Jumat, 06 April 2012

PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara.
Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien. Misalnya , klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, maka perawat mengkaji apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.


Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan keperawatan.



Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :


1.    Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien.
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.

2.    Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :
·               Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai
·               Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
·               Kuku jari perawat harus dipotong pendek
·               Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.

3.    Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara.
Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara.

Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :

Sonor                               : suara perkusi jaringan yang normal
Redup                        : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia
Pekak                        : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar
Hipersonor/timpani   : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik

4.    Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.
Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
Rales                                : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
Ronchi                             : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
Wheezing                   : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
Pleura Friction Rub     : bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.




Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :


1.    Head to toe (kepala ke kaki)
Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki.
Mulai dari keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung, genetalia, rectum, ektremitas.

2.    ROS (Review of System / sistem tubuh)
Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu keadaan umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi.
Informasi yang didapat membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus.
3.    Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982
Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi : persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola eliminasi, pola tidur-istirahat, kognitif-pola perseptual, peran-pola berhubungan, aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola reproduksi, koping-pola toleransi stress, nilai-pola keyakinan.

4.    DOENGOES (1993)
Mencakup : aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan, seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan / pembelajaran.








Teknik Dasar Pemeriksaan


Inspeksi

Adalah metode observasi yang digunakan saat pemeriksaan fisik. Teknik ini menggunakan penglihatan, penciuman dan pendengaran untuk mengetahui kondisi normal atau adanya deviasi dari bagian tubuh yang diperiksa. Metode ini adalah langkah pertama dalam pemeriksaan fisik.
Dalam pengkajian fisik, lakukan pemeriksaan dengan melihat penampilan umum. Perhatikan penampilan umum, setelah penampilan ini lanjutkan pemeriksaan dengan pengkajian yang sistematis selanjutnya. Ketika melakukan pemeriksaan ini, pastikan bahwa penerangan dan sinar cahaya cukup untuk melakukan pemeriksaan.

Palpasi

Merupakan metode untuk ‘merasakan’ dengan tangan saat pemeriksaan fisik. Dengan pemeriksaan ini anda dapat menentukan :

·         Tekstur (kasar/halus)
·         Suhu (hangat / panas / dingin)
·         Kelembaban (kering, basah atau lembab)
·         Gerakan (diam atau tremor otot)
·         Konsistensi jaringan (padat atau berair)


Sensitivitas Bagian Tangan

Bagian tangan yang dipakai
Hal Yang Dapat Dirasakan
 Jari-jari (ujung jari)
 Adanya gerakan halus jaringan atau pulsasi
 Permukaan tangan
 Getaran yang mungkin terjadi (i.e., thrills, fremitus)
 Punggung tangan
 Suhu kulit






Palpasi


Jenis
Tujuan
Teknik
 Palpasi Ringan
Digunakan untuk ada tidaknya abnomalitas permukaan (contoh, tekstur, suhu, kelembaban, elastisitas, pulsasi, organ-organ superfisial, dll)
Tekan kulit ½ hingga ¾ inci dengan ujung jari
 Palpasi Dalam
Digunakan untuk meraba organ dalam dan masa untuk melihat ukuran, bentuk, simetris atau mobiltasnya
Tekan kulit sedalam 1½ hingga 2 inci dengan tekanan yang mantap.
Mungkin diperlukan juga tangan lainnya untuk membantu penekanan
Palpasi Bimanual
(gunakan teknik ini dengan hati-hati karena mungkin akan merangsang nyeri atau mengganggu organ internal tubuh)
Digunakan untuk mengkaji organ dalam di rongga abdomen.
Gunakan dua tangan, satu tangan pada sisi masing-masing bagian tubuh atau organ yang diperiksa
Tangan yang di bagian atas digunakan untuk memberikan tekanan ketika tangan yang di bawah digunakan untuk memeriksa jaringan yang dalam
Gunakan satu tangan untuk menekan secara dalam dinding perut abdominal untuk menggerakkan jaringan dalam arah tangan yang lainnya, dan gunakan tangan tersebut untuk merasakan jaringan yang diperiksa








Perkusi

Untuk mengetuk bagian tubuh untuk memeriksa nyeri tekan atau suara yang bervariasi sesuai dengan ketebalan atau isi jaringan di bawahnya. Dua jenis perkusi yang digunakan tergantung pada tujuan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk memeriksa setelah area tersebut telah dipalpasi.


Teknik Perkusi


Jenis Perkusi
Tujuan
Teknik Pemeriksaan
Perkusi Secara Langsung
Untuk memeriksa nyeri tekan atau nyeri
Secara langsung lakukan ketukan ke bagian tubuh yang dicurigai dengan satu atau dua jari secara lembut
Perkusi Tidak Langsung
Digunakan untuk memeriksa suara di dada atau abdomen; timpani, resonans, hiperresonan, pekak, suara datar.
Letakkan jari tengah di bagian tubuh yang diperiksa
Kemudian dengan jaringan yang lain ketuk jari yang menempel di tubuh (gunakan tangan yang dominan ini). Tekuk pergelangan tangan. Dengarkan suara yang dihasilakan oleh ketukan jari (dilakukan dengan menggerakan pergelangan tangan secara cepat seperti saat melakukan suntikan IM)

Suara Perkusi



Jenis
Penyebab
Suara
Contoh
Timpani
Udara di bawah jaringan
Seperti suara gendang
Udara di pipi, atau udara di saluran usus
Resonan
Sebagian seperti campuran air dan jaringan padat
Hollow
Suara normal paru
Hiperresonan
Bagian udara lebih banyak
Booming
Paru yang mengalami emfisema
Dullness
Jaringan padat
Suara pekak
Hati, limpa, jantung



Auskultasi

Mendengar berbagai suara napas, jantung dan usus menggunakan stetoskop. Stetoskop yang bagus setidaknya memiliki :
·         ‘Ear plug’ yang pas di telinga
·         Panjang tidak lebih dari 15 inci dengan diameter internal tidak melebihi 1/8 inci
·         Memiliki sisi diafragma dan bell
·         Sisi diafragma dan bell digunakan untuk mendeteksi berbagai suara secara secara terpisah.
Penggunaan Sisi Diafragma dan Bell



Tujuan
Teknik
Diafragma
Untuk mendeteksi suara yang tinggi (seperti suara napas, jantung normal dan suara usus)
Tempelkan dan tekan secara mantap di bagian tubuh yang diperiksa
Bell
Mendengarkan suara yang rendah (contoh suara abnormal jantung dan ‘bruits’)
Letakkan bagian bell di atas bagian tubuh secara halus

Ketika melakukan auskultasi terhadap pasien, evaluasi frekuensi, intensitas, durasi, jumlah dan kualitas suara.

Keadaan Umum

Pemeriksaan ini untuk mengetahui keadaan umum kesehatan pasien. Jika pasien dalam keadaan normal, maka akan ditemukan bahwa pasien kooperatif, gerakannya terarah, dan hanya merasa sedikit tegang atau cemas.
Sebaliknya jika pasien kritis atau memburuk mungkin ditemukan kondisi yang tidak kooperatif, bingung, gerakan tidak terarah, gemetar dan tmerasa sangat cemas atau bahkan agitatif.
Pada saat pemeriksaan ini akan didapatkan kesan umum mengenai keadaan pasien.

Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital akan memberikan informasi keadaan pasien apakah dalam keadaan baik atau memburuk, bahkan dapat memberikan informasi seberapa parah kondisinya. Sebagian besar hasi pemeriksaan akan menunjukkan status fungsi organ-organ vital pada saat pemeriksaan.

A.       Pernapasan

Paramedik dapat mengkaji pernapasan untuk melihat jumlah, irama, suara serta adekuat tidaknya pernapasan. Pernapasan yang normal akan memiliki kriteria seperti di bawah ini :

·         Jumlah : 8 – 20 /min
·         Irama: teratur
·         Kedalaman : pergerakan dada seimbang kiri kanan dengan ukuran sekitar 1-2 inci

Keterangan
Normal
8 – 20 per menit dan teratur
Apneu
Tidak ada pernapasan
Bradipneu
< 8 / menit dan teratur
Tachypnea
> 20 / menit dan teratur
Hiperventilasi
Kecepatan dan kedalaman meningkat
Hipoventilasi
Kecepatan dan kedalaman menurun
Cheyne-Stokes
Adanya periode antara apneu and hiperventilasi
Kussmaul
Napas yang sangat dalam dengan ritme teratur
Pernpasan Biot’s (ataxia)
Apneu yang berselang seling dengan munculnya napas yang kedalamanya bervariasi (sebagian besar dangkal), serta tidak teratur

Bising Napas

Suara
Penyebab
Wheezing (‘mengi’)
Konstriksi (penyempitan) pada bronkhioli di paru-paru
Snoring (‘ngorok’)
Sumbatan sebagian saluran napas atas oleh lidah di dekat faring
Gurgling (‘kumur’)
Adanya cairan di saluran napas atas
Crowing or Stridor
(suaran kasar dan jelas)
Adanya penyumpatan di saluran napas atas di dekat laring
Partial obstruction of the upper airway at the level of the larynx




B.       Denyut Nadi

Denyut Nadi dapat dikaji dengan menggunakan palpasi di bagian radialis (pergelangan tangan), femoralis (inguinal) atau karotid (leher).
Denyut nadi normal akan memiliki kriteria :
·         Jumlah : 60 – 100 per menit
·         Irama teratur
·         Kekuatan denyut sama secara bilateral

Disarankan untuk memeriksa denyut nadi dalam waktu satu menit khususnya saat ketidaknormalan ditemukan (contoh denyut ireguler).

C.       Tekanan Darah

Tekanan darah dapat diperiksa melalui perkiraan kasar berdasarkan denyut nadi yang teraba. Tetapi Pemeriksaan yang akurat hanya bisa didapat melalui pemeriksaan dengan alat (spigmomanometer).

Perkiraan Kasar Berdasarkan Denyut Nadi Yang Teraba

Denyut Nadi Yang Teraba
Perkiraan Tekanan Darah Minimum
Radialis
60 mmHg
Femoralis
70 mmHg
Carotis
80 mmHg

Tekanan Darah Normal (dengan spigmomanometer)


Pasien
Sistolik
Diastolik
Dewasa (laki-laki)
Umur + 100 (hingga 150 mmHg)
60 – 90 mmHg
Dewasa (perempuan)
Umur + 90 (hingga 140 mmHg)
50 – 80 mmHg
Bayi dan Anak-anak
90 + (2 X umur dlm tahun) à batas atas normal
70 + (2 X umur dlm tahun) à batas bawah normal
2/3 sistolik


D.       Temperatur

Untuk pemeriksaan yang cepat, palpasi dengan punggung tangan dapat dilakukan, tetapi untuk pemeriksaan yang akurat harus dengan termometer.
Temperatur Tubuh


Pemeriksaan
Normal
Deviasi
Oral
97 – 100 oF
(36-37.8 oC)
< 97 oF or >100 oF
(< 36 oC or > 38 oC)
Demam, kedinginan, menggigil, gelisah
Rectal
1 oF lebih tinggi dari oral
Axilar
1 oF lebih rendah dari oral

E.        Tingkat Kesadaran

Untuk pemeriksaan yang cepat (di ‘primary survey’) periksa tingkat kesadaran dengan ‘AVPU’. Tetapi untuk pemeriksaan detail, penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale) lebih berguna untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
Pemeriksaan GCS sangat penting untuk memeriksa status neurologis khususnya di kasus trauma seperti cedera kepala. Pemeriksaan ini dapat untuk menentukan tingkat keparahan cedera otak yang terjadi.
Pemeriksaan ini menggunakan stimuli suara dan nyeri dan akan dinilai berdasarkan respon pasien (pembukaan mata, pergerakan motorik dan respon suara)

Pemeriksaan Neurologis : AVPU


A
Alert
Pasien sadar penuh, membuka mata spontan, dapat menggerakkan kaki / tangan sebagaimana diperintahkan dan menjawab pertanyaan yang sederhana secara benar
V
Respond to Voice
Pasien hanya memberikan reaksi ketika dirangsang dengan suara, pasien mungkin hanya bereaksi dengan suara-suara yang tidak berarti, mengerang atau hanya membuka mata
P
Respond to Pain
Pasien hanya memberikan reaksi ketika dirangsang dengan sensasi nyeri (contoh pijitan di kuku jari), pasien hanya bereaksi dengan menarik, fleksi atau bahkan ekstensi
U
Unresponsive
Pasien tidak menunjukkan reaksi sama sekali
Pemeriksaan Neurologis : GCS



Komponen
Respon
Nilai
Keterangan
Eye Opening
(Pembukaan Mata)
Spontaneous
4
Mata membuka secara spontan
To Voice
3
Mata membuka saat direspon oleh suara atau perintah
To pain
2
Mata membuka dengan rangsang nyeri
None
1
Tidak ada respon
Verbal Response
Oriented
5
Orientasi baik; contoh pasien dapat menyebutkan nama, dan menyadari situasi di sekitarnya
Confused
4
Pembicaraan membingungkan; tidak dapat memberikan jawaban yang informatif, memberikan jawaban yang tidak berhubungan dengan pertanyaan
Innapropriate speech
3
Pasien berkata-kata tetapi kacau tidak dalam susunan kalimat, dapat bersifat makian atau teriakan
Incomprehensible speech
2
Suara yang tidak berarti (keluhan atau erangan) tetapi bukan suatu kata
None
1
Tidak ada response
Motoric Response
Obeys Command
6
Secara spontan menggerakkan anggota badan sesuai perintah
Localizes Pain
5
















PEMERIKSAAN  DADA (TORAKS)

Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :
1.    Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring tergantung bagian mana yang akan diperiksa
2.    Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka
3.    Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot, terutama otot pernapasan
4.    Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya dengan meminta pasien memalingkan muka ke arah samping

A.        INSPEKSI DINDING DADA

1.    Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring
2.    Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua tangan pasien diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu kanan
3.    Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing sisi tubuh
4.    Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena dan penonjolan epigastrium
5.    Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi
6.    Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v. torakalis 8  dan bentuk atau jalannya kolumna vertebralis

B.       PALPASI DADA
1.       PALPASI GERAKAN DIAFRAGMA
1.        Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa
2.        Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan
3.        Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien
4.        Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah
5.        Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
6.        Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi
2.       PALPASI POSISI TULANG IGA (KOSTA)
1.        Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2.        Bila duduk posisi kedua tangan  pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3.        Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
4.        Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang tulang dada
5.        Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat
6.        Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah bawah/ inferior
3.     PALPASI TULANG BELAKANG (VERTEBRA)
1.        Posisi pasien duduk dengan kedua tangan  dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan  pemeriksa dibelakang pasien
2.        Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah)
3.        Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah, inilah yang disebut  prosesus spinosus servikalis ketujuh ( C7 )
4.        Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh ( C7 ), kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan seterusnya
4.     PALPASI IKTUS JANTUNG
1.        Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2.        Bila duduk posisi kedua tangan  pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3.        Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara tulang iga ke-5 dan ke-6
4.        Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula kearah inferior tubuh
5.        Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada dinding dada setinggi ruang antar iga ke-5 digaris midklavikula
6.        Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian lepaskan telapak tangan dari dinding dada
7.        Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan
8.        Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus kordis
5.     PALPASI SENSASI RASA NYERI DADA
1.        Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2.        Bila duduk posisi kedua tangan  pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3.        Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada
4.        Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga dari luar menuju tempat asal nyeri
5.        Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf
6.     PALPASI PERNAPASAN DADA
1.        Posisi pasien duduk dengan kedua tangan  dipaha atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa
2.        Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan kanan pemeriksa ke dinding dada kiri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding dada kanan pasien
3.        Letakkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari- jari lainnya disebar sedemikian rupa sehingga masing- masing berada di tulang iga  berikutnya
4.        Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan gerakan jari- jari
5.        Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama
7.     PALPASI GETARAN SUARA PARU (FREMITUS RABA)
1.        Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau dipinggang
2.        Sedangkan  posisi pasien tidur  miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan keadaan pasien. Pada posisi tidur terlentang / miring kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3.        Letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya
4.        Minta pasien mengucapkan kata- kata seperti satu, dua, … dst berulang- ulang
5.        Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada bawah
6.        Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan kanan dan kiri
Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus. Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru selama bronkus masih tetap terbuka . Fremitus suara menurun bila ada cairan/ udara dalam  pleura dan sumbatan bronkus

C.     PERKUSI DADA
Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas jaringan di dalamnya. Perkusi hanya menembus sedalam 5 – 7 cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya dalam. Lakukan perkusi secara sistimatis dari atas ke bawah dengan membandingkan kanan dan kiri.
1.     PERKUSI DADA DEPAN
1.        Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2.        Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri
3.        Selanjutnya lokasi perkusi  bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4.        Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri
5.        Bandingkan getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara hipersonor akibat adanya udara dalam pleura
2.     PERKUSI DADA BELAKANG
1.        Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2.        Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada belakang kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri
3.        Selanjutnya lokasi perkusi  bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4.        Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada kanan dan kiri
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih cepat menghilang , karena adanya keredupan hati
3.     PERKUSI BATAS PARU DAN HATI
1.        Posisi pasien duduk dengan kedua tangan disamping tubuh dan berhadapan dengan pemeriksa
2.        Lakukan perkusi pada dada kanan depan dari atas kebawah secara sistimatis
3.        Posisi pasien dirubah sehingga membelakangi pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi pada bagian dada  belakang dari atas kebawah secara sistimatis
4.        Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan suara, dari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru bagian depan terletak antara kosta 5 dan 6, sedangkan paru bagian belakang setinggi prosesus spinosus vertebra torakalis 10 atau 11.












Pemeriksaan Jantung


Inspeksi
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.
Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.
Garis anatomis pada permukaan badan yang penting dalam melakukan pemeriksaan dada adalah :
·         Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)
·         Garis tengah klavikula (mid clavicular line/MCL)
·         Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
·         Garis parasternal kiri dan kanan (para sternal line/PSL)
Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimimnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh karena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak bebas.


Pembesaran ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama.


Kecepatan denyut jantung juga diperhatikan, meningkat pada berbagai keadaan seperti hipertiroidisme, anemia, demam.
Palpasi
Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse). Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis).
Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral.
Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2
Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar.


Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum.
Pulsasi ventrikel kiri
Pulsasi apeks dapat direkam dengan apikokardiograf. Pulsasi apeks yang melebar teraba seperti menggelombang (apical heaving). Apical heaving tanpa perubahan tempat ke lateral, terjadi misalnya pada beban sistolik ventrikel kiri yang meningkat akibat stenosis aorta.
Apical heaving yang disertai peranjakan tempat ke lateral bawah, terjadi misalnya pada beban diastolik ventrikel kiri yang meningkat akibat insufisiensi katub aorta.
Pembesaran ventrikel kiri dapat menyebabkan iktus kordis beranjak ke lateral bawah. Pulsasi apeks kembar terdapat pada aneurisme apikal atau pada kardiomiopati hipertrofi obstruktif.
Pulsasi ventrikel kanan
Area dibawah iga ke III/IV medial dari impuls apikal dekat garis sternal kiri, normal tidak ada pulsasi. Bila ada pulsasi pada area ini, kemungkinan disebabkan oleh kelebihan beban sistolik ventrikel kanan, misalnya pada stenosis pulmonal atau hipertensi pulmonal.
Pulsasi yang kuat di daerah epigastrium dibawah prosesus sifoideus menunjukkan kemungkinan adanya hipertropi dan dilatasi ventrikel kanan. Pulsasi abnormal diatas iga ke III kanan menunjukkan kemungkinan adanya aneurisma aorta asendens. Pulsasi sistolik pada interkostal II sebelah kiri pada batas sternum menunjukkan adanya dilatasi arteri pulmonal.
Getar jantung ( Cardiac Trill)
Getar jantung ialah terabanya getaran yang diakibatkan oleh desir aliran darah. Bising jantung adalah desiaran yang terdengar karena aliran darah. Getar jantung di daerah prekordial adalah getaran atau vibrasi yang teraba di daerah prekordial.
Getar sistolik (systolic thrill) timbul pada fase sistolik dan teraba bertepatan dengan terabanya impuls apikal. Getar diastolic (diastolic thrill) timbul pada fase diastolik dan teraba sesudah impuls apikal.


Getar sistolik yang panjang pada area mitral yang melebar ke lateral menunjukkan insufisiensi katup mitral. Getar sistolik yang pendek dengan lokasi di daerh mitral dan bersambung kearah aorta menunjukkan adanya stenosis katup aorta.
Getar diastolik yang pendek di daerah apeks menunjukkan adanya stenosis mitral. Getar sistolik yang panjang pada area trikuspid menunjukkan adanya insufisiensi tricuspid.
Getar sistolik pada area aorta pada lokasi didaerah cekungan suprasternal dan daerah karotis menunjukkan adanya stenosis katup aorta, sedangkan getar diastolik di daerah tersebut menunjukkan adanya insufisiensi aorta yang berat, biasanya getar tersebut lebih keras teraba pada waktu ekspirasi.
Getar sistolik pada area pulmonal menunjukkan adanya stenosis katup pulmonal. Pada gagal jantung kanan getar sistolik pada spatium interkostal ke 3 atau ke 4 linea para sternalis kiri.


Perkusi jantung
Cara Perkusi
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung.
Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.
Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral.
Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri.
Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.
Auskultasi Jantung
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodemanik darah dalam jantung.
Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chespiece.
Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.

Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
a)            Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran
b)            Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara
c)            Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang terdengar
Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung (cardiac murmur).
Bunyi jantung
Bunyi jantung utama: BJ, BJ II, BJ III, BJ IV.
Bunyi jantung tambahan, dapat berupa bunyi detik ejeksi (ejection click) yaitu bunyi yang terdengar bila ejeksi ventrikel terjadi dengan kekuatan yang lebih besar misalnya pada beban sistolik ventrikel kiri yang meninggi.
Bunyi detak pembukaan katub (opening snap) terdengar bila pembukaan katup mitral terjadi dengan kekuatan yang lebih besar dari normal dan terbukanya sedikit melambat dari biasa, misalnya pada stenosis mitral.
Bunyi jantung utama
Bunyi jantung I ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi pada awal sistolik, meregangnya daun-daun katup mitral dan trikuspid yang mendadak akibat tekanan dalam ventrikel yang meningkat dengan cepat, meregangnya dengan tiba-tiba chordae tendinea yang memfiksasi daun-daun katup yang telah menutup dengan sempurna, dan getaran kolom darah dalam outflow track (jalur keluar) ventrikel kiri dan di dinding pangkal aorta dengan sejumlah darah yang ada didalamnya.
Bunyi jantung I terdiri dari komponen mitral dan trikuspidal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I yaitu :
·               Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, Makin kuat dan cepat makin keras bunyinya
·               Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel, Makin dekat terhadap posisi tertutup makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I dan sebaliknya makin lebar terbukanya katup atrioventrikuler sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi darah dan gerakan katup lebih cepat.
·               Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus BJ lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk dengan BJ yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada pasien emfisema pulmonum BJ terdengar lebih lemah.
Bunyi jantung I yang mengeras dapat terjadi pada stenosisis mitral, BJ II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta (komponen aorta), penutupan katup pulmonal (komponen pulmonal), perlambatan aliran yang mendadak dari darah pada akhir ejaksi sistolik, dan benturan balik dari kolom darah pada pangkal aorta yang baru tertutup rapat.
Bunyi jantung II dapat dijumpai pada Duktus Arteriosus Persisten besar, Tetralogi Fallot, stenosis pulmonalis,
Pada gagal jantung kanan suara jantung II pecah dengan lemahnya komponen pulmonal. Pada infark miokard akut bunyi jantung II pecah paradoksal, pada atrial septal depect bunyi jantung II terbelah.

BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (fase rapid filling). Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisisan ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian.
Bunyi jantung III dapat dijumpai pada syok kardiogenik, kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi.
Bunyi jantung IV dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastole ventrikel yang meninggi sehingga memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat.
Bunyi jantung IV dapat dijumpai pada penyakit jantung hipertensif, hipertropi ventrikel kanan, kardiomiopati, angina pectoris, gagal jantung, hipertensi.
Irama derap dapat dijumpai pada penyakit jantung koroner, infark miokard akut, miokarditis, kor pulmonal, kardiomiopati dalatasi, gagal jantung, hipertensi, regurgitasi aorta.
Bunyi jantung tambahan
Bunyi detek ejeksi pada awal sistolik (early sisitolic click). Bunyi ejeksi adalah bunyi dengan nada tinggi yang terdengar karena detak. Hal ini disebabkan karena akselerasi aliran darh yang mendadak pada awal ejeksi ventrikel kiri dan berbarengan dengan terbukanya katup aorta yang terjadi lebih lambat. Keadaan ini sering disebabkan karena stenosis aorta atau karena beban sistolik ventrikel kiri yang berlebihan dimana katup aorta terbuka lebih lambat.
Bunyi detak ejeksi pada pertengahan atau akhir sistolik (mid-late systolick klick) adalah bunyi dengan nada tinggi pada fase pertengahan atau akhir sistolik yang disebabkan karena daun-daun katup mitral dan chordae tendinea meregang lebih lambat dan lebih keras. Keadaan ini dapat terjadi pada prolaps katup mitral karena gangguan fungsi muskulus papilaris atau chordae tendinea.
Detak pembukaan katup (opening snap) adalah bunyi yang terdengar sesudah BJ II pada awal fase diastolik karena terbukanya katup mitral yang terlambat dengan kekuatan yang lebih besar yang disebabkan hambatan pada pembukaan katup mitral. Keadaan ini dapat terjadi pada stenosis katup mitral.
Pada stenosis trikuspid pembukaan katup didaerah trikuspid.

Bunyi ekstra kardial
Gerakan perikard (pericardial friction rub) terdengar pada fase sistolik dan diastolik akibat gesekan perikardium viseral dan parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada perikarditis.
Bising (desir) jantung (cardiac murmure)
Bising jantung adalah bunyi desiran yang terdengar memanjang yang timbul akibat vibrasi aliran darah turbulen yang abnormal.

Evaluasi desir jantung dilihat dari :
1.   Waktu terdengar: pada fase sistolik atau diastolik
Terlebih dahulu tentukan fase siklus jantung pada saat terdengar bising (sistolik atau diastolik) dengan patokan BJ I dan BJ II atau dengan palapasi denyut karotis yang teraba pada awal sistolik.
Bising diastolik dapat dijumpai pada stenosis mitral, regurgitasi aorta, insufisiensi aorta, gagal jantung kanan, stenosis tricuspid yang terdengar pada garis sternal kiri sampai xipoideus, endokarditis infektif, penyakit jantung anemis.
Bising sistolik dapat dijumpai pada stenosis aorta, insufisiensi mitral, endokarditis infektif, angina pectoris, stenosis pulmonalis yang terdengar di garis sternal kiri bagian atas, tatralogi fallot.
Bising jantung sistolik terdengar pada fase sistolik, dibedakan :
·         Bising jantung awal sistolik          : Terdengar mulai pada saat sesudah BJ I dan menempati pase awal sistolik dan berakhir pada pertengahan fase sistolik
·         Bising jantung pertengahan sistolik         : Terdengar sesudah BJ I dan pada pertengahan fase sisitolik dan berakhir sebelum terdengar BJ II. Bising ini dapat dijumpai pada Duktus Arteriosus Persisten (DAP) sedang,
·         Bising jantung akhir sistolik                   : Terdengar pada fase akhir sistolik dan berakhir pada saat terdengar BJ II. Bising ini dapat dijumpai pada sindrom marfan
·         Bising jantung pan-sistolik           : Mulai terdengar pada saat BJ I dan menempati seluruh fase sisitolik dan berakhir pada saat terdengar BJ II.
Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal defect , regurgitasi trikuspid
     Bising jantung diastolik terdengar pada fase diastolik, dibedakan :
·         Bising jantung awal                                : terdengar mulai saat BJ II menempati fase awal diastolik dan biasanya menghilang pada pertengahan diastolik
·         Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal defect
·         Bising jantung pertengahan                      : terdengar sesaat sesudah terdengar BJ II dan biasanya berakhir sebelum BJ I. Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal defect, stenosis mitral, Duktus Arteriosus Persisten (DAP) yang berat
·         Bising jantung akhir diastolik atau presistolik        : terdengar pada fase akhir diastolik dan berakhir pada saat terdengar BJ I. Bising ini dapat dijumpai pada stenosis mitral.
·         Bising jantung bersambungan                  : mulai terdengar paada fase sistolik dan tanpa interupsi melampai BJ II terdengar kedalam fase diastolic.
Bising ini dapat ditemukan pada patent dutus srteriosus.
2.  Intensitas bunyi

Intensitas bunyi yang ditimbulkan berbeda-beda dari yang ringan sanpai yang keras. Pada insufisiensi mitral intensitas bising sedang sampai tinggi. Pada gagal jantung kanan dapat terdengar bising Graham Steel yang merupakan bising yang terdengar dengan nada tinggi yang terjadi akibat hipertensi pulmonal.

3.  Tipe (konfigurasi)
     Timbul karena penyempitan atau aliran balik, dibedakan :
·         Bising tipe kresendo                     : mulai terdengar dari pelan kemudian mengeras
Bising kresendo diastolik dapat terdengar pada stenosis mitral
·         Bising tipe dekresendo                  : bunyi dari keras kemudian menjadi pelan
·         Bising tipe kresendo-dekresendo     : bunyi pelan lalu keras lalu pelan kembali
·         Bising tipe plateau                        : keras suara bising lebih menetap sepanjang fase sistolik, keras jarang berbunyi kasar
Bising ini dapat dijumpai pada insufisiensi mitral.
4. Lokasi dan penyebaran
Daerah bising terdengar paling keras dan mungkin menyebar kearah tertentu. Pada stenosis aorta bising diastolik di sela iga 2 kiri atau kanan dapat menjalar ke leher atau aorta.
















Auskultasi Paru

Tujuan pemeriksaan auskultasi paru adalah untuk menentukan adanya perubahan dalam saluran napas dan pengembangan paru.
Dengan auskultasi dapat didengarkan suara napas, suara tambahan, suara bisik dan suara percakapan.
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas.
Pada proses pernapasan terjadi pusaran/eddies dan benturan/turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu inspirasi/menarik napas dibanding ekspirasi/mengeluarkan napas, hal inilah yang menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi.
Suara napas ada 3 macam yaitu suara napas normal/vesikuler, suara napas campuran/bronkovesikuler dan suara napas bronkial. 
Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/tidak ada silent gaps.
Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/silent gaps.
Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/vesikobronkial.
Suara napas vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru.
Suara napas bronkial  tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan konsolidasi.
Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze.
Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/alveoli yang sebelumnya kolap. 
Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah  “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus.
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret.  Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini.


Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking,  ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang mengerang/ grouning.
Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub  yang terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.
a.  Auskultasi Paru Depan
1)        Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2)        Tempelkan stetoskop pada dinding dada
3)        Mintalah pasien menarik napas pelan- pelan dengan mulut terbuka
4)        Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
5)        Mulailah dari depan diatas klavikula kiri dan teruskan kesisi dinding dada kanan
6)        Selanjutnya geser kebawah 2- 3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
7)        Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri
8)        Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan adanya suara napas tambahan

b.  Auskultasi Paru Belakang
1)        Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2)        Tempelkan kepala stetoskop pada supraskapula dada belakang kiri, dan dengarkan dengan seksama, kemudian lanjutkan kebagian dada kanan selanjutnya geser kebawah 2- 3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
3)        Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk auskultasi pada aksila posterior kanan dan kiri
4)        Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan adanya suara napas tambahan



2.     Auskultasi Daerah Jantung
1)        Posisi pasien berbaring dengan sudut 30 derajat
2)        Mintalah pasien relak dan bernapas biasa
3)        Tempelkan kepala stetoskop pada  ictus cordis dengarkan suara dasar jantung
4)        Bila auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah apek dan ruang interkosta 4 dan 5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk ruang interkosta 2 kiri kearah sternum
5)        Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
6)        Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya
7)        Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul
8)        Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi)
Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar