
iv. Kolaborasi dalam pemberian tranfusi darah

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat perdarahan
Tujuan/Kriteria hasil:
Menunjukan perbaikan keseimbangan caira
Intervensi:
i. Awasi TTV
ii. Awasi haluaran dan pemasukan
iii. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
iv. Kolaborasi dalam pemberian cairan adekuat

3. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia
Tujuan/Kriteria hasil:
Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi
Intervensi:
i. Pertahankan keamanan tempat tidur klien, pasang pengaman pada tempat tidur
ii. Hindarkan dari cedera, ringan – berat
iii. Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cedera
iv. Anjurkan pada orangtua untuk segera membawa anak ke RS jika terjadi injuri
v. Jelaskan pada orang tua pentingnya menghindari cedera.

C.  Rencana  Intervensi

1.          Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan kekakuan ekstremitas akibat adanya  hematom.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respons nyeri dada.

Intervensi  :  Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebabnya, lakukan manajemen nyeri keperawatan, dan kolaborasi pemberian terapi.

Rasional  :  Variasi penampilan dan prilaku klien karena nyeri erjadi sebagai temuan pengkajian.

2.          Aktual/resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, kelainan proses pembekuan darah, keterbatasan informasi, dan ketidaktahuan cara/manajemen penurunan resiko trauma.
Tujuan :  dalam waktu 2 x 24jam risiko trauma tidak terjadi.
Kriteria :  Klien dan keluarga mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma, mengenal fakto-faktor yang potensial meningkatkan risiko trauma, mengenal manajemen aktivitas.

Intervensi  :
a)      Kaji kemampuan mobilisasi, catat faktor yang potensial meningkatkan cidera.
b)      Kaji adanya tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan.

Rasional  :
  1. Menjadi data dasar dan meminimalkan risiko cidera.
  2. Deteksi seperti hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas, pucat, kulit dingn, lembab, nyeri dada, dan penurunan curah urine.

3.          Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
Tujuan  :  dalam waktu 1 x 24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria  :  klien kooperatif  pada setiap intervensi keperawatan, mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif

Intervensi  :
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidak mampuan
Rasional  :
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.

Intervensi  :
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk, permusuhan dan kemarahan.
Rasional  :
Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.

Intervensi  :
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
Rasional  :
Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.

Intervensi  :
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, lethargi, dan rendah diri.
Rasional  :
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke di mana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.

4.  Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan.
Tujuan  :  dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang.
Kriteria  :  klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenai perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.

Intervensi  :
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien, dan lakukan tindakan bila menunjukkan prilaku merusak.
Rasional  :
Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.

Intervensi :
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan susasna penuh istirahat.
Rasional  :
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

Intervensi  :
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Rasional  :
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.


D.  Evaluasi
Hasil yang diharapkan, meliputi :
1.      Nyeri  berkurang
·         Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan analgetik.
·         Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi.
·         Mempergunakan alat bantu (bila perlu) unuk mengurangi nyeri.
2.      Melakukan upaya mencegah trauma/ perdarahan
  • Menghindari trauma fisik.
  • Mengubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan.
  • Mematuhi janji dengan profesional layanan kesehatan.
  • Mematuhi janji melayani pemeriksaan laboraturium.
  • Menghindari olahraga kontak.
  • Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin.
3.      Koping menjadi efektik menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup
  • Mengidentifikasi aspek positif kehidupan.
  • Melibatkan anggota keluarga dan membuat keputusan mengenai masa depan dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan.
  • Berusaha mandiri.
  • Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan.
4.      Tidak mengalami komplikasi
  • Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal.
  • Tidak mengalami perdarahan aktif.












Daftar Pustaka

Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Sunar Trenggana, Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.



            Muttaqin, Arif, 2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular dan hematologi. Jakarta : Salemba medika.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar