ASUHAN KEPERAWATAN DAN APLIKASI DISCHARGE
PLANING PADA KLIEN
DENGAN
BAYI HIPERBILIRUBINEMIA
Disusun Dalam Rangka Seminar
Mata Ajaran Keperawatan Maternitas

Oleh :
Subhan
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2002
KATA PENGANTAR
Atas
karunia Allah SWT akhirnya kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul ”Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada Klien
dengan Bayi Hiperbilirubinimea” yang disusun dalam rangaka Seminar Mata Ajaran
Keperawatan Maternitas.
Dalam
penyusunan makalah ini kami menyadarai keterbatasan kemampuan baik dalam
pengalam maupun pengetahuan serta waktu yang tersedia sehingga kami yakin dalam
penyajian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian kami telah
berusaha secara maksimal dengan memanfaatkan bantuan dari berbagai fihak .
Bantuan diperoleh sejak praktek di Rumah
Sakit sampai tersusunnya makalah ini. Untuk itu perkenankan pada kesempatan ini
kami menyampaikan ucapan terima kasih Kepada Yang Terhormat :
1.
Direktur Rumah Sakit Budi Kemuliaan, yang telah
memberikan ijin mahasiwa untuk praktek
di Rumah Sakit .
2.
Ibu Nesti Sinaga,SKp, sebagai pembimbing praktek
lapangan di Rumah Sakit Budi Kemuliaan yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingan selama praktek sampai tersusunnya makalah ini.
3.
Seluruh staf
Dosen FIK UI yang telah memberikan materi dan pengarahan
yang berguna untuk pelaksanaan
praktek Maternitas.
4.
Staf Kepustakaan FIK UI dan rekan-rekan mahasiswa serta
semua pihak yang telah membantu
terlaksananya kegiatan praktek
Maternitas.
Harapan
kami semoga hasil yang telah dicapai dalam kegiatan praktek Maternitas
bermanfaat . Untuk sempurnanya penulisan ini diharapkan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus
merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL).
Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi
cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan.
Perawatan
Ikterus berbeda diantara negara
tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini,
kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi (misal; luminal) pada ibu dan bayi,
fototherapi dan transfusi pengganti.
Asuhan
keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien
dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat
rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan
perawatan di rumah.
Perawat
sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan
asuhan keperawatan secara paripurna.
Untuk itu dalam penulisan makalah ini
mempunyai maksud :
1.
Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai
ketrampilan dan tehnik terutama yang berkaitan dengan perawatan klien dan
keluarga dengan bayi Ikterus
(Hiperilirubinemia),
2.
Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga
ikut serta dalam proses perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan
di rumah.
Atas dasar
hal tersebut diatas maka kami menyusun makalah dengan judul ”Asuhan Keperawatan
dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi Hiperbilirubinemia”
Adapun yang
menjadi permasalahan adalah bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan pada
klien dengan bayi
Hyperbilirubinemia yang
mendapat Fototherapi.
Dalam
penulisan makalah ini kami menggunakan
metode Studi Kepustakaan, wawancara, Partisipasi Aktif dalam pemberian Asuhan
Keperawatan.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Batasan-Batasan
1.
Ikterus Fisiologis
Ikterus
pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut
(Hanifa, 1987):
·
Timbul pada hari kedua-ketiga
·
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam
tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
·
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak
melebihi 5 mg % per hari
·
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
·
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
·
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan
patologis tertentu
2.
Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah
suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar
Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan.
Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3.
Kern Ikterus
Adalah
suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar
Ventrikulus IV.
D. Etiologi
- Peningkatan produksi :
·
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang
terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
·
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
·
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu
seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
·
Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
·
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya
pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
·
Kurangnya
Enzim Glukoronil Transeferase ,
sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
·
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
- Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
- Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.
- Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
- Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
E . Metabolisme
Bilirubin
Segera
setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah
larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin
binding site).
Pada
bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang
memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Diagram Metabolisme Bilirubin
![]() |
|
ERITROSIT
|
|
|
HEMOGLOBIN
|
|
|
HEM
|
GLOBIN
|
BESI/FE
|
BILIRUBIN
INDIREK
(
tidak larut dalal air )
|
Terjadi
pada
Limpha,
Makofag
|
|
BILIRUBIN
BERIKATAN DENGAN ALBUMIN
|
Terjadi
dalam
plasma
darah
|
|
MELALUI
HATI
|
|
|
BILIRUBIN
BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/ GULA RESIDU
BILIRUBIN DIREK
(
larut dalam air )
|
Hati
|
|
BILIRUBIN
DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG EMPEDU
|
Melalui
Duktus
Billiaris
|
|
KANDUNG
EMPEDU KE DEUDENUM
|
|
|
BILIRUBIN
DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE & FECES
|
|
F. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia
Peningkatan
kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel
Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan
pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada
derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah
tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia (
AH, Markum,1991).
G. Penata Laksanaan
Medis
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1.
Menghilangkan Anemia
2.
Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
3.
Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.
Menurunkan Serum Bilirubin
Metode
therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,
Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi
dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum)
akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin
dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari
jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil
Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan
melalui urine.
Fototherapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara
umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi
Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2.
Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3.
Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau
24 jam pertama.
4.
Tes Coombs Positif
5.
Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada
minggu pertama.
6.
Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48
jam pertama.
7.
Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8.
Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9.
Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan
untuk :
1.
Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2.
Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3.
Menghilangkan Serum Bilirubin
4.
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada
Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital
dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi).
Colistrisin dapat mengurangi
Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.
Penggolongan
Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24
jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24
jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
·
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan
lain.
·
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma,
Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
·
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
·
Kadar Bilirubin Serum berkala.
·
Darah tepi lengkap.
·
Golongan darah ibu dan bayi.
·
Test Coombs.
·
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi
Hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72
jam sesudah lahir.
·
Biasanya Ikterus fisiologis.
·
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal
ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg%
per 24 jam.
·
Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain
juga masih mungkin.
·
Polisetimia.
·
Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan
subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub
kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan
peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
·
Pemeriksaan darah tepi.
·
Pemeriksaan
darah Bilirubin berkala.
·
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
·
Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama
sampai akhir minggu pertama.
·
Sepsis.
·
Dehidrasi
dan Asidosis.
·
Defisiensi
Enzim G6PD.
·
Pengaruh obat-obat.
·
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama
dan selanjutnya:
·
Karena ikterus obstruktif.
·
Hipotiroidisme
·
Breast milk Jaundice.
·
Infeksi.
·
Hepatitis Neonatal.
·
Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan:
·
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
·
Pemeriksaan darah tepi.
·
Skrining Enzim G6PD.
·
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan
keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi
Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Pengkajian
1.
Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan
golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi
Pencernaan dan ASI.
2.
Pemeriksaan Fisik :
Kuning,
Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang
lemah, Iritabilitas.
3.
Pengkajian Psikososial :
Dampak
sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah,
masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4.
Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab
penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain
yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
2. Diagnosa, Tujuan ,
dan Intervensi
Berdasarkan
pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran
keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan
keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa
keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh.
1.
Diagnosa Keperawatan : Kurangnya
volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi,
dan diare.
Tujuan
: Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi
: Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake
output, beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu
tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi
Tujuan
: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi
: Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5° - 37° C,
cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan
integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan
: Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi
: Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah
posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan
kelembabannya.
4.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan
parenting sehubungan dengan pemisahan
Tujuan
: Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat
mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi
: Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi
sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan
orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan
perasaannya.
5.
Diagnosa Keperawatan : Kecemasan
meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan
: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi
gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi
:
Kaji
pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
6.
Diagnosa Keperawatan : Potensial
trauma sehubungan dengan efek fototherapi
Tujuan
: Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi
:
Tempatkan
neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan
telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang
dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan
bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis
tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri
sentuhan setiap memberikan perawatan.
7.
Diagnosa Keperawatan : Potensial
trauma sehubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan
: Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi
:
Catat
kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum
tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta
darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital;
selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya
ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan
laboratorium sesuai program.
Aplikasi Discharge
Planing.
Pertumbuhan
dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti
rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua
dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama
perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan
tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong,
1994):
1.
Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran
seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.
2.
Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama
beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.
3.
Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi
pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.
4.
Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan
pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.
5.
Mengajarkan tentang perawatan kulit :
·
Memandikan dengan sabun yang lembut dan air
hangat.
·
Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut,
daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak.
·
Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk
mempertahankan kelembaban kulit.
·
Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di
kulit.
·
Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan
tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan
·
Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan
kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan .
·
Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah
seperti: popok yang basah karena bab dan bak.
·
Melakukan pengkajian yang ketat tentang status
gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil.
Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah :
1.
Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 ° celsius)
2.
Perawatan tali pusat / umbilikus
3.
Mengganti popok dan pakaian bayi
4.
Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak
nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
5.
Temperatur / suhu
6.
Pernapasan
7.
Cara menyusui
8.
Eliminasi
9.
Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda
dan gejala penyakit, misalnya :
·
letargi ( bayi sulit dibangunkan )
·
demam ( suhu > 37 ° celsius)
·
muntah (sebagian besar atau seluruh makanan
sebanyak 2 x)
·
diare ( lebih dari 3 x)
·
tidak ada nafsu makan.
12. Keamanan
·
Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan
benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
·
Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
·
Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan
menggunakan mobil atau sarana lainnya.
·
Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara
- saudaranya.
BAB III
PERMASALAHAN
Tinjauan Kasus :
Nama Klien : By. Ny. X
Tanggal Lahir Bayi : 19 - 10 -
1996, Jam : 22.20 WIB.
Apgar 1 menit : 9 dan 5 menit : 9.
Berat badan lahir : 2750 gram,
Berat badan sekarang : 2550 gram.
Panjang badan : 47 cm, Lingkar
kepala : 33 cm, lingkar dada : 36 cm.
Denyut Jantung : 129 x/mt,
pernafasan : 44 x/mt.
Bunyi pernafasan paru-paru kiri
kanan : Vesikuler, Rinchi/whezing : tidak terdengar.
Suhu : 36°C.
Kepala :
Molding, Caput Sucsadenium, Cephal hematom : tidak ada.
Ubun-ubun besar : ada, Bentuk :
Jajaran genjang datar, Ubun-ubun kecil : ada, Bentuk : segitiga datar. Sutura : ada.
Mata, Posisi : simetris, jarak : +
3 cm, Kotoran di mata sebelah kiri : ada, perdarahan : tidak ada.
Telinga : simetris/ datar dengan
kepala, perdarahan : tidak ada, Lubang : ada.
Mulut : simetris, Palatum
mol/durum : ada, Gigi : tidak ada.
Hidung : lubang hidung ada,
keluaran : tidak ada , pernafasan cuping hidung : tidak ada.
Pergerakan leher : positif, tanda
lahir : tidak ada.
Tubuh :
Warna kulit : kuning pada seluruh
tubuh.
Pergerakan : aktif.
Lanugo : ada pada punggung.
Vernix : tidak ada.
Pengeluaran : mekonium.
Keadaan kulit : pada kedua pergelangan kaki dan tangan, serta
di tubuh tampak terkelupas, Hidrasi : baik.
Dada : simetris, retraksi, ngorok
dan see saw : tidak ada.
Perut : lembek, Bising usus :
9x/mt.
Tungkai :
Jari tangan : Kanan : jumlah 5 ,
Kiri : jumlah 5
Jari kaki : Kanan : Jumlah 5,
Kiri : jumlah 5
Pergerakan : aktif
Nadi branchial : teraba, 120 x/menit
Nadi femoral : teraba, 120
x/menit
Tremor : tidak ada
Rotasi paha : normal
Garis telapak tangan : jelas,
telapak kaki : jelas
Posisi kaki : fleksi
Punggung
Fleksibelitas tulang punggung :
normal
Simetris, pretudal dumple
Lobang anus : ada
Genitalia
Jenis kelamin : laki-laki
Lubang penis : hipospadia
B.a.b. : pertama : tanggal
B.a.k : pertama : tanggal
Jenis makanan : ASI ditambah susu
formula
Refleks
Mengisap : baik, rooting : baik,
menggenggam : baik.
Moro : baik, berjalan menapak,
tonus leher : baik.
Menangis : kuat
Keadaan umum : agak lemah
Hasil Laboratorium :
Tanggal 22 Oktober 1996
·
Hb : 18,2
gr. %
·
Bilirubin
: 17,8 gr %
Tanggal 23 Oktober 1996
·
Bilirubin Indirek : 10,84 gr %
·
Bilirubin Direk
: 0,99 gr %
·
Bilirubin total : 11, 83 gr %
Terapi yang diberikan
Tanggal 19 Oktober 1996
Vitamin K 1 mg peroral
Tanggal 20 Oktober 1996
Vitamin K 1 mg peroral
Tanggal 22 Oktober
1996
·
Infus N-4 dilengan sebelah kiri, dengan tetesan
microdrip 10 tetes / menit
·
Sinar ultra violet (jam 12.00 Wib)
·
Parficillin
4 x 75 mg
·
Luminal 2
x 5 ml
·
FFP 50
cc, belum diberikan, masih dalam proses untuk mendapatkannya.
Ringkasan riwayat
kehamilan dan persalinan
Masalah-masalah kehamilan : tidak
ada
Persalinan Kala I : 10 jam 10
menit
Kala II : 10 menit
Pecah ketuban : 1 jam 20 menit
Jenis Persalinan : pervaginam
Obat-obat yang diberikan :
Citosinon 5 unit IM.
Pengkajian Keluarga
Adaptasi Psikologi Ibu
Perasaan ibu setelah bayi lahir : merasa senang dan mulai tercipta
hubungan yang baru, tetapi bayi harus dipisah karena mengalami
hiperbilirubinemia.
Adanya ikatan kasih : terjadi
pada saat baru lahir.
Data obyektif : ibu bertingkah
laku pasif, lebih banyak berdiam diri, masih tergantung dan perlu bantuan orang
lain.
Adaptasi psikologi ayah
Respon ayah setelah bayi lahir:
merasa bahagia dapat melahirkan dengan selamat.
Keterlibatan dalam persalinan :
mengantar, menunggu sampai bayi lahir.
Ketidaleluasaan karena peraturan
Rumah Sakit : ayah ingin ikut dalam proses persalinan.
Tanggapan tentang penyakitnya :
tidak tahu-menahu tentang penyakitnya, beranggapan penyakit ini sebagai
penyakit keturunan / kesalahan dari orang tua.
Adaptasi psikologi keluarga
Menimbulkan perubahan : ya,
terutama perubahan peran karena bertambahnya anggota keluarga.
Apakah terjadi sibling: belum
terpikirkan oleh keluarga .
Apakah ada anggota keluarga yang
terlibat dalam perawatan bayi : semua anggora keluarga terlibat dalam merawat
bayinya.
Tanggapan terhadap penyakitnya :
tidak tahu-menahu dan belum mempunyai pengalaman dalam riwayat keluarga belum
pernah terjadi penyakit tersebut.
MASALAH KEPERAWATAN :
1.
Perawatan pemenuhan kebutuhan cairan, Asi, Pasi (bila Asi belum ada) harus
sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi untuk mengatasi efek samping fototherapi
2.
Perawatan perubahan suhu tubuh sebagai efek fototherapi
3.
Perawatan Integritas kulit .
4.
Bimbingan pada keluarga
karena dipisahkan dengan bayinya
5.
Bimbingan pada kecemasan keluarga karena ketidaktahuan
tentang penyakit dan therapi yang diberikan pada bayinya.
6.
Mempersiapkan keluarga untuk perawatan lanjutan
dirumah.
BAB IV.
PEMBAHASAN
Nama Klien :
Bangsal/Tanggal :
|
ASUHAN KEPERAWATAN
RSB. Budi Kemuliaan Mata Ajaran :
Maternitas
Tanggal 22 Oktober 1996
|
![]() |
||||||
Dx. Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
|||
1.Potensial kurangnya volume cairan
sehu-bungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi dan diare.
Data Obyektif :
·
Bayi di fototherapi.
·
Bayi diare
|
Meningkatkan intake cairan yang adekuat.
|
·
Berikan Asi/Pasi segera dalam waktu 4 - 6 jam
setelah pindah ke ruang post partum
·
Berikan Asi\Pasi setiap 3 - 4 jam dan diselingi pemberian
air minum tambahan .
·
Berikan makanan sesuai dengan petunjuk
·
Berikan cairan per infus
·
Kaji pola menelan, bising usus, eliminasi
urin, pola tidur dan iritabilitas setiap hari
·
Catat adanya tanda-tanda dehidrasi seperti :
ubun-ubun cekung, suhu meningkat,
turgor kulit jelek atau membran mukosa kering.
|
·
Pemberian makan sedini mungkin (waktu 4 - 6
jam) cenderung untuk mengurangi / menekan hasil bilirubin yang tinggi.
Menstimulasi aktivitas usus dan pem-buangan pigmen mekonium yang mengandung
bilirubin sehingga dapat mencegah reabsorpsi dari intestinum.
·
Hidrasi yang adekuat mem-permudah pengeluaran
/ eliminasi dan ekskresi bilirubin. Mengganti cairan yang hilang melalui
feses jika difototherapi.
·
Meningkatkan peristaltik dan ekskresi empedu
sebelum terjadi resirkulasi entero-hepatik.
·
Cairan intravena diberikan bila bayi mengalami
dehidrasi atau jika ada komplikasi lain.
·
Untuk mengetahui sedini mungkin adanya
tanda-tanda bahaya. Bayi mungkin mengalami pengeluaran feses yang hijau dan
cair.
·
Untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi secara
dini dan dapat pencegahanya
terjadi-nya dehidrasi.
|
|
|
|||
2.Potensial gangguan suhu tubuh
(hipertermi) sehu-bungan dengan efek fototherapi
|
Kesetabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan.
Kriteria:
·
Suhu kulit dan ketiak 36,5°C-37°C.
·
Suhu rektal 36,7°C-37,2°C.
·
Tidak ada tanda-tanda hipertermia
|
·
Monitor suhu axila kulit dan suhu rektal setiap 30-60 menit selama
penyinaran.
·
Pertahankan suhu Box dengan mengatur fentilasi /pintu box
perta-hankan suhu 37°C
·
Observasi tanda-tanda vital, catat adanya :
tachipnoe.
·
Catat adanya tanda-tanda stress: gelisah,
kulit kering dan warna kemerahan
·
Pertahankan modalitas foto-therapi
·
Catat adanya tanda-tanda dehidrasi seperti :
ubun-ubun cekung, suhu meningkat,
turgor kulit jelek atau membran mukosa kering.
|
·
Metabolisme meningkat bila suhu meningkat.
·
Mencegah ketidak seimbang-an panas secara
bertahap pada bayi.
·
Respon adanya peningkatan metabolisme
menyebabkan peningkatan kebutuhan O2 (Asidosis Respiratorik)
·
Hipertermi akan mempenga-ruhi sistim sirkulasi
sehingga terjadi fasodilatasi untuk mengeluarkan keringat dalam
mempertahankan suhu tubuh
·
Modalitas pemngobatan ter-gantung pada tingkat
kadar bilirubin, waktu serangan dan adanya penyakit lain
·
Suhu axila lebih dari 37,5°C
dianggap hipertermia dan dianggap pengeluaran panas yang berlebihan pada bayi
|
|
|
|||
2.Gangguan Integritas kulit
sehubungan dengan hiperbilirubinimea dan diare.
Data Obyektif :
·
Kulit pada kedua per- gelangan tangan serta
tubuh terkelupas.
·
Warna kulit bayi kuning (Ikterus)
|
Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan.
|
·
Kaji tanda-tanda ikterus / jaundice
selengkap-lengkap-nya dgn menggunakan sinar matahari bila mungkin., observasi
skelra, observasi warna kulit, dan kaji dengan menekan kulit pada bagian yang
keras, cek mukosa mulut, bagian belakang dari palatum keras dan kantung
kojungtiva (untuk bayi yang berkulit hitam).
·
Bersihkan dan mengganti popok setiap b.a.b.
|
·
Jaundice merupakan tanda-tanda awal adanya
hiper-bilirubinemia. Karena lampu buatan akan mengaburkan pengkajian.
Jaundice perta-ma kali terlihat pada sklera yang menguning. Dengan menekan
akan muncul warna kuning setelah tekanan dilepaskan. Pigmen pada orang kulit
hitam normal akan terlihat kuning.
·
Seringnya b.a.b. merupakan faktor resiko
kerusakan kulit.
|
|
|
|||
4.Gangguan parenting sehubungan
dengan pemisahan
|
Orang tua dan bayi menunjukkan tingkah laku Attachment,
orang tua dapat mengekspresikan proses Bonding.
|
·
Buka tutup mata bayi saat disusui.
·
Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara
anaknya.
·
Libatkan orang tua dalam perawatan bila
memungkin-kan.
·
Menganjurkan orang tua mengekspresikan
perasaannya
|
|
|
|
|||
5.Kecemasan meningkat sehubungan
dengan ketidaktahuan tentang perjalanan penyakit dan therapi yang diberikan
pada bayi.
Data Subyektif:
·
Klien/keluarga selalu menanyakan tindakan yang
akan diberikan.
Data Obyektif :
·
Program therapi yang harus dilakukan
·
Ibu tampak takut saat melihat keadaan bayinya.
|
Orang tua menegerti tentang perawatan, keluarga dapat ber-
partisipasi meng- identifikasi gejala-gejala untuk men- yampaikan pada tim
kesehatan
|
·
Kaji pengetahuan keluarga tentang perawatan
bayi ikterus
·
Berikan penjelasan tentang:
Penyebab ikterus, proses terapi, dan perawatanya.
·
Berikan penjelasan setiap akan melakukan
tindakan .
·
Diskusikan tentang keadaan bayi dan
program-program yang akan dilakukan selama di rumah sakit
·
Ciptakan hubungan yang akrab dengan
keluarga selama melakukan perawatan
|
·
Memberikan bahan masukan bagi perawat sebelum
me- lakukan pendidikan kesehat- an kepada keluarga
·
Dengan mengerti penyebab ikterus, program
terapi yang diberikan keluarga dapat menerima segala tindakan yang diberikan
kepada bayinya.
·
Informasi yang jelas sangat penting dalam
membantu mengurangi kecemasan keluarga
·
Komunikasi secara terbuka dalam memecahkan
satu per-masalahan dapat mengurangi kecemasan keluarga.
·
Hubungan yang akrab dapat meningkatkan
partisipasi keluarga dalam merawat bayi ikterus
|
·
Melakukan pengkajian tentang pengetahuan
keluarga dimana keluarga belum mengerti sama sekali tentang bayi ikterus
dan cara merawatnya.
·
Memberikan penjelasan tentang penyebab bayi ikterus,
tindakan keparawatan yang diberikan selama di rumah sakit dan di rumah, jika
pulang. Seperti : cara mempertahankan suhu tubuh normal, memberikan ASI,
memandikan bayi, merawat tali pusat, mengganti pakaian, dan pemberian imunisasi.
·
Memberikan penjelasan sebelum melakukan
tindakan, seperti; memasang infus, memberikan fototerapi dan obat-obat
injeksi atau obat lainnya.
·
Melakukan diskusi bersama keluarga tentang
prinsip-prinsip yang bisa dilakukan
oleh keluarga dalam merawat bayi ikterus selama di rumah sakit dan di
rumah
·
Mengajak keluarga untuk bersama-sama merawat
bayinya, seperti
|
|
|||
6.Gannguan proses keluarga
sehubungan dengan respon keluarga yang
kurang terhadap kondisi bayi.
|
Keluarga dapat menerima kondisi bayi
|
·
|
·
|
·
|
|
|||
Nama Klien :
Bangsal/Tanggal :
|
ASUHAN KEPERAWATAN
Mata Ajaran : Maternitas
|
![]() |
|
|||||
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
||||
1.
|
·
|
|
Kaji tanda-tanda ikterus / jaundice selengkap-lengkapnya
dengan meng-gunakan sinar matahari bila mungkin., observasi skelra, observasi
warna kulit, dan kaji dengan menekan kulit pada bagian yang keras, cek mukosa
mulut, bagian belakang dari palatum keras dan kantung kojungtiva (untuk bayi
yang berkulit hitam)
Jaga bayi untuk tetap hangat.
|
Jaundice merupakan tanda-tanda awal adanya
hiperbilirubinemia. Karena lampu buatan akan mengaburkan pengkajian.
Jaundice pertama kali terlihat pada sklera yang menguning.
Dengan menekan akan muncul warna kuning setelah tekanan dilepaskan. Pigmen
pada orang kulit hitam normal akan terlihat kuning.
Menjaga agar tidak terjadi hipotermia.
|
||||
2.
|
Potensial injuri sehubungan dengan kojungtivitis,
hipotermia, dan dehidrasi karena penggunaan fototerapi.
Data Obyektif :
·
Mendapat fototerapi
·
Tidak menggunakan pakaian dengan mata dan
genitalia tidak tertutup selama fototerapi.
|
Tidak mengalami kerusakan mata, dehidrasi dan hipertermi
selama fototerapi.
|
Mempertahankan modalitas pengobatan
Berikan fototerapi
Tutup mata selama penyinaran
Pindahkan bayi dari cahaya fototerapi dan lepas penutup
mata selama pemberian makan.
Kaji mata terhadap konjungtivitis dan abrasi kornea
Gunakan penutup yang minimal
Rubah posisi tiap 2 jam
Monitor suhu kulit dan suhu inti tiap 1 jam sampai suhu
tubuh stabil
Berikan ekstra cairan
Kaji tanda-tanda dehidrasi, yakni : turgor kulit jelek,
depresi fontanela, mata cekung, penurunan berat badan, perubahan elektrolit,
penurunan output urin.
Observasi adanya
kemerahan pada kulit
Cek suhu inkubator
Matikan waktu saat mengambil darah untuk pemeriksaan
bilirubin.
|
Modalitas pemngobatan tergantung pada tingkat kadar
bilirubin, waktu serangan dan adanya penyakit lain
Menurunkan serum bilirubin dengan memperlancar ekskresi
bilirubin tak terkojugasi
Melindungi retina dari kerusakan akibat cahaya dengan
intensitas tinggi
Memungkinkan stimulasi visual
Mungkin disebabkan oleh iritasi dari penutup mata
Memungkinkan penyinaran yang merata
Mengefektifkan penyinaran dan mencegah penekanan pada satu
tempat
Hipotermi dan hipertermi merupakan komplikasi yang umum
dari fototerapi
Untuk menjamin hidrasi yang adekuat.
Fototerapi dapat menyebabkan peningkatan IWL. Bayi kadar
bilirubin yang tinggi dapat menjadi letargi dan sulit untuk makan.
Kemerahan dihubungkan dengan fototerapi yang meningkatkan
kadar bilirubin direk atau kerusakan hati dapat hilang 2 - 4 mg/dl
Penambahan panas dari fototerapi sering meningkatkan suhu
badan dan suhu cove.
Karena pemaparan darah pada fototerapi akan mempengaruhi
kadar bilirubin
|
||||
4.
|
Potensial terjadinya gangguan volume cairan sehubungan
dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi dan diare.
|
Keseimbangan cairan terpenuhi/terpelihara
|
·
Observasi intake dan out put, turgor kulit,
·
Observasi tanda-tanda vital : Nadi, Suhu ,
Respirasi,Kesadaran, refleks,tiap 30 - 60 menit.
·
Berikan minum air diantara pemberian ASI.
·
|
|
||||
4.
|
Kecemasan orang tua sehubungan dengan punya anak yang
mengalami jaundice.
Data obyektif :
·
Orang tua tampak cemas
Data subyektif :
·
Menanyakan tentang keadaan anak dan proses
penyakit.
|
Orang tua mendapatkan informasi mengenai proses penyakit,
penyebab, dan hasi yang dicapai.
Orang tua memahami alasan untuk mengaktifkan pemberian ASI
sesaat dan cara memompa susu.
|
Berikan penjelasan mengenai :
Kondisi bayi, modalitas pengobatan, alasan mengapa ibu
harus menghentikan pemberian ASI.
Jelaskan pemberian ASI dihentikan sementara :
Kaji pengetahuan ibu mengenai pemompaan ASI dan memberikan
informasi serta dukungan sesuai yang dibutuhkan.
Bantu ibu dalam menyusui ulang
Berikan rangsang taktil selama memberi makan dan mengganti popok.
Melakukan sentuhan dan kontak mata ibu dan bayi selama
pemberian ASI, bayi diajak bicara.
Dukung orang tua untuk masuk ke dalam ruang perawatan
dalam memberi makan dan menyentuh bayi.
|
Orang tua tidak memahami mengapa dan apa terjadi keadaan
tersebut.
Pengobatan bermacam-macam ; orang tua tidak memahami
pengobatan yang diberikan
ASI merupakan penyebab jaundice yang belum jelas. Kadar
bilirubin serum menurun dalam waktu 48 jam setelah pemberian ASI dan
dihentikan. Pendapat dari dokter, para ahli yang lain tentang hal ini masih
berbeda-beda.
ASI merupakan penyebab jaundice yang belum jelas. Kadar
bilirubin serum menurun dalam waktu 48 jam setelah pemberian ASI dan
dihentikan. Pendapat dari dokter, para ahli yang lain tentang hal ini masih
berbeda-beda.
Ibu mungkin perlu dukungan dan informasi untuk memulai kembali memberikan ASI
Neonatus perlu stimulasi taktil
Memberikan rasa nyaman dan menurunkan gangguan sensorik
Adanya alat di ruang perawatan menyebabkan orang tua tidak mau atau segan
untuk masuk ke dalam ruang perawatan
|
||||
DAFTAR PUSTAKA
1.
H. Markum : ” Ilmu Kesehatan Anak”. Buku I, Jakarta , FKUI, 1991.
2.
Bobak, J. : ”Materity and Gynecologic Care”,
Precenton, 1985.
3.
Cloherty, P. John : ”Manual of Neonatal Care”,
USA ,
1981.
4.
Harper : ”Biokimia”, Jakarta , EGC, 1994.
5.
Jack A. Pritchard dkk : ”Obstetri Williams”,
Edisi XVII, Surabaya ,
Airlangga University Press, 1991
6.
Marlene Mayers, et. al. : ”Clinical Care Planes Pediatric
Nursing”, New York ,
Mc.Graw-Hill. Inc, 1995.
7.
Mary Fran Hazinki : ”Nursing Care of Critically Ill
Child”, Toronto ,
The Mosby Compani CV, 1984.
8.
Susan R. J. et. al. : ”Child Health Nursing”, California , 1988.
RENCANA PEMULANGAN
(DISCHARGE PLANNING)
PASIEN POST PARTUM
Disusun Dalam Rangka Seminar
Mata Ajaran Keperawatan Maternitas

Oleh :
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
1996
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta upaya penulis maka
telah berhasil disusun makalah yang berjudul “Rencana Pemulangan Klien Post
Partum”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata ajaran “ Asuhan
Keperawatan Ibu dalam Konteks Keluarga”.
Untuk itu perkenankanlah kami penulis mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat :
1.
Dra. Setyowati, Skp. M App Sc. sebagai Koordinator Mata
Kuliah Keperawatan Maternitas.
2.
Bd. Uning, sebagai Kepala Bidang Keperawatan R.S.B.Budi
Kemuliaan beserta staff.
3.
Nesty Sinaga, Skp, sebagai Pembimbing Lapangan di
R.S.B. Budi Kemuliaan.
4.
Rekan-rekan mahasiswa yang menempuh mata ajaran ini
tahun akademik 1996 / 1997.
Akhir kata, semoga segala usaha dan budi baik yang telah
diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, dan makalah
ini dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
RENCANA PEMULANGAN POST PARTUM
(DISCHARGE PLANNING)
1.
Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini sistem perawatan dan pengobatan
telah berubah. Perawatan klien di rumah sakit saat ini diusahakan untuk
mengurangi biaya perawatan dan memberi kesempatan pada pasien lain yang lebih membutuhkan. konsekuensinya,
tim kesehatan harus membantu klien benar-benar memahami status kesehatannya dan
harus mampu menyiapkan klien merawat dirinya sendiri di rumah atau di
masyarakat.
Pendekatan perawatan klien selama post partum juga berubah.
Klien tidak dianggap lagi orang sakit, tetapi dianggap suatu proses yang alami
dan mereka dianggap sehat. Oleh karena itu klien harus secepatnya mobilisasi
dan mandiri dalam merawat dirinya sendiri. Waktu perawatan juga berubah,
menjadi lebih singkat, bisa hanya 24 jam sampai 72 jam saja. Dalam waktu yang
sesingkat mungkin, klien dan keluarganya harus dibekali pengetahuan, ketrampilan
dan informasi tempat rujukan sehingga klien mampu merawat dirinya sendiri.
Perawatan yang diberikan merupakan usaha kolaborasi yang
melibatkan ibu dan keluarga, perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya, untuk
mencapai kesehatan yang optimal. Untuk semua alasan di atas maka rencana
pemulangan pasien post partum sangat penting karena :
1.
Memudahkan pemantauan kesehatan setelah pasien pulang
ke rumah.
2.
Membuat pasien lebih bertanggung jawab terhadap
kesehatan dirinya.
3.
Berkurangnya biaya pengobatan dan perawatan, tempat
tidur dapat diisi pasien lain
4.
Penggunaan rencana pemulangan tertulis sangat efektif
untuk pedoman pengajaran dan evaluasi serta menjadi sumber pengetahuan ibu dan
keluarga.
Bagi klien post partum, pemulihan kesehatan setelah melahirkan
relatif singkat dan dianggap suatu proses sehat. Persepsi ini sering kali
membuat tim kesehatan berpendapat bahwa ibu dan keluarga tidak mempunyai
kebutuhan dan pelatihan yang khusus, ditambah lagi ada anggapan bahwa keluarga
sedang berbahagia dan siap menerima bayinya. Anggapan ini tentunya tidak benar
karena setiap keluarga post pertum mempunyai kebutuhan dan masalah tertentu,
ibu-ibu primipara bingung dalam merawat dan beradaptasi dengan bayi dan peran
barunya, sedangkan ibu-ibu multipara mungkin bingung dengan masalah keuangan,
anak-anak yang lain serta berhubungan dengan datangnya anggota baru. Jadi
pendekatan dan perhatian dan sikap tim kesehatan, harus sama dengan kedua
kelompok ini. Pada masa perawatan post partum di rumah sakit inilah mereka menerima
pengajaran dan bimbigan untuk mengantisipasi perubahan fisik dan suasana dalam
keluarga di rumah nanti.
Karena kebanyakan ibu dirawat dalam waktu singkat, maka
penting bagi perawat mempersiapkan klien secara sistematis. Seringkali
digunakan paduan format-format. Sebelum ibu pulang sebaiknya rencana pemulangan
sudah dipersiapkan dan perawat masih tetap menyediakan waktu untuk penguatan
dan evaluasi pengetahuan, ketrampilan, dan kondisi mental seluruh keluarga.
Mengingat luasnya dan kompleksnya perawatan terhadap klien post partum, maka
kelompok mambatasi permasalahannya tentang pendidikan kesehatan pada klien post
partum.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas kepada perawat dan tenaga kesehatan lainnya mengenai
rencana pemulangan klien post partum, hal ini akan diuraikan dalam makalah.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Rencana Pemulangan
Rencana Pemulangan (RP) merupakan bagian pelayanan
perawatan, yang bertujuan untuk memandirikan klien dan mempersiapkan orang tua
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional bayi bila pulang.
Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang adalah hari pertama masuk rumah sakit. Klien
belum dapat dipulangkan sampai dia mampu melakukan apa yang diharapkan darinya
ketika di rumah. Oleh karena itu Rencana Pemulangan harus didasarkan pada :
1.
Kemampuan klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
dan seberapa jauh tingkat ketergantungan pada orang lain
2.
Ketrampilan, pengetahuan dan adanya anggota keluarga
atau teman
3.
Bimbingan perawat yang diperlukan untuk memperbaiki dan
mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan pengobatan.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan proses
berencana untuk memulangkan klien adalah :
1.
Menentukan klien yang memerlukan rencana pulang.
2.
Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang.
3.
Staf yang terlibat dalam rencana pulang.
4.
Cara yang digunakan dan evaluasi efektifitas dari
rencana pulang.
Beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam
membuat Rencana Pemulangan (RP) adalah :
1.
Berfokus pada klien. Nilai, keinginan dan kebutuhan
klien merupakan hal penting dalam perencanaan. Klien dan keluarga harus
berpartisipasi aktif dalam hal ini.
2.
Kebutuhan dasar klien pada waktu pulang harus
diidentifikasi pada waktu masuk dan terus dipantau pada masa perawatan
3.
Kriteria evaluasi menjadi panduan dalam menilai
keberhasilan implementasi dan evaluasi secara periodik.
4.
Rencana pemulangan suatu proses yang melibatkan tim
kesehatan dari berbagai disiplin ilmu.
5.
Klien harus membuat keputusan yang tertulis mengenai
rencana pemulangan.
Rencana penyuluhan didasarkan pada :
1.
Kebutuhan belajar orang tua.
2.
Prinsip belajar mengajar.
3.
Mengkaji tingkat pengetahuan dan kesiapan belajar.
·
Metode belajar
·
Kondisi fisik dan psikologis orang tua
4.
Latar belakang sosial budaya untuk proses belajar mengajar
·
Tekankan bahwa merawat bayi bukan hanya
kewajiban wanita
5.
Lamanya bayi dan ibu tinggal di rumah sakit
·
“Early discharge” 6 - 8 jam I, dimana informasi
penting harus diberikan serta follow up.
Cara-cara penyampaian Rencana Pemulangan adalah :
1.
Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
2.
Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan suatu
perawatan.
3.
Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis
4.
Motivasi klien untuk mengikuti langkah-langkah tersebut
dalam melakukan perawatan dan pengobatan.
5.
Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yang harus
dilaporkan pada tim kesehatan.
6.
Berikan nama dan nomor telepon yang dapat klien
hubungi.
Dasar-dasar rencana penyuluhan
1.
Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 °
celsius)
·
membersihkan mata dari dalam ke luar
·
membersihkan kepala bayi (bayi masih berpakaian
lalu keringkan)
·
buka pakaian bayi, beri sabun dan celupkan ke
dalam air.
2.
Perawatan tali pusat / umbilikus
·
bersihkan dengan alkohol lalu kompres betadin
·
tali pusat akan tanggal pada hari 7 - 10
3.
Mengganti popok dan pakaian bayi
4.
Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak
nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
5.
Cara-cara mengukur suhu
6.
Memberi minum
7.
Pola eliminasi
8.
Perawatan sirkumsisi
9.
Imunisasi
10. Tanda-tanda
dan gejala penyakit, misalnya :
·
letargi ( bayi sulit dibangunkan )
·
demam ( suhu > 37 ° celsius)
·
muntah (sebagian besar atau seluruh makanan
sebanyak 2 x)
·
diare ( lebih dari 3 x)
·
tidak ada nafsu makan.
Rencana pemulangan
ditujukan pada :
IBU
Dalam rencana pemulangan yang perlu dianjurkan antara lain :
1.
Pernapasan dada
2.
Bentuk tubuh, lumbal,dan fungsi otot-otot panggul
3.
Latihan panggul, evaluasi, gambaran dan ukuran yang
menyenangkan
4.
Latihan penguatan otot perut
5.
Posisi nyaman untuk istirahat
6.
Permudahan gerakan badan dari berdiri ke jalan
7.
Tehnik relaksasi
8.
Pencegahan; jangan mengangkat berat, melakukan sit up
secara berlebihan.
Daftar kegiatan sangat membantu kondisi post partum kembali
dalam keadaan sehat. Saat ibu kembali ke rumah, secara bertahap akan kembali
melakukan aktivitas normal. Pekerjaan rumah akan membantu mencegah kekakuan
otot-otot secara umum tetapi tidak akan melemahkan kekuatan otot (Blankfield,
1967).
Ketika membantu klien untuk memilih program latihan perawat
seharusnya memperingatkan akan perubahan muskuloskeletal yang akan kembali
normal pada 6 - 8 minggu (Danforth,1967). Selama periode ini, ligamen-ligamen
akan lunak dan saling terpisah oleh karena itu latihan-latihan memerlukan keregangan dan kekuatan otot-otot
yang berlebihan seperti halnya aerobik, lari, dan lai-lain harus dihindari
selama periode ini untuk mencegah ketegangan. Aktifitas yang aman seperti
berjalan, berenang dan bersepeda sangat dianjurkan. Seorang wanita dapat
memulai latihan atau Yoga 2 minggu setelah melahirkan pervaginam atau 4 - 6
minggu setelah mengalami operasi caesar.
Secara ideal ini harus memiliki seorang instruktur yang
berpengalaman yang bertanggung jawab selama melatih ibu post partum. Ibu
biasanya mendapatlan kesulitan dalam mengatur waktu untuk latihan atau
melakukan tehnik relaksasi di rumah. Perawat harus membantu mendorong ibu untuk
istirahat ketika bayi sedang tidur dan mencoba untuk tidak melakukan pekerjaan
selama waktu itu.
Wanita biasanya kurang sabar dalam hal merawat tubuhnya .
Perawat harus mengingatkan bahwa selama masa menyusui membutuhkan ekstra lemak
dari tubuhnya, oleh karena itu nutrizi dan gizi yang baik sangat dibutuhkan.
Perawat harus meyakinkan ibu bahwa waktu yang dibutuhkan seorang wanita untuk
kembali pada tubuh yang normal setelah persalinan sangan bervariasi dan
prosesnya dapat berlangsung 6 - 12 bulan.
Selama masa nifas ibu perlu memperhatikan :
Pemenuhan rasa nyaman
Hari I
Hari II
Pernapasan
Latihan
Hari I
Permulaan
Hari II
tambahan
|
Perineum kompres dingin. Posisi terlentang, Sim,
telungkup; semua dengan bantal yang menyokong kepala, kedua lutut dan pelvis
hanya untuk prone (telungkup)
Gunakan BH yang menyangga,
lakukan rendam hangat (daerah perineum), lanjutkan latihan Kegel, posisi
berbaring atau telungkup (2x sehari selama 30 - 60 menit), ambulansi.
Pernafasan ke arah dada dan
toraks
Pengembalian posisi pelvis :
Pengerutan dasar pelvis 1-3-5 detik 5 kali / jam
Pengerutan abdomen 5 - 10 detik 5 kali / 2 x sehari
Pergerutan abdomen dan
dasar pelvis 3-5-10 detik 5
x / 2x sehari
Pengerutan abdominal,
dasar panggul dan bokong 3 - 5- 10 detik 5 x /2x sehari
Ekstremitas bagian bawah
Menutup dan membuka lutut 10 x / jam
Memutar lutut
10 x / jam
Mengaktifkan quatriseps 5 - 10 detik, 10 x / jam
Abdominal / pelvis
Mengkaji dasar pelvis 1x tiap hari
Mengangkat pinggul 5 detik , 5 x / 2x sehari
Gerakan bersepeda dengan terus-
menerus terlentang 5x / 2x sehari
Mengangkat bokong 5 detik, 5 x /2 x sehari
Mengangkat kepala 5 detik, 5 x / 2x sehari
|
Instruksi masa nifas adalah
:
Bekerja
Ibu seharusnya menghindari kerja berat (misalnya mengangkat
/ membawa beban) pada 3 minggu pertama. Pada ibu-ibu yang mempunyai pengertian
berbeda tengan kerja berat dapat mendiskusikan dengan ibu-ibu yang lain.
Perawat dapat membantu mengidentifikasikan pengertian dari kerja berat.
Biasanya dianjurkan tidak bekerja selama 3 minggu ( lebih
baik 6 minggu), bukan saja untuk kesehatan tetapi juga untuk mendapatkan
kesempatan lebih dekat dengan bayinya.
Istirahat
Ibu sebaiknya mengusahakan bisa tidur siang dan tidur malam
yang cukup. Ibu biasanya tidur siang selagi bayi tidur dan minta suami/keluarga
menggantikan tugas-tugas yang ada. Mintalah keluarga / suami untuk membantu
tugas-tugas rumah tangga.
Kegiatan / aktifitas /
latihan
Pada minggu pertama ibu seharusnya memulai latihan berjalan
setahap demi setahap.
Pada minggu ke dua, jika lokea normal dapat memulai latihan
aktifitas lain yang akan direncanakan seperti mencuci popok setiap hari
walaupun dengan memakai mesin cuci, naik turun tangga untuk melihat bayinya
atau berada setiap saat disamping bayinya. Ibu seharusnya melanjutkan senam
nifas di rumah seperti halnya sit up dan mengangkat kaki.
Kebersihan
Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum
dengan baik dengan menggunakan antiseptik (PK / Dethol) dan selalu diingat
bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang.
Coitus
Coitus lebih segera setelah lokea menjadi alba dan bila ada
episiotomi sudah membaik / sembuh ( minggu 3
setelah persalinan)
Sel-sel vagina mungkin tidak setebal sebelumnya karena
keseimbangan hormon prepregnansi belum kembali secara lengkap. Gunakan
kontrasepsi busa atau jeli akan membantu kenyamanan dan pengaturan posisi yang
bisa mengurangi penekanan atau dispariunia.
Kontrasepsi
Jika ibu menginginkan memakai IUD, dapat dipasang segera
setelah persalinan atau chekup post partum yang pertama. Jenis kontrasepsi yang
memakai diafragma harus pada minggu ke 6 , kontrasepsi oral dimulai antara 2 -3
minggu post partum sampai kembali pada chekup berikutnya. Ibu dan pasangannya
dapat menggunakan kombinasi antara jelly yang mengandung spermatid dengan
kondom lebih dapat mencegah pembuahan. Konsultasi dalam memilih alat kontrasepsi harus kepada tenaga
kesehatan yang berkopeten untuk mencegah kesalahan informasi.
BAYI
Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi
(seperti rangsangan, latihan, dan kotak sosial) selalu menjadi tanggung jawab
orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan
selama perencanaan pulang .
Yang perlu
diperhatikan adalah :
Temperatur / suhu
1.
Sebab-sebab penurunan suhu tubuh
2.
Catat gejala-gejala yang timbul seperti kelemahan,
bersin, batuk dll.
3.
Cara-cara mengurangi / menurunkan suhu tubuh seperti
kompres dingin, mencegah bayi terkena sinar matahari terlalu lama, dan
lain-lain
4.
Gunakan lampu penghangat / selimut tambahan
5.
Ukur suhu tubuh
Pernapasan
1.
Perubahan frekwensi dan irama napas
2.
Refleks-refleks seperti; bersin, batuk.
3.
Pencegahan terhadap asap rokok, infeksi orang terkena
infeksi saluran napas
4.
Gejala-gejala pnemonia aspirasi
Eliminasi
1.
Perubahan warna
dan kosistensi feses
2.
Perubahan warna urin
Keamanan
1.
Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda
tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
2.
Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
3.
Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan
menggunakan mobil atau sarana lainnya.
4.
Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara -
saudaranya.
ADAPTASI FISIOLOGIS
PADA MASA POST PARTUM/NIFAS
Sebelum membahas tentang perubahan-perubahan pada masa nifas
baik fisiologis maupun psikologis, maka kelompok akan menjelaskan terlebih
dahulu tentang pengertian nifas.
Masa nifas adalah
suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap
proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu, pengertian
masa nifas adalah masa mulainya
persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan
kehamilan / persalinan. (Ahmad Ramli. 1989).
Dari dua pengertian di atas kelompok menyimpulkan bahwa masa
nifas adalah masa sejak selesainya
persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta
psikososial yang berhubungan dengan kehamilan / persalinan selama 6 minggu.
Dalam proses adaptasi pada masa post partum terdapat 3 (tiga)
periode yang meliputi “immediate puerperium” yaitu 24 jam pertama setelah
melahirkan, “ early puerperium” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan “late
puerperium” yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu post partum.
Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan.
Adapun perubahan fisik yang terjadi adalah :
Sistem kardiovaskuler
Sebagai kompensasi jantung dapat terjadi brandikardi 50 - 70
x/menit, keadaan ini dianggap normal pada 24 - 48 jam pertama. Perubahan suhu
yang meningkat sampai dengan 38 ° Celsius sebagai akibat pemakaian tenaga dan banyak
berkeringat saat melahirkan. Peningkatan suhu tubuh lebih dari 38 °
Celsius menunjukan adanya tanda-tanda infeksi pada post partum seperti
mastitis, endometritits. Penurunan
tekanan darah sistolik 20 mmHg pada saat klien merubah posisi dari berbaring ke
duduk lebih disebabkan oleh refleks ortostatik hipertensi.
Diaporesis Post partum
Klien dapat mengeluarkan keringat yang banyak disertai
perasaan menggigil. Perasaan ini terjadi karena vasomotor yang tidak stabil.
Perubahan sistem urinarius
Selama masa persalinan trauma pada kandung kemih dapat
mengakibatkan edema dan mengurangi sensitifitas kandung kemih. Perubahan ini
dapat terjadi sebagai akibat peregangan yang berlebihan dan pengosongan kandung
kemih yang tidak tuntas.
Bila klien lebih dari dua hari tidak dapat buang air kecil,
maka keadaan ini merupakan hal yang tidak normal. Protein urin pada hari kedua
adalah normal, karena kebutuhan protein yang dikatalisis involusi uteri
meningkat. Bila ini berlangsung sampai dengan hari ke tujuh, menandakan adanya
gejala preeklamsi.
Perubahan sistem
gastro intestinal
Keadaan gastro intestinal kembali berfungsi ke keadaan
semula setelah satu minggu post partum. Konstipasi terjadi akibat penurunan
motilitas usus, kehilangan cairan tubuh dan rasa tidak nyaman di daerah
perineum, penggunaan enema pada kala I dan penurunan tonus otot abdominal.
Keadaan muskuloskeletal
Pada masa kehamilan otot abdomen meregang sedemikian rupa
dikarenakan pembesaran uterus yang mengakibatkan otot abdomen melemas dan
kendor sehingga teraba bagian otot-otot yang terpisah disebut diastasis recti
abdominis.
Perubahan sisten endokrin
Perubahan sistem endokrin disini terjadi penurunan segera
kadar hormon estrogen dan progesteron. Hormon prolaktin pada masa laktasi akan
meningkat sebagai respon stimulasi penghisapan puting susu ibu oleh bayi. Pada
wanita yang tidak menyusui hormon estrogen dapat meningkat dan merangsang
pematangan folikel. Untuk itu menstruasi dapat terjadi 12 minggu post partum,
pada klien menyusui dapat lebih lama (36 minggu).
Perubahan pada payudara
Payudara dapat membengkak karena sistem vaskularisasi dan
limfatik disekitar payudara dan mengakibatkan perasaan tegang dan sakit.
Pengeluaran air susu ke duktus lactiferus oleh kontraksi sel-sel mioepitel
tergantung pada sekresi oksitosin dan rangsangan penghisapan puting susu oleh
bayi.
Perubahan uterus
Involusi uterus terjadi segera setelah melahirkan. Tinggi
fundus uteri pada saat plasenta lahir 1 - 2 jam setinggi 1 jari di atas pusat,
12 jam setelah melahirkan tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan sympisis,
pada hari ke sembilan uterus tidak teraba lagi. Bersama involusi uterus ini
teraba terdapat pengeluaran lochea. Lochea pada hari ke 1 - 3 berwarna merah
muda (rubra), pada hari ke 4 - 9 warna coklat / pink (serosa), pada hari ke- 9
warna kuning sampai putih (alba).
Perubahan dinding vagina
Segera setelah melahirkan dinding vagina tampak edema, memar
serta rugae atau lipatan-lipatan halus tidak ada lagi.
Pada daerah perineum akan tampak goresan akibat regangan
pada saat melahirkan dan bila dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak
nyaman.
ADAPTASI PSIKOLOGI PADA MASA POST PARTUM
I. Adaptasi Psikologi
Ibu
Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan
harus melewati masa transisi. Masa transisi pada post partum yang harus
diperhatikan perawat adalah :
1.
Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan dan
terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah, anak. Kala ini dapat dikatakan
sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling
memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
2.
“ Bonding Attachment ” atau ikatan kasih
·
Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan.
“Bonding” adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak.
Sedangkan “attachment” adalah suatu keterikatan antara orang tua dan anak.
Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat
terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.
Perubahan psikologis pada klien post partum akan dikuti oleh
perubahan psikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secara
menyeluruh.
Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis
klien setelah melahirkan adalah :
“Taking In”
Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan
diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri, tergantung pada
orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Dia
sangat membutuhkan orang lain untuk membantu,
kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulai
menerima pengalamannya dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah
nyata. Periode ini berlangsung 1 - 2 hari.
Menurut Gottible, ibu akan mengalami “proses
mengetahui/menemukan “ yang terdiri dari :
1.
Identifikasi
Ibu
mengidentifikasi bagian-bagian dari fisik bagyi, gambaran tubuhnya untuk
menyesuaikan dengan yang diharapkan atau diimpikan.
2.
Relating (menghubungkan)
Ibu
menggambarkan anaknya mirip dengan anggota keluarga yang lain, baik dari
tingkah lakunya dan karakteristiknya.
3.
Menginterpretasikan
·
Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan
yang dirasakan.
Pada fase ini dikenal dengan istilah “ fingertip touch”
“ Taking Hold “
Periode dimana terjadi perpindahan dari keadaan
ketergantungan keadaan mandiri. Perlahan-lahan tingkat energi klien meningkat
merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Klien lebih
mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya, mampu
untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eliminasi dan memperhatikan aktifitas
yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus
memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, ibu seharusnya
tidak hanya mengungkapkan keinginannya saja akan tetapi harus melakukan hal
tersebut, misalnya keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti sebelum
melahirkan. Disini juga klien sangat
antusias merawat bayinya. Pada fase ini
merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan perawatan utnuk dirinya
dan bayinya. Pada saat ini perawat mutlak memberikan semua tindakan
keperawatan seperti halnya menghadapi kesiapan ibu menerima bayi,
petunjuk-petunjuk yang harus diikuti tentang bagaimana cara mengungkapkan dan
bagaimana mengaturnya. Perawat harus berhati-hati dalam memberikan instruksi
dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri.
Apabila klien merasa tidak mampu berbuat seperti yang
diperbuat oleh perawat, maka perawat harus turun langsung membantu ibu dalam
melaksanakan kegiatan / tugas yang nyata (setelah pemberian demonstrasi yang
penting) dan memeberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat.
Bila ibu sudah merasakan lebih nyaman, maka ibu sudah masuk
dalam tahap ke- 2 “ maternal touch”, yaitu “total hand contact” dan akhirnya
pada tahap ke- 3 yang disebut “ enfolding”. Dan periode ini berlangsung selama
10 hari.
“Letting Go”
Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan
mulai disibukan oleh tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini
terjadi ketika ibu kembali ke rumah.
Pada fase ini ibu mengalami 2 perpisahan, yaitu :
·
Mengerti dan menerima bentuh fisik dari bayinya
·
Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak,
menjadi ibu yang merawat anak.
“Post partum Blues”
Pada fase ini , terjadi perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas yang
harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu setelah
melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan
nafsu makan, gangguan pola tidur, dan cemas.
Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien
tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan tugasnya, maka keadaan ini dapat
menjadi serius yaitu keadaan post partum depresi.
II. Adaptasi Psikologis
Ayah
Respon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung
keterlibatanya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingin
selalu dekat dengan isteri dan anaknya, tetepi kadang-kadang terbentur dengan
peraturan rumah sakit.
III. Adaptasi
Psikologis Keluarga
Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan
perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnya anak yang lebih
besar menjadi kakak, orang tua menjadi kakek / nenek, suami dan isteri harus
saling membagi perhatian. Bila banyak anggoata yang membantu merawat bayi, maka
keadaan tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus
ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.
Daftar Kepustakaan
Bobak and Jansen (1984), Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby
Company
Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), Post Partum Nursing , New York :
Springen
Nelson J.P. and May, K.A.(1986), Comprehensive Maternity
Nursing. Philadelphia
: J.B. Lippincot Company.
Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B.
Lippincot Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar